Hana melihat jam tangannya dengan gelisah, rapat yang diadakan tiba-tiba oleh General Manager tempatnya bekerja itu membuyarkan rencana Hana malam itu.
Sebuah pesan masuk di ponsel gadis berkulit putih langsat dengan rambut panjang sepunggung itu.
[Santai saja, aku menunggumu kok.]
Hana tersenyum membaca pesan dari pacarnya itu. Andra, kepala bagian keuangan yang sedang menjalin hubungan dengan Hana baru sebulan yang lalu, dan tak ada satupun rekan sekerja mereka yang tahu.
Kembali gadis berambut panjang itu tersenyum sebelum mengetikkan beberapa pesan manis untuk pacarnya itu.
“Baik, kita akhiri sampai hari ini saja. Saya mau hasil kerjaan yang sudah kalian paparkan di rapat ini dilaporkan besok siang setelah waktu makan siang,” tandas Axel sembari menutup pertemuan pegawai divisi marketing.
Hal itu sontak membuat Hana terlonjak girang walau dalam hati, tapi perkataan Axel selanjutnya, langsung menyerap kebahagiaan gadis itu.
“Hana notulensi rapat beserta laporan tiap divisi saya tunggu dalam bentuk dokumen rapi sampai nanti-.” Axel menggantung kalimatnya sendiri kemudian melihat jam tangan merk Rolexnya. “sampai jam setengah sembilan ya,” lanjut pria itu.
‘Cuma satu setengah jam lagi, dasar raja neraka!’. Gadis berambut panjang lurus sepunggung itu langsung mengerucutkan mulutnya sambil menjawab, “baik, Pak.”
Setelah merapikan semua perlengkapan rapat, Hana kembali duduk di mejanya, siap membuat laporan. Satu persatu teman sekantornya undur diri.
“Sabar ya Han, ditemenin cowok cakep juga tuh,” ucap Bu Sri sambil nyengir lebar melempar pandangan pada pintu ruang kerja Axel Harrison.
“Ih, ibuk! Suruh mbak Sita jangan lama-lama cuti melahirkannya nih. Aku bisa jadi perawan tua kalau nemenin raja neraka mulu lembur,” keluh Hana.
“Hust! entar kedengeran raja neraka,” sela Zidan sembari tertawa kecil. “Jomblo juga lu, pepet sana.”
Hana cuma mendelik pada pria tambun dengan leher berlipat yang baru menyindirnya itu. ‘Cih, belum tahu aja ini anak, temannya sudah laris pacaran sama si ganteng Andra dari divisi keuangan sejak bulan lalu.’
“Sudah pulang sana, kalian malah memperlambat Hana si rajin ini bekerja,” usir gadis mungil berkulit putih itu yang membuat kedua temannya itu tertawa sebelum masuk ke dalam lift menuju lobby.
Sepeninggalan teman-temannya, Hana memencet sebuah kontak bertuliskan ‘suami masa depan’ di handphonenya kemudian menekan tombol berwarna hijau.
“Halo,” ujar Hana ketika layar gawainya berubah menjadi terhubung.
Tapi bukan hanya suara kekasihnya saja di ujung sana yang terdengar, melainkan suara tawa seorang wanita.
“Ndra, aduh kamu sukanya yang begini sih. Ahh- ahh-,” desah wanita itu.
“Masuk sedikit saja, jangan berisik-.”
