Share

Bab. 4. Koogle

“Ganti nih! Risih aja lihat tubuhku pake baju kaos kurang bahan gitu,” perintah Axel sembari mengambil baju kaos yang tergantung di belakang kursi mobilnya. Sekarang mereka sudah sampai di parkiran restoran yang terkenal mahal. 

‘Pak Bos aja yang bongsor!’ rutuk Hana dalam hati. Saat ia hendak mengganti bajunya dalam mobil, gerakan Hana itu sempat terhenti sejenak. ‘Aneh juga rasanya mengganti baju dengan santai di pinggir jalan seperti ini. Jadi pria memang praktis,’ batin Hana sembari mengangkat kaos yang sedang ia kenakan.

Saat ia hendak mengganti celana pendeknya, tangan yang terlihat kekar berotot itu kembali terhenti. Hana melihat bosnya menatapnya sangar. 

“Bawahannya juga?” tanya Hana dengan hidung berkerut tampak jijik.

Axel menampilkan wajah seram milik Hana. “Tentu saja! Aku benar-benar terlihat seperti banci sekarang, ganti celana dalamnya juga!” instruksi Axel lagi. Ia tak sanggup melihat dirinya mengenakan celana dalam yang mengintip sedikit dari balik hotpants. Celana dalam dengan warna merah muda dan aksen pita di depannya. ‘Kenapa pula celana dalamnya terlihat imut seperti itu?’

“Bisa di skip aja enggak, Pak? Sampai kita kembali ke tubuh masing-masing,” pinta Hana lemas. ‘Lupakan, lupakan, lupakan!’ ulang Hana dalam hati, ia masih mengingat pemandangan di bawah sana yang membuat trauma pagi tadi.

“Hei! Tubuhku juga butuh kebersihan!” protes Axel.

“Ya kalau begitu balikin dong tubuhku, Pak!” 

“Bukannya kamu yang guna-guna aku, biar bisa menjadi pemilik perusahaan kaya raya dan terkenal tampan, pintar, dan terkenal?” tuduh Axel dengan muka sewot milik Hana. ‘Ya kali enggak mau menjadi aku, Axel gitu loh!’

Hana merotasikan manik abu terang milik Axel. ‘Narsisme milik bos memang sudah tingkat akut, walau memang benar sih apa yang dikatakannya, tapi tolonglah rendah diri sedikit. Azab akibat sombong itu berat sekali pemirsah,’ gerutu Hana dalam hati sambil menatap sinis bosnya. “Aku juga enggak tahu kenapa bisa begini, Pak.”

Mereka berdua terdiam dalam keheningan menggantung di mobil itu. 

Kemudian Hana mengetik beberapa kata di ponselnya. “Nihil,” ucapnya sambil menyodorkan layar gawainya yang menampilkan mesin pencarian dengan pertanyaan, ‘Bagaimana bisa dua orang bertukar tubuh.’

“Saya juga sudah mencoba berbagai macam kata kunci di koogle, Pak. Tapi hasilnya selalu nihil. Sepertinya kejadian aneh ini yang pertama di dunia.”

Axel mengembuskan napasnya. “Orang-orang pasti berpikir kalau dirinya akan dikatakan gila jika bercerita hal ini di internet.” 

“Benar juga ya,” gumam Hana, setuju.

“Oke, kita makan dulu,” ajak Axel dengan nada memerintah, sembari keluar dari mobil.

Akhirnya Hana mengganti celananya tapi dengan negosiasi celana dalam yang sedang tubuh Axel kenakan tak perlu diganti. Ketika keluar dari kamar mandi, Hana mendapati tubuhnya sedang melipat tangan di depan dada dengan kaki yang menyilang di bawah meja.

‘Gaya duduk yang elegan, khas Pak Axel sekali,’ batin Hana. Segera ia mengambil kursi di depan Axel.

Berbanding terbalik dengan Axel, Hana duduk dengan gesture menggemaskan untuk sosok pria besar dengan tubuh atletis. Hana merapatkan pahanya dengan kedua tangan bertumpu di lutut. Manis sekali khas gadis-gadis anime, tapi dalam tubuh tinggi besar kekar milik Axel.

“Silahkan, Tuan dan Nona. Ini menunya,” tawar seorang waiters di restoran yang terkenal mahal itu.

