Share

2

Author: Irna631
last update Huling Na-update: 2021-08-06 10:06:34

-sendiriku adalah kenyamananku.

(NAYRA).

*****

Nayra.

Gadis itu sedang berada di pojok perpustakaan, terduduk melamun sendirian.

Benar apa yang diucapkan oleh para teman temannya, karena tempat yang paling sering dikunjungi Nayra adalah perpustakaan. Meski tidak untuk membaca buku, gadis itu memilih perpustakaan adalah untuk menenangkan dirinya.

Kenapa?.

Karena perpustakaan adalah tempat yang paling sepi tanpa suara,yang terdengar hanya lembar an - lembar an kertas yang di balik, tak ada kegaduhan yang membuatnya prustasi.

Nayra menghela nafasnya perlahan, memegang dadanya entah untuk apa.

"Ini kenyataannya, lo itu enggak terlalu berharga, lo harus ingat itu Nayra!" ucapnya pada diri sendiri. Nayra menutup telinganya kuat, suara-suara yang akhir-akhir ini sering ia dengar, sangat memekikan telinga.

"Kenapa harus gue?" ucapnya pelan "kenapa?"

Nayra lelah dengan sikapnya sendiri, seolah dirinya memanglah anak yang cuek dan liar. Pada nyatanya semua orang tak pernah tahu kenyataan yang sebenarnya, yang mereka tahu adalah cara mengungkapkan kesalahannya, mencaci kehadirannya .

"Gue capek kayak gini terus, apa kalian enggak ngerti itu?" gumam Nayra menangkup wajahnya, dengan tubuh yang mula bergetar,dia menangis. Ia teringat dengan semua kata yang sempat ia dengar, cancian bahkan yang menurutnya adalah hinaan.

FLASHBACK.

Disuatu malam, Nayra baru saja pulang kerumah dengan pakaian yang masih lengkap, seragam sekolah. Ia pulang hampir larut malam, bahkan waktu isya sudah terlewat satu jam yang lalu. Dan dengan santai nya Nayra masuk kedalam rumah tanpa mengucap salam sama sekali. Yang pertama kali ia lihat saat masuk adalah kebersamaan keluarganya yang terlihat begitu hangat, tentu saja tanpa kehadirannya.

Nayra mengabaikan mereka, melangkahkan kakinya menuju tangga untuk segera masuk kedalam kamarnya yang berada di lantai dua. Baru satu langkah ia menaiki anak tangga, namanya sudah di panggil, tak lupa dengan tatapan keluarganya seolah-olah mengintimidasi nya. Dan lagi-lagi, Nayra bersikap acuh tak acuh, tatapan itu sudah biasa ia dapatkan.

Bahkan hampir setiap hari.

"Darimana aja kamu Nay?, jam segini baru pulang?, apa kamu enggak punya jam?" Nayra menghela nafasnya, selalu saja seperti ini, bukan umi atau abinya yang bertanya, tapi malah kakaknya.

 RAFKA.

"Dari suatu tempat, jam?,lo mau liat?, Nih!" jawab Nayra sinis sambil melipat tangannya di depan dada, kemudian menunjukkan tangan kirinya yang dilingkari jam tangan hitam.

Kakak laki-laki nya menatapnya dengan wajah marah, tentu Nayra tahu apa yang akan dilakukan kakaknya itu "kakak udah pernah bilang, perempuan enggak baik pulang malam Nayra. Lagian ada acara apa sampai kamu pulang larut malam seperti ini?, apa kamu enggak bisa mencontoh NAURA, pulang sekolah langsung ke rumah tanpa keluyuran dulu kayak kamu! "Marahnya.

Nayra terdiam, jika ia sudah mendengar nama itu, Nayra benar benar tak bisa tinggal diam. Walau perkataan Rafka itu baik untuknya, tapi cara itu salah. Memarahi Nayra bukanlah cara yang baik, tak akan merubah apa yang sudah ada pada Nayra sekarang.

" masalah buat lo apasih?, Mau gue pulang sore, malem sampai pagi pun lo nggak punya hak buat ngelarang gue, lo siapa nya gue?..dan stop nyuruh gue buat kayak adik kesayangan lo itu, gue ya gue, gue enggak mau jadi orang lain..!" ujar Nayra tak kalah emosi.

Apa salah jika dia pulang malam untuk menenangkan diri?. Dia tahu, jika dia berada di dalam rumah cukup lama, maka ia yakin, batinnya tidak akan kuat menerima perlakuan seperti ini setiap hari.

Kakaknya berdiri menatap Nayra "gue kakak lo, gue berhak larang lo apapun itu, jika itu adalah hal negatif!"

Nayra tersenyum sinis "apa?..lo anggap gue adik?..bukannya adik lo itu NAURA ya?..adik kesayangan lo yang cantik, baik, solehah. Apa gue enggak salah denger?..kalau lo nganggap gue adik, kan lo sendiri yang bilang kalau lo enggak suka sama cewek liar kayak gue?..umi sama abi aja enggak mempermasalahkan, lah elo sewot banget sama kehidupan gue.." lagi-lagi Nayra menjawab dan semakin membuat kakak nya marah besar. Sikap Nayra semakin keras.

"Nayra, jika sikap kamu kayak gini terus, kamu terlihat enggak berharga, kamu inget itu Nayra!" teriak kakaknya pada Nayra yang kini sudah melanjutkan langkahnya menaiki tangga "iya iya, semerdeka lo aja!" timpal Nayra dan memasuki kamarnya dengan membanting pintu kamar begitu keras.

FLASHBACK OF.

...

