"Nayraaaaa...." teriak seseorang dengan suara cempreng, ciri khasnya.
Seorang gadis dengan seragam putih abunya sedang berdiri di ujung lorong kelas dengan 2 orang lainnya. Gadis itu menampakkan wajah panik dan takut, membuat gadis yang dipanggil terdiam memperhatikan, tangan nya terkepal kuat karena kesal.Lagi-lagi perundungan terjadi didepannya, dan sahabatnya yang kini menjadi mangsanya. Nayra geram dibuatnya.
"Sialan banget mereka gangguin sahabat gue!" sulut emosi seorang Nayra menjadi, saat melihat sahabatnya kini menjadi korban bulying. Dengan langkah yang cepat Nayra berjalan mendekati ke-3 gadis yang seumuran dengannya, satu sahabatnya, dua hama yang harus ia basmi kehadirannya. Nayra dengan cepat menarik sahabatnya yang sekarang sudah aman dibalik punggungnya, bersembunyi. sedangkan Nayra kini sudah berkacak pinggang sambil menatap kedua pembuli itu tajam, yang mendapat tatapan itu hanya terkekeh.
"Ngapain gangguin sahabat gue?, lo udah gak betah hidup hah?" tanya Nayra membuat keduanya meringis takut, nada marah begitu jelas terdengar, semua sudah sangat mengenal Nayra, jika gadis itu sudah mulai merasa terganggu, maka dia tidak segan-segan mengajak berkelahi orang tersebut, mau itu laki-laki ataupun perempuan, selama ketenangan atau orang terdekatnya diusik, jangan harap Nayra akan bersikap atau bahkan berkata baik.
"Lo mau pergi dari hadapan gue sekarang, atau lo mau berantem dulu sama gue?" tanya Nayra menantang.
Yang ditantang hanya tersenyum licik ke arah Nayra, seakan ucapannya tak pernah didengar. Bahkan tak perduli dengan ancaman Nayra, yang sudah jelas Nayra tidak akan menarik ulang kata-katanya.
"Ngapain gue harus nurut sama lo, siapa lo disini hah?, jangan macem-macem sama gue deh, jangan jadi so jagoan. Apa gue harus ingetin lo, bahwa ni sekolah milik bokap gue!" jelas gadis angkuh bernama Santia dan satu sahabatnya yang setia,Leni.
Nayra tersenyum sinis "milik bokap lo, bukan milik lo!"
"Lo berani sama gue, dasar cewek liar!" hina gadis itu yang hanya di anggap angin lalu oleh telinga Nayra. Biarkan musuhnya mengoceh, mulut yang nantinya akan menampar kenyataan dirinya sendiri. Hal itu akan membuat malu dirinya tanpa akhir, mulut itu seharusnya di jaga, sekali mengoceh buruk, akan menghasilkan sesuatu yang menyiksa.
"Lo lupa, siapa yang nantang duluan?.. GUE!" jelas Nayra sambil melangkah sedikit mengikis jarak antara mereka.Tia hanya diam, sedangkan Leni sudah menarik tangan gadis angkuh itu untuk pergi menjauh dari Nayra. karena dia tahu, seangkuh apapun Santia, kelahi pasti akan dimenangkan Nayra, dan Tia pun menurut, tepatnya mengunsur waktu "awas lo ya, urusan kita belum selesai!" oceh nya sambil berlalu.
"GUE TUNGGU, BIAR CEPET SELESAI!" teriak nayra membalas.
"Huh dasar!" teriak gadis yang berada dibelakang tubuh Nayra. Nayra yang merasa risih langsung berbalik ke arah sumber suara "lo ngapain sih Vi? Apa urusan lo sama mereka?" tanya Nayra sinis membuat sahabatnya yang bernama vivia itu merinding.
Vivia gadis yang selalu menguntit Nayra kemanapun dia pergi. Gadis yang cukup mengerti dan sedikit peka, tak lupa kacamata yang bertempat di wajahnya, terlihat cupu tapi bukan berarti cupu, memang pada dasarnya mata Vivia kurang melihat dengan jelas.
" slow ae atuh neng ngomongnya,kan gue jadi takut" balasnya.
Nayra memutar matanya jengah "tadi gue cuman jalan, pulang dari toilet, eh ponsel gue bunyi. Gue liat eh ada notif, ya gue chek kan, sampai gue gak sadar terus nabrak tu orang.." gadis itu mulai bercerita, tapi ceritanya kemudian berhenti saat Nayra tiba-tiba pergi begitu saja tanpa mau tahu akhir ceritanya. Tentu saja tidak mau tahu, karena sudah kejadian seperti barusan.
"Woi... kok malah ninggalin gue sih?" teriak gadis itu terdengar kesal dengan kelakuan Nayra.
Nayra tak menghiraukan suara yang meneriakinya, sampai langkahnya terhenti saat kedua sahabatnya yang lain datang menyapa.
"Hai Ra!" seru keduanya.
Yang diketahui namanya bernama Raya dan Rania, gadis yang menjabat sebagai sahabat dari seorang Nayra.
Raya itu sosok yang sedikit cerewet tapi peduli. Sedang Rania, pendiam tapi sangat jahil.
Nayra hanya diam, pandangan semuanya beralih pada gadis yang berjalan dengan ngos-ngosan, melangkah menghampiri mereka dengan wajah kesal berpadu lelah.
"Lo ngapain lari-lari?, ngejar apaan lo hah?"
Vivia menghirup nafas sebanyak-banyaknya, memicingkan matanya kemudian "lah elo Ray, gue masih ngos-ngosan udah ditanya aja, nanti napa, gue istirahat dulu!"
"Gue peduli makanya nanya,ck..menyebalkan!" kesal gadis itu dengan mata mendelik.
"Iya Ray, gue tahu lo peduli, tapi bisakan gak usaha cerewet?, tuh contoh si Nia ,dia diem gak peduli ama gue, tapi tanpa sepengetahuan lo, dia nempelin stiker spongebob di rok belakang lo!" ujar nya sambil terkekeh pelan, begitu pun dengan Nayra, hanya ikut tersenyum saja melihat tingkah jail satu sahabatnya itu, tak berniat menghentikannya pula, biarlah mereka adu mulut, sudah biasa juga.
Mata sinis dari seorang Raya kini beralih menatap Rania, sahabat yang akrab dipanggil Nia itu.
Dan Nia menaikkan kedua tangannya dan menyisakan jari telunjuk dan jari tengah membentuk hurup 'v' sebagai tanda perdamaian.
"Okelah gue maafin kali ini, mumpung gue lagi bae nih!" ucapnya santai.
Semua mengernyitkan alis "ada apa gerangan?, Kok berubah drastis kayak gini?" bingung vivia sambil menatap lekat Raya, sahabatnya, karena barang kali saja kabel sarafnya ada yang putus. Bukan apa, pasalnya Raya sangat mudah terpancing emosi, bahkan masalah sepele pun bisa jadi keributan yang tidak terelakan.
"Otak lo konslet Ray, mau gue minta bener in ke tukang service ga?, Kali aja tu otak perlu di tambel, kemungkinan ada kebocoran Ray!" ujar Nayra seolah meledek, membuat Raya yang mendengarnya mendengus kesal. Raya tak habis fikir pada kawan-kawannya ini, ia emosian di komentari, dia baik pun malah jadi bahan ledekan.
Iyalah biasanya juga kalau dikerjain sama si Nia, udah marah-marah, ngambek seantero jagat, bikin bising satu sekolah sama pertengkaran keduanya.
Raya melirik ke arah Nayra "ucapan lo nyeletit sampe ke usus Nay!" ucapnya dramatis.
"Bilang aja lo laper, gitu aja kok repot!" timpal Nia sambil menahan tawa.
Raya menyengir dan menunjukkan deretan gigi rapihnya "lo tahu aja apa yang gue mau, jadi makin sayang!" kata Raya sambil memeluk Nia erat.
"Ya udah, kuy ke kantin!" ajak Nia pada ke tiga teman nya, yang kini sudah beriringan berjalan menuju kantin, dan dengan celotehan ringan mereka disepanjang koridor.
-
-
-
"Lo mau pesan apa Nay?" tanya Raya yang sudah berdiri untuk memesan pesanan mereka. Nia dan Via mudah mengatakan pesanan nya, dan yang terakhir adalah Nayra.
"Jus lemon aja!" ucap Nayra tanpa mengalihkan pandangannya dari ponsel yang sedari tadi dipegangnya, entah ada hal menarik apa didalam sana, selalu membuat Nayra tak berpaling.
" Oke " seru Raya kemudian berjalan ketempat para pedagang.
..
"Lo mah, selalu aja pesen jus lemon, sikap lo udah kecut, makin kecut dah!" ejek Via pada Nayra, gadis itu hanya menatap Via sebentar dan kembali fokus pada ponselnya. Via memberengut kesal, pasalnya jika Nayra sudah anteng dengan benda kesayangannya, maka kata-kata ejekan apapun tak akan mempan bagi gadis itu, Nayra akan tetap stay dengan benda tipis ditangannya.
Merasa penasaran, Via sedikit mengintip kearah ponsel Nayra.Tapi Nayra lebih dulu tahu dan langsung menutupi ponselnya "lo ngapain ngintip-ngintip segala?" tanya Nayra datar.
Via memanyunkan bibirnya "abisnya gue kepo banget, setiap kali lo pegang hp, pasti kita pada dianggurin, ada apa sih?" Kesal Via .
Nayra menghela nafasnya dan menyimpan ponselnya kembali ke saku bajunya.
" enggak ada apa-apa!" ujarnya santai.
Satu teman yang sedari tadi menatap obrolan mereka hanya bisa tersenyum "udah tahu si Nay itu misterius, masih aja lo kepo-in!" kekeh Nia .
"Ya namanya juga kepo!" balasnya lagi..
Beberapa detik mereka diam satu sama lain, sampai Raya datang dengan beberapa makanan di nampan yang sedang dipegangnya.
"Nih pesanan kalian,Via-batagor,Nia-mie goreng, dan Nayra-minuman masam,selamat menikmati nona-nona.." ujar Raya senang yang kemudian ikut bergabung dengan jus strawberry miliknya.
Semuanya sibuk dengan makanan dan minuman masing-masing, mereka tak sadar bahwa tangan Nayra kini sudah terkepal kuat di samping gelas jus lemonnya. Pandangannya mengarah ke pintu masuk kantin, menatap kehadiran seseorang yang benar-benar selalu membuatnya marah, gadis cantik berkerudung denga kedua temannya yang baru saja masuk . Menatap gadis yang sedang tersenyum bahagia, bercanda tawa bersama para sahabatnya. Tatapan mereka bertemu, gadis yang dilihatnya kini tengah tersenyum ke arahnya sambil melambaikan tangan.
Cepat saja Nayra memalingkan wajahnya, berdiri dan berkata "gue duluan" ujarnya menyimpan uang untuk membayar minuman nya dan pergi meninggalkan ketiga sahabatnya yang masih asik makan.
Nayra berjalan melewati beberapa orang murid, sampai ia berpapasan dengan gadis berkerudung yang telah membuatnya tidak berselera menjalani hari.
"Nay?" sapa gadis itu ramah, tapi tak digubris sama sekali oleh Nayra. Yang disapanya malah memalingkan wajah, mengibaskan rambut pajangnya,dan berlalu begitu saja.
"Idiiih, sok cantik banget tuh orang, tipe adik kelas yang nggak sopan!" ucap Sisi, sahabat si gadis berkerudung.
"Iya,sok banget!" ujar teman nya yang lain.
Si gadis berkerudung hanya tersenyum"udah, enggak papa kok, biarin aja!" ujarnya dengan senyum yang masih melekat.
"Kalau ada adik kelas yang kaya gitu, enggak sopan, jangan dibiarin gitu aja Nau, dia harus diajarin tatakrama sama sopan santun!" ujar Rara tak suka.
"Setiap orang memiliki sifat yang berbeda beda Ra, begitu juga kamu!" ujar Naura.
Sisi tersenyum"si bawel!"
Rara memberengut kesal.
Sedangkan yang terjadi pada teman-teman Nayra, mereka hanya diam menatap kepergiannya. Raya, Nia,dan Via sudah terbiasa dengan kelakuan Nayra, mereka selalu dibuat melongo dengan banyak pertanyaan. Sering sekali satu sahabatnya itu pergi tanpa alasan, dan meninggalkan mereka.
"Kebiasaan banget tuh anak!" ucap Raya. Kedua temannya mengangguk menyetujui.
"Nanti kita susul, dia enggak akan pergi jauh-jauh, paling ke perpustakaan!" ucap Nia, mereka kembali menikmati makanan didepannya.
*****
Di keluarga tuan Karim. Sepi. Tak ada sedikitpun pembicaraan diruang keluarga. Abi Karim, umi Aminah, dan Naura hanya mengarahkan pandangannya ke arah tv yang sedang menayangkan sebuah acara show.Suara dari tv tersebut yang meramaikan ruang keluarga. Setelah kepergian Nayra, Naura hanya diam tak terlalu peduli, apalagi ia tahu hal itu saat dimeja makan kemarin malam, yang tidak disangkanya adalah bahwa Nayra pergi hari ini. Hati kecilnya merasa damai, tak perlu lagi dirinya sok baik didepan banyak orang, apalagi pura-pura perduli dan perhatian.Keadaan rumah seolah tenang tanpa ada hal yang membuat berantakan, percekcokan atau hal yang memusingkan seperti saat ada Nayra.Selama ada Nayra pun, Naura tak terlalu dekat dengan adiknya itu, lebih memilih masing-masing. Naura tak menyukai Nayra karena sang kakak selalu lebih memperhatikan Nayra dari pada dirinya, walau dari matanya sang kakak begitu jahat pada gadis itu. Belum lagi banyak orang yang menyangkut pautkan nya denga Nayra, mem
Seorang pemuda tampan sedang termenung di kesendiriannya. Merindukan seseorang yang belum lama dikenalnya tapi sudah terasa amat berharga bagi dirinya. Ia tahu, rasa rindu itu tak dapat dihilangkan. Menemui nya seperti mustahil. Gadis yang dirindukannya kini sudah terlalu jauh dari pandangannya, bagaimana ia bisa melepas rindu sebebas sebelumnya. Perempuan yang telah mengambil hatinya pergi entah kemana.Tak tahu pindah kemana. Dimana gadis itu sekarang? Ingin sekali ia menemuinya. Bertemu dengan gadis pujaannya. Ia ingin melihat senyumnya, dan kemudian memeluk gadis itu seerat mungkin. Terakhir kali bertemu saat gadis itu menemui sahabatnya, ia hanya melihat sekilas sebelum gadis itu benar-benar pergi, menatap matanya yang terlihat berat untuk melangkah menjauh. Hati pemuda itu terluka saat gadis pujaannya hanya melambaikan tangan perpisahan. Andai ia mampu untuk menahannya. Kalau iya dia bisa, dia akan menculiknya dan mengurungnya dirumah keluarganya supaya gadis itu tak perg
Dzul duduk di bangku taman dengan Vivia disampingnya. Pemuda itu sibuk melepas dasi dan seragam untuk dikeluarkan. Vivia tidak bersuara, gadis itu hanya termenung memikirkan hal yang terjadi. Tentang Nayra, persahabatannya dengan Santia, juga tentang Dzul yang ternyata kakak dari Santia.Vivia melirik Dzul sekilas, ingin menanyakan banyak hal pun tak berani, berakhir Vivia hanya menunduk dan terdiam. Hingga kemudian Fikri datang dengan sekantung keresek makanan dan minuman.Fikri berjalan mendekati keduanya "nih!" Fikri menjulurkan bawaannya pada Dzul, pemuda itu dengan cepat menerimanya, melihat isinya dan mengambil satu botol air mineral. Dzul melirik Vivia dan memberikan kantung tersebut kepada gadis itu, Vivia menerimanya ragu.Fikri yang melihatnya kesal sendiri, dia kesini untuk mendengar penjelasan dari Dzul, bukan untuk melihat adegan menjijikan sok malu-malu kodok begitu.Fikri melipatkan tangannya sejajar dada bawah "jadi gimana?, gue masih butuh penjelasan!"Dzul menggerlin
Vivia terkejut.Siapakah dia?.---Seorang pemuda rapih berdasi datang menghampiri pertikaian antara Santia dan Vivia. Berdiri kokoh didepan Vivia seolah melindungi. Semua pasang mata penghuni kantin tak mau ketinggalan, fokus mereka tentu pada pembicaraan Santia, sang primadona sekolah."Gue rasa mulut lo gak pernah disekolahin. Percuma lo sekolah sampe SMA kalo gak punya adab. Tu mulut di jaga. Jangan sok tahu sama kehidupan orang. Lo pikir lo lebih baik?" sulut pemuda itu membuat santia kicep.Tangan sudah terkepal, Santia tak suka di bantah. Tak suka dipermalukan seperti sekarang. Dia anak pemilik sekolah, dirinya sudah pasti harus dihormati kalau mereka tidak mau dirinya mengadu pada sang ayah."Lo gak pantes ngomong gitu sama gue ya. Lo belum tahu gue. Lo siapa disini?. Ooooh, lo mau jadi pahlawan?. Suka sama cewek dibelakang lo, sicupu berkacamata itu?" balas Santia seraya tersenyum sinis dengan tangan menunjuk Vivia yang berada dibelakang pemuda itu. Ejekan tak pernah terting
***Dzul, pemuda tampan tak rapih itu memasuki kelas dengan malas. Dzul menghembuskan nafas kasar saat melihat suasana kelasnya yang ramai dan berbisik dari sebagian siswa yang sedang asyik bermain game bersama. Beralih pada pojokan yang dipenuhi para gadis yang sedang maraton drakor. "Kayaknya gue yang aneh nih. Masa cowok ganteng plus keren kayak gue masuk kelas yang anak-anaknya cupu. Ngedrakor sama ngegame pada gak ngajak, kan guenya jadi kesel!" gerutunya dengan penuh percaya diri.Dengan terpaksa Dzul mendudukkan dirinya disamping sahabatnya, Fikri. Pemuda itu belum ngeuh jika sang sahabat sedang merenung."Fik?" panggilnya, tangannya sibuk mengeluarkan ponsel dari tas.Fikri tak menjawab. Pemuda itu sedang bertopang dagu seraya menghembuskan nafas kasarnya berkali-kali. Menatap malas orang-orang disekitarnya. Fikri bahkan malas walau untuk bernafas.Jiwa seorang Fikri sedang berkelana entah kemana. Sosok pemuda ini biasanya tak mau diam. Selalu saja menyempatkan waktu berjalan
***Seorang pria paruh baya berpeci putih yang sedang bersantai diruang keluarga itu mengambil ponsel yang terus bersuara. Beliau mendekatkan ponsel tersebut ditelinga."Halo, Assalamualaikum?"..."Tumben telepon ane, ada apa nih?"...."Oooh.. Anak ente mau pesantren kesini?. terus kenapa ente telpon?. Emangnya enggak ente anter kesini?" tanya beliau seraya menyeruput teh manis dingin yang disediakan istrinya....."Oh,iya iya. semoga aja anak ente mau berubah kalau sudah pesantren disini ya!" obrolnya entah dengan siapa...."Sama-sama, waalaikumussalam"....Pri paruh baya tersebut kembali menyimpan ponsel di atas meja, menghela nafasnya dan menyeruput lagi teh yang ada di hadapannya."Siapa bi?" tanya seorang wanita cantik