Mag-log inSean Fernandes begitu marah setelah mengetahui bahwa selama ini ada rahasia besar yang ditutupi Tuan Jusuf dari dirinya. Meski Sean tahu Tuan Jusuf sudah sangat bermurah hati membesarkan dirinya dan memberikan kepercayaan perusahaan padanya yang hanya terlahir dari rahim seorang wanita malam, tapi menutupi rahasia besar yang bisa menghancurkan seluruh nama Mananta juga sudah sangat keterlaluan. "Aku menyembunyikan ini darimu demi kebaikan kita semua. Kau adalah anak yang tumbuh dengan loyalitas tapi juga disiplin yang tinggi. Jika kau tahu sepupumu terlibat dalam bisnis gelap, aku tidak yakin apakah kau akan tetap berdiri di pihak keluarga atau malah sebaliknya." Perkataan Tuan Jusuf tadi pagi bukan hanya sekedar menyampaikan keraguannya terhadap loyalitas Sean, tapi juga peringatan bahwa dengan ia memberi tahu rahasia besar itu maka Sean harus menyimpan apa yang sudah ia ketahui sampai mati. Sekali lagi Sean tahu bahwa sampai kapan pun ia tidak akan pernah sebanding dengan Re
Clara merasa jika dirinya adalah istri paling beruntung yang bisa memiliki seorang suami seperti Regan Oliver Mananta. Bukan hanya karena fisik dan latar belakangnya saja yang akan membuat semua perempuan iri pada keberuntungannya, tapi juga karena sikap manis yang selalu pria itu tunjukkan. Pagi ini saja Ketika Clara baru membuka mata, Regan langsung menyambutnya dengan ucapan selamat pagi dan ciuman hangat di dahi. Pria itu juga sepertinya sudah mandi karena pakaiannya sudah sangat rapi dan aroma cologne yang khas tercium dari tubuhnya yang tampak segar. “Aku bangun kesiangan, ya?” tanya Clara begitu melihat cahaya matahari yang masuk melalui celah gorden yang masih tertutup. Biasanya ia tidak bangun sesiang ini, tapi karena semalam tidur menjelang subuh, ia jadi bangun jam 08.15.“Yang penting kamu bangun dengan kondisi baik.” Regan juga mengelus pipi Clara dengan sangat lembut karena sepertinya ia benar-benar tidak mempermasalahkan jam berapa pun Clara akan bangun. Clara hanya
Malam sudah sangat larut ketika Regan kembali ke kamar dan mendapati Clara yang masih duduk di sofa dengan sebuah buku di tangannya. Perempuan cantik itu hanya mengenakan gaun tidur dari kain sutra yang sangat tipis. Regan berjalan mendekat namun Clara rupanya terlalu fokus sampai tidak menyadari kedatangannya. “Kenapa belum tidur, Bee?” tanya Regan sambil ikut duduk di sebelah Clara yang akhirnya menyadari kehadiran dirinya dan langsung menurunkan buku di pangkuan. “Aku menunggumu. Kamu bilang cuma pergi sebentar, tapi ini sudah hampir jam dua malam.” Protesnya. “Maaf... Tiba-tiba ada urusan mendesak yang tidak bisa kutinggal.” Regan tidak mengatakan jika ia harus mengurus Edward dulu di ruang bawah tanah. Setelah melempar Clara dengan keji ke jalanan, Rico berhasil mengejar Edward dan membawanya ke tempat di mana Regan biasa menyiksa mangsanya. Tadinya ia ingin membunuh pria gila itu malam ini, tapi ternyata para tetua Oliver tidak memberi ijin dan Regan juga tidak mau me
Sudah lama sekali rasanya Rose tidak menyiapkan makanan dalam porsi banyak untuk empat orang. Ia selalu berdoa agar suatu hari meja makan itu penuh dengan hidangan dan malam ini doanya telah dikabulkan Tuhan ketika Tuan Jusuf, Tuan Muda Sean, Tuan Muda Regan dan satu-satunya nonanya, Clara duduk di kursi meja makan menikmati domba panggang yang sengaja ia pilih untuk menghangatkan perut di musim hujan. Daging domba itu terasa begitu empuk saat Clara memasukkannya ke dalam mulut, seratnya mudah terurai, menghadirkan rasa gurih yang pas dengan aroma rempah yang lembut dan menghangatkan perut. “Ini benar-benar enak. Apa Bibi yang memasaknya?” tanya Clara pada Rose yang berdiri tidak jauh dari meja makan. “Saya senang kalau Nona menikmatinya,” balas Rose tersenyum. “Aku saaangat menikmatinya. Apa aku boleh tambah?” “Tentu.” Rose memberi isyarat pada pelayan untuk memberikan daging domba baru. Saat pelayan itu mengirisnya menjadi potongan-potongan kecil yang rapi, Clara menung
Rumah keluarga Mananta ternyata jauh lebih besar dari apa yang sempat Clara bayangkan. Bangunan rumah itu menjulang dengan garis-garis arsitektur tegas dan bersih, memadukan beton ekspos, kaca raksasa, dan panel logam gelap yang berkilau elegan di bawah cahaya matahari. Dari kejauhan, bentuknya mengingatkan Clara pada kastil masa depan yang kokoh, berwibawa, dan terasa tidak mudah ditembus.Begitu Regan membawanya masuk ke dalam, Clara kembali terpukau dengan apa yang menyambutnya. Ruang utama rumah itu memiliki langit-langit menjulang tinggi dengan pencahayaan tersembunyi yang memancarkan cahaya lembut dan mahal. Lantai marmer putih berpola halus memantulkan bayangan pilar-pilar ramping berlapis baja dan kaca. Tangga melayang dengan pagar transparan menghubungkan lantai demi lantai, menegaskan kesan futuristik dan berkelas.Ada sekitar sepuluh pelayan yang menyambut kedatangan mereka dengan berbaris rapi di sepanjang pintu masuk. Rasanya aneh dan tidak nyaman untuk Clara yang kehilan
“Kondisi seperti ini memang bisa terjadi setelah cedera otak yang cukup berat,” jelas dokter Alex dengan suara tenang. “Ingatan tentang orang-orang terdekatnya bisa terblokir sementara. Ini cara otak melindungi dirinya sendiri dari trauma yang terlalu besar.” Raut wajah semua orang di ruangan itu kian suram terutama