Share

3

Jangan ceritakan,cukup diam dan rasakan

(NAYRA)

****

Nayra berbaring di atas tempat tidurnya, menatap langit-langit kamar yang tak memiliki keistimewaan sedikit pun, tapi entah kenapa Nayra begitu nyaman memandanginya. Dia merasakan tubuhnya teramat sangat lelah, padahal disekolah pun ia tak melakukan aktifitas yang aneh, hanya diam di kelas, kekantin dan perpustakaan,tak ada lagi kegiatan lain. Bahkan pulang sekolah pun ia langsung kerumah, untuk pertama kalinya ia seharian didalam rumah,yang ia rasakan hanya kebosanan. Biasanya, dia akan pulang terlambat, atau pulang untuk mengganti pakaian dan kembali keluar bersama teman-temannya. Lebih memilih menghabiskan waktunya diluar rumah, bermain atau kesuatu tempat hingga larut malan.

Tok..tok..tok..

Suara ketukan di pintu membuat pandangan Nayra teralihkan, ia bangun dari baringnya dan berjalan gontai untuk membukakan pintu.

"Apa?" tanya Nayra datar.

"Udah waktunya makan malam, kamu udah isyaan kan?" tanya Naura.

Nayra mendelikkan matanya "harus banget ya gue jawab?" jawab Nayra.

Naura diam dan menggelengkan kepalanya, memaklumi karena sudah terbiasa. Kadang Nayra enggan walau untuk membuka pintu, tapi hari ini adiknya itu mau membukanya.

"Umi,abi sama bang Rafka udah nungguin, ayok kita ke bawah?" ajak Naura.

"Heemm.." gumam Nayra malas.

Mereka menuruni tangga dan berjalan kearah dapur yang dimana keluarga nya sudah berkumpul , dan dengan kehadiran Nayra,keluarga sudah komplit.

"Assalamualaikum!" salam Naura saat memasuki ruangan dapur, sedangkan Nayra langsung menempati tempat duduknya.

"Waalaikumussalam" jawab abi,umi dan Rafka. Naura pun ikut duduk disamping Nayra.

Nayra dengan lancangnya langsung saja mengambil nasi dan lauk pauknya, tanpa disadari mata semua orang sedang mengarah padanya, apalagi tatapan Rafka yang tak suka. Nayra tidak terlalu memperdulikan, dia lebih sering makan sendirian, sesudah atau sebelum keluarganya, dia bahkan merasa tidak nyaman jika berkumpul seperti ini. Walau ingin, tetap saja dirinya harus berhati-hati jika tidak ingin perdebatan kembali menghancurkan suasana. Bisa dihitung jari berapa kali dia ikut makan bersama, dan malam ini untuk kesekian kalinya.

"Nay, kita berdo'a dulu ya" ucap umi Aminah dengan lembut kepada Nayra.

"Gak sopan banget sih jadi perempuan!" sindir Rafka pada Nayra.

Nayra menatap sinis ke arah Rafka dengan tangan terkepal di bawah meja. Ingin rasanya Nayra menggebrak meja dan mengucapkan kata umpatan untuk pemuda di seberang mejanya jika saja tidak ada abi dan uminya.

"Lo nyindir gue?"

Rafka menatap Nayra "emang iya, kamu ini perempuan enggak punya sopan santun. kalau mau makan itu berdo'a dulu,dan jangan mendahului abi,kamu ngerti?" jelas Rafka.

Nayra bersiap-siap membalas Rafka tapi suara abi berhasil menghentikannya.

"Sudah-sudah, kalian ini sudah besar, kenapa selalu saja ribut. ini itu di meja makan, enggak baik berantem di depan rezeki!" ucap abi Karim, membuat semuanya terdiam.

Nayra bangkit dari duduknya "mau kemana Nay?" tanya umi Aminah.

"Nay sudah kenyang mi, Nay mau ke kamar saja" jawab Nayra dan berlalu meninggalkan dapur. Langkah itu begitu cepat, hentakan pintu terdengar begitu keras kalau Nayra sudah berlalu memasuki kamar.

Umi Aminah menatap Rafka "bang, kalau bicara sama Nayra jangan keras kayak gitu, nanti Nayra malah semakin berubah" ujar umi pada Rafka.

"Tapi mi, Nayra harus tahu mana sikap yang benar dan yang salah,dia sudah keluar batas" ucap Rafka mengingatkan.

"Astagfirullah, berhenti bicara, sekarang kita lanjutkan makan malamnya" timpal abi.

Rafka terdiam, umi tertunduk mengingat Nayra yang belum sempat makan sedikit pun. Sedang Naura hanya diam karena tidak tahu harus berbuat apa, ini sering terjadi jika Nayra ikut bergabung, keributan dimeja makan dengan Rafka.

 Dan makan malam pun berlalu tanpa kehadiran Nayra di dalamnya.