Hana langsung mematikan hubungan telephonenya. Segera ia berlari ke parkiran tempat Andra berjanji akan menunggunya.Alangkah terkejutnya Hana ketika membuka pintu mobil Andra, ada Siska di dalamnya. Gadis itu merupakan pegawai dari divisi yang sama dengan Andra. “Ha-Hana?”“Kamu ngapain di sini Siska? Mana Andra? Kalian enggak selingkuh ‘kan?” tanya Hana dengan suara bergetar.“Aku enggak ngerti maksud kamu,” balas Siska terlihat tenang dan angkuh.“Kamu ngapain di mobil Andra?” tanya Hana lagi. “Keluar kamu dari mobil ini, sekarang,” perintah Hana, tapi suaranya masih bergetar.“Ini mobil Andra, bukan mobilmu ya!” Tolak Siska sambil menyibak rambutnya.Hana sudah tak sanggup menahan amarahnya lagi, ia menarik rambut merah bergelombang milik Siska. “KELUAR!” “Ahh! Sakit” erang Siska. “Kamu apa-apaan sih Han!” ujar wanita itu sembari menepis tangan gadis bersurai hitam lurus itu.“Asal kamu tahu ya Sis, aku sama Andra itu sudah pacaran!” jerit Hana yang bergaung sepanjang parkiran
“Hana,” panggil Axel dengan tangan terjulur ke atas ubun-ubun Hana, seakan siap mengambil paku. Gadis yang menjadi sumber tangisan itu langsung menolehkan kepalanya.“Kamu kenapa nangis?” tanya Axel yang ikut berjongkok sebelah Hana. Melihat hidung dan mata Hana yang memerah membuat Axel mengurungkan niatnya untuk pulang. Gadis itu malah semakin terisak mendengar pertanyaan Axel.‘Ah sial, harusnya aku pulang saja,’ sesal Axel dalam hati. “Baiklah kalau begitu aku balik dulu ya,” pamit Axel. Belum sempat lelaki itu berdiri, Hana menahan tangan bosnya sambil tetap menangis.“Huee...uee..uee,” ujar Hana sambil menggelengkan kepalanya. Persis suara lutung kasarung.Axel kembali duduk dengan canggung di sebelah Hana. Entah keberanian dari mana gadis itu menahan bosnya, meminta Axel untuk menemaninya. Tapi yang pasti Hana tak ingin sendiri sekarang, hatinya sangat hancur dan dia butuh teman, tak peduli walau temannya itu adalah si Raja Neraka.“Kamu diputusin pacar?” tanya Axel lagi.“H
Segera Hana dan Axel merampungkan sarapan mereka, kemudian bergegas menuju ke tempat Hana memesan cokelat kemarin.“Kamu yakin di sini tempatnya?” tanya Axel ragu.Hana yang berada disampingnya mengangguk, namun raut mukanya terlihat bingung. “I-iya, Pak,” jawabnya. “Tapi kemarin enggak begini tampilan tokonya. Minimalis cantik gitu.”Axel semakin menautkan alis tipis milik Hana. “Minimalis cantik gitu maksudmu seperti rumah hantu yang ditinggal pemiliknya perang pada zaman penjajahan Jepang begitu?” serang Axel sambil menunjuk bangunan tua yang terhimpit di antara tanah kosong. “Bahkan tak ada tetangga, pemukiman paling dekat lima ratus meter dari sini, kamu mau beli coklat valentine atau jampi-jampi jaran goyang sih, Han?”“Ya ampun, Pak. Sirik yang begitu itu. Serius kemarin bentuknya gini di media sosial,” bantah Hana sambil menyodorkan gawainya yang menampilkan sebuah akun.Axel menerima ponsel milik Hana dan menelitinya. “Alamatnya sih benar di sini, eh-.” Axel menscroll tanggal
Axel menelan salivanya, ia masih terpaku menatap layar ponsel.“Kau jawab telepon ini, dan katakan “iya” saja. Jangan berkata hal lain,” perintah Axel sambil menyodorkan gawainya ke arah Hana.Hana tampak bingung, tapi belum sempat ia menolak, Axel sudah menggeser icon di gadgetnya ke arah tombol terima.“Axel,” panggil suara di seberang sana, terdengar keras di dalam mobil ferrari itu, karena Axel menggunakan loudspeaker.Sambil menatap ragu ke arah bosnya, Hana menjawab dengan suara bariton milik Axel. “I-iya?”Axel tampak tegang, dan menatap tajam Hana. ‘Kenapa ia terlihat seperti mendapat telepon dari debt collector alih-alih ayahnya?’ tanya Hana dalam hati.Gerrard Harrison, semua orang tahu kalau ia adalah pebisnis handal yang mengukuhkan perusahaan Harrison menjadi salah satu raksasa bisnis yang bisa bertahan di zaman digital 4.0 ini. Perusahaan keluarga itu turun temurun diwariskan oleh kakek Axel, ke ayahnya Gerrard Harrison, dan tentu saja penerus selanjutnya Axel Harrison.