Dahi Hana kembali berlipat membaca menu-menu di restoran itu. ‘Holy yellow soup with chicken, seratus lima ribu rupiah. Racing rice cake, seratus tujuh puluh lima ribu rupiah. Javanese black rice soup with beef, dua ratus ribu! Ah gila, ini menu sarapan terbuat dari apa sih?’ batin Hana sembari berdecak melihat harga-harga menu yang ada.

“Ada yang mau ditanyakan, Tuan?” tanya pelayan wanita itu sembari mencondongkan tubuhnya ke arah Hana.

Aroma parfum yang kuat menyerang hidung gadis itu saat waiters tadi menyibakkan rambutnya kemudian memamerkan senyum menggodanya sambil melirik nakal pada Hana. Hana dalam tubuh Axel.

Hana melirik pada bosnya. ‘Wah pantas sekali ia sombong, wanita ini saja begitu melihat mukanya langsung bertingkah seperti kucing di musim kawin. Bahkan keadaanku tak terlalu dihiraukan, kan bisa saja aku kekasihnya.’

“Mau makan apa, sayang?” tanya Axel sambil tersenyum ke arah waiters. Pramusaji itu langsung gelagapan, yang membuat Axel menaik turunkan alisnya, seakan mengatakan ‘sudah kubilang, aku populer. Siapa yang tak mau jadi aku?’ 

“Nasi goreng kampung eh village fried rice,” jawab Hana tak peduli tatapan Axel, seraya memilih menu dengan harga dua ratus lima puluh ribu rupiah. Optimis jalan sama bos, berarti ditraktir dan bisa makan mewah sesuka hati.

“Tidak, kau makan caesar salad with grilled chicken saja,” bantah Axel.

“Lah,” protes Hana.

“Kau tidak bisa makan seenaknya dengan-.” Axel memenggal kalimatnya dan menunjuk tubuhnya yang sedang ‘digunakan’ Hana. “badan itu. Aku diet susah payah dengan disiplin tinggi untuk mendapatkan postur tubuh atletis.”

Hana hanya menanggapi perkataan Axel dengan membentuk huruf dengan bibirnya ‘o’ tanpa suara. “Pesan yang itu ya mbak,” ucap Hana patuh mengikuti apa yang dipesan bosnya tadi.

“Dan village fried rice ya,” tambah Axel.

“Lah kok?” protes Hana lagi, kali ini jauh lebih kencang dari yang tadi. 

“Kelihatannya kamu gak jaga makanan sih, jalan sedikit saja kamu sudah ngos-ngosan nih,” sela Axel sambil membuat gesture kehabisan napas. ‘Kapan lagi bisa makan nasi goreng tapi enggak perlu mikirin diet. Yes!’

Hana menatap datar bosnya. ‘Ini orang memang selain fisiknya yang luar biasa, sikap menyebalkannya juga tak kalah hebat.’

“Kenapa enggak suka?”

“Enggak Pak, terserah Bapak saja,” jawab Hana seperti biasa merespon kelakuan bosnya semenjak dua bulan lalu ia menjadi sekretaris si General Manager tampan itu.

Tak berapa lama deretan makanan yang Axel pesan dengan salad untuk Hana sudah siap disantap di atas meja.

“Kejadian yang terjadi sama kita ini diluar nalar pikiran manusia. Jadi dukun mana yang kamu pakai untuk melancarkan aksi aneh kamu ini Han?” tembak Axel yang membuat lawan bicaranya berniat melempar garpu dan sendok salad beserta mangkok-mangkoknya.

“Kan sudah kubilang, Pak. Saya juga enggak tahu. Terakhir pasca bos antar saya pulang. Saya langsung tidur di kos.”

“Malamnya kamu berdoa jadi saya enggak?” tanya Axel lagi.

‘Ya kali! Lebih baik doa jadi arca kali ketimbang jadi Bapak,’ rutuk Hana dalam hati, tapi yang keluar malah kalimat, “tentu tidak, Pak. Bapak terlalu sempurna.” ‘Bangsatnya.’

Mendengar pujian Hana, cuping hidung Axel terlihat kembang kempis.

“Apa karena kamu nangis di basement parkiran? Hantu tukar tubuh jadi kesal.”

Hana menghembuskan napas berat, mengingat hal yang terjadi kemarin malam.

“Atau guna-guna dari pacarmu?”

Rentetan pertanyaan dari Axel membuat ingatan Hana flashback ke satu hari kemarin. Saat malam valentine, tepatnya tanggal 14 Februari, jam tujuh malam.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
Axel bawel juga ya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status