Nayra menghela nafasnya kasar, menghapus bulir bening yang telah membasahi pipinya. Setiap kali ia mengingat semua kejadian menyakitkan itu, tak akan terbendung lagi air mata yang selama ini ia tahan, sungguh lelah ia rasakan. Berkali-kali Nayra menghela nafas, mencoba menetralkan kembali gemuruh sesak di dalam dadanya. Sampai beberapa saat kemudian bel masuk kelas berbunyi, pertanda waktu istirahat berakhir dan mengharuskan nya pergi dari tempat itu. Nayra berdiri, merapikan bajunya dan juga rambutnya, melangkah menyusuri beberapa rak buku dan berhasil keluar dari perpustakaan.

Nayra berjalan menyusuri koridor sendirian, hanya tersisa beberapa orang yang berlalu lalang disana, karena sebagian orang yang lain sudah masuk kedalam kelasnya. Ia kini berada di depan pintu ruang kelasnya, kelas 10 ips 2, membuka pintu kelas itu dan nampak keheningan didalam sana dengan murid-murid yang diam sambil menatapnya.

Nayra terdiam memandangi semuanya"apa?" tanya Nayra 

Mereka yang awalnya terdiam langsung menghembuskan nafas lega.

"Kita kira buk Dewi yang masuk, ternyata lo " ujar salah satu murid yang berpenampilan ala bad boy.

Nayra berekspresi datar dan ber'oh'ria.

"Emang kenapa sama bu Dewi?" tanya Nayra.

" Jangan bilang lo lupa kalau hari ini ada ulangan sejarah?" timpal seorang cewek yang berada di samping bangkunya.

"Gue inget kok!" jawabnya.

"Lah terus, kenapa lo santai aja nanggapin nya?" tambah yang lain.

"Emang gue harus gimana?, sok sibuk kayak kalian?, atau nyalin contekan?, inget buk Dewi bukan tipe  guru yang lengah, dan apa susahnya tinggal jawab soal aja kan?" ujar Nayra santai sambil melangkahkan kakinya menuju bangku kesayangannya, pojok kelas dekat jendela. Nayra suka tempat itu, entah beralasan atau tidak.

-

-

-

Waktu pembelajaran sudah selesai, Nayra sudah berada di depan kelasnya menunggu kepergian para murid SMA PERMATA INDAH, ia tak suka jika berjalan berdesak-desakan, ia memilih pulang terakhir .

Ia tertunduk fokus pada ponsel, sampai ujung matanya menatap sepatu di depannya. Nayra mendongakkan kepalanya, dan langsung menggerlingkan matanya.

"Ngapain lo disini?..bikin mood gue jelek aja " judes  Nayra.

Gadis berkerudung itu adalah salah satu kakak kelas Nayra, gadis yang tadi ia lihat waktu di kantin. Dan jangan lupa bahwa gadis  itu adalah Naura, kakak kedua Nayra,kakak yang selalu menjadi kebanggaan keluarganya.

Tapi, disekolah ini tidak ada satu orang pun yang tahu jika mereka adalah adik kakak, apalagi melihat sikap Nayra yang tak perdulian.

"Aku mau ajak kamu pulang bareng, bang Rafka jemput soalnya!" ucap Naura begitu lembut, berbanding terbalik dengan Nayra bukan?.

Bahkan dari cara berpakaian mereka pun sangatlah berbeda, Naura yang selalu tertutup karena jilbabnya. Tapi Nayra malah menunjukkan keindahan rambut panjang nan  hitamnya .

Nayra mendelikkan matanya malas "ya udah sih, lo pulang aja bareng abang lo itu, apa urusannya sama gue?"

Meski terkadang lelah menghadapi sikap Nayra yang judes, sinis dan dingin, tapi Naura tetap berusaha agar tetap tersenyum di depan adiknya itu.

"Aku kan ngajak pulang bareng!"

"Tapi gue enggak butuh ajakan lo, gue bisa pulang sendiri. inget ya, gue bukan cewek manja kayak lo!" tegas Nayra dan berlalu meninggal kan Naura sendiri dengan tangan terkepal kuat.

Naura yang melihatnya merasa sedih, entah apa yang terjadi pada adiknya itu, dulu Nayra bukanlah sosok seperti sekarang. Dulu Nayra lebih ke manja dan murah senyum, ramah.

"Apa yang membuat kamu berubah kayak gini dek?.. kemana Nayra yang kakak kenal?, Nayra yang selalu ceria, ramah dan menyenangkan?" lirih Naura memandangi kepergian Nayra yang kini sudah tak terlihat lagi.

Sampai dering ponsel membuatnya terhenyak kaget. Naura mengambil ponselnya, melihat sebuah pesan yang baru di terima nya.

BANG RAFKA.

Kamu dimana Nau?..abang nungguin di depan nih

NAU

Otw bang😊

 Naura tersenyum setelah mendapat pesan itu, kemudian berjalan menuju gerbang sekolah, dimana abangnya sudah menunggu.

"Assalamualaikum bang?" Naura masuk kedalam mobil yang sudah disambut dengan senyuman Rafka.

"Waalaikumussalam!" jawab pemuda itu.

Dan detik selanjutnya mobil mereka berlalu meninggalkan sekolah. Tanpa diketahui mereka, Nayra menatap kepergian mereka dengan senyum sinis nya "gue udah bisa yakin kalau gue memang enggak berharga buat kalian!"

*****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Di Penghujung Waktu   66

    Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem

  • Di Penghujung Waktu   65

    Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg

  • Di Penghujung Waktu   64

    Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin

  • Di Penghujung Waktu   63

    Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting

  • Di Penghujung Waktu   62

    ***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan

  • Di Penghujung Waktu   61

    ***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status