Axel dalam tubuh Hana terlihat tenang dan sama sekali tidak terkejut dengan pukulan keras ke meja itu. Matanya malah balaa menatap tajam lawan bicaranya. Hana dengan muka yang tertutup masker terlihat memberengut tak suka dengan apa yang terjadi di meja nomor tiga belas.‘Pak Axel ngomong apa sih, sampai Andra marah seperti itu? Ish Pak Axel nyebelin!’Axel tertawa kecil sambil menggelengkan kepala. “Jadi alasan kamu maafin Hana agar dipinjamkan uang?”“Maksud kamu apa? Kamu minta maaf karena kamu yang salah, kalau pinjam uang itu masalah lain, Han! Aku kan sudah bilang akan ngembaliin sama hutangku yang kemarin-kemarin itu sekalian!”“Oh jadi ini kamu sudah sering minjem?” gumam Axel sambil menaikkan sebelah alisnya. Hal itu disalah artikan sebagai sebuah sindiran oleh Andra. Muka Andra terlihat semakin masam. “Kamu enggak ikhlas selama ini? Kukira kamu gadis baik yang tulus, Han.”Axel sebenarnya tak ingin melanjutkan percakapan ini dan hendak memberikan uang yang sudah diamanatkan
Hana melirik sosok tubuh miliknya yang berada di sebelah dirinya. ‘Wajah milik-ku tampak sangat gugup, bukankah Bos hanya mau ke rumahnya? Harusnya aku kan yang gugup, ini kenapa malah ia yang terlihat begitu?’ Hana kemudian melemparkan pandangan ke arah luar, deretan rumah mewah dan fasilitas umum mahal terlihat di sepanjang jalan. Mobil sport dengan pajak jutaan itu kemudian melewati sebuah portal yang diawasi oleh beberapa satpam. ‘Kita akan masuk hutan?’ batin Hana melihat pepohonan rimbun di balik pagar besi yang dijaga ketat. “Kita sudah sampai kediamanku,” ucap Axel singkat saat para penjaga membuka gerbang besar dengan ornamen huruf ‘H’ yang terlihat sangat mewah. “Hah?” gumam Hana terkejut. “Ini bukan hutan? cagar alam? Ini besar sekali seakan orang-orang di kampungku bisa bedol desa tinggal di sini. Tapi yang mana rumahnya, Bos?” tanya Hana bertubi-tubi, sedikit rasa khawatir terlintas di benak gadis yang berada di tubuh bosnya itu. ‘Jangan-jangan ia niat membunuhku di ten
“HAH?” mata abu cerah Hana langsung terbelalak. Ia langsung tersedak kemudian batuk hebat sambil mencoba menelan kunyahan daging sirloin yang ada di mulutnya. Axel menggeser gelas berisi air putih ke depan Hana. “Aku tidak akan menerima apapun alasan penundaan acara pernikahanmu kali ini, Axel. Keluarga Kalendra Group sudah setuju, begitu pula dengan calon istrimu yang menerima dengan senang hati. Lagipula bukankah kau dan cucu dari presdir Kalendra Group sudah lama terikat dalam hubungan pertunangan. Kau dan Salia Kalendra.” Hana melirik dengan ekor matanya ke arah Axel sebelum menjawab pertanyaan itu. Jika Hana mensyaratkan selalu berkata ‘iya’ pada Axel saat bertemu dengan Andra. Maka berkebalikan dengan saat itu, Axel meminta Hana untuk selalu mengatakan ‘tidak’ pada apa yang akan keluarganya sampaikan. ‘Wah bos bertunangan dengan Salia. Dan sekarang ia yakin mau menolak Salia Kalendra? Bukankah gadis itu artis terkenal dan sangat cantik, muda, dan bahkan punya segudang bakat? A
“Tidak percaya?” tanya Axel sambil memamerkan seringai di bibir tipis milik Hana. Susan dan Gerrard kompak memberikan pandangan aneh yang tentu saja memiliki arti mempertanyakan pernyataan gadis mungil yang sangat tidak sopan di hadapan mereka. Ditambah Hana malah menggelengkan kepalanya. “Kau jangan mengaku-aku sesuka hati ya!” bentak Susan beringas sambil menunjuk muka gadis mungil di hadapannya. Seolah hal sebelumnya masih kurang membangkitkan amarah keluarga Harrison pada sosok Hana -yang dihuni Axel-. General Manager Harrison Food itu malah menarik rahang siku-siku dan mendekatkan bibir tipis Hana kebelah merah miliknya. Sebuah kecupan panas yang membuat kedua insan itu menutup mata mereka sesaat sebelum terjadi. Tentu saja rasanya aneh sekali mencium diri sendiri. ‘Bos sudah gila,’ batin Hana. Namun, detik selanjutnya setelah bibir mereka beradu, rasanya berbeda. Tanpa sadar jiwa mereka telah kembali ke tubuh masing-masing dan ciuman panas itu masih berlangsung di hadapan k