-

-

-

Nayra duduk di kursi meja belajar nya, tanganya dengan lihai memegang pulpen dan menuliskan kata perkata di atas buku dairy nya,menyalurkan semua keresahan, keluh kesah,dan sakit hatinya selama ini.

Mungkin iya dia memiliki sahabat,tapi tak selamanya setiap hal harus di ceritakan, ada kalanya masalah itu di simpan dan dirasakan oleh diri sendiri. Begitu lah Nayra,cukup dia dan tuhan yang tahu bagaimana perasaannya selama ini.

Hidupnya mungkin melalui jalan yang salah, tapi banyak hal yang tak pernah diketahui orang lain, bahkan keluarganya sekalipun.

Nayra menghentikan tulisannya, menutup bukunya dan menyimpannya kedalam tas sekolah. Beranjak dan kemudian berbaring di atas ranjang empuknya, menyelimuti tubuhnya sampai dada, tangannya ia gunakan sebagai bantalan kepalanya, matanya menatap ke arah langit-langit kamarnya.

"Kenapa aku selalu salah dimata mereka ya allah?, mereka melihat perubahanku, tapi mereka tak pernah menanyakan satu alasan pun tentang kenapa aku berubah seperti ini. Apa benar mereka memang sudah tak perduli lagi?" gumam Nayra dengan suara lirihnya.

Kreket

Telinga Nayra mendengar sesuatu, ia mengalihkan pandangannya ke asal suara.pintu kamarnya terbuka, dengan cepat Nayra merubah posisi tidurnya jadi menyamping, tubuhnya ia tutup dengan selimut sampai leher, ia tutup matanya seolah ia benar-benar tidur.

Nayra merasakan ada pergerakan pada tempat tidurnya, ia yakin ada seseorang. Dan setelah itu satu elusan lembut mendarat di kepalanya, kehangatan yang sudah sangat ia rindukan sejak lama.

"Nay, umi rindu Nayra yang dulu, kenapa puteri umi jadi berubah seperti ini?, bahkan umi seolah tak mengenalinya, Umi rindu sayang, kembalilah!"

Itu adalah umi Aminah, beliau sengaja mendatangi kamar Nayra. Beliau merasa khawatir pada puterinya itu, pasalnya Nayra belum makan malam, beliau tak ingin Nayra sakit .

Kini beliau hanya bisa melihat Nayra yang sudah terlelap,mengelus kepalanya di waktu Nayra sudah tidur.

Kenapa?

Karena umi merasa Nayra yang dikenalnya ada saat Nayra tidur,bukan orang lain saat Nayra bangun dengan wajah sinis nya, dengan sikap yang keras tak mau diatur.

"Tidur yang nyenyak ya sayang, assalamualaikum!" bisik umi di telinga Nayra kemudian berjalan keluar kamar dan menutup pintunya kembali .

Setelah umi Aminah berlalu, tiba-tiba tubuh Nayra bergetar, ia merubah posisinya menjadi duduk, menatap pintu yang kini sudah tertutup, kemudian menangkup wajahnya dan menangis tanpa suara .

"Hiks.. hiks.. Ini sulit untuk Nay mi,sebenarnya Nay sudah lelah dengan hal ini hiks..hiks.. Tapi Nay seperti ini karena kalian, karena ketidak adilan yang kalian beri untuk Nay. mungkin akan sulit bagi Nay untuk kembali, Nay yang sekarang bukanlah Nay yang dulu, Nay tidak mau disuruh untuk menjadi seperti Naura, Nayra tetaplah Nayra mi" ucap Nayra disela tangis nya. Rasa sakit dan sesak menjalar dirongga dadanya, perasaan yang kini sering menghadirinya.

Nayra menghembuskan nafasnya,menghapus air matanya, bangun dari tempat tidurnya, melangkah dan membuka pintu menuju balkon.

Nayra berdiri di balkon, menatap langit yang terlihat jelas dari arah kamarnya. Langit begitu cerah hari ini, bintang-bintang berkelip begitu jelas, tanpa sadar Nayra menyugingkan bibirnya tersenyum .

"Malam, aku sangat menyukaimu, kenapa?, karena kamu memberikan sisi ruang ketenangan dan kedamaian untukku, menghilangkan duka dan kesedihanku dengan hembusan angin malam mu yang menerpa tubuh dan wajahku"

"Yaa Allah. Terimakasih karena engkau menciptakan malam, karena hal itu menjadikan kehidupanku terasa damai" ujar Nayra sembari menatap langit. Bulir bening turun secara bebas melalui pipinya, dengan cepat ia hapus air mata itu, sudah cukup untuk malam ini, masih ada hari esok, berharap jauh lebih baik dari sekarang.

Merasa angin malam mulai masuk lebih dingin, Nayra memilih untuk kembali masuk kedalam kamarnya dan menyegerakan diri untuk tidur.

Karena di beberapa jam berikutnya,tak ada yang tahu, bahwa Nayra selalu melakukan satu hal yang tak pernah ia tinggalkan.

****

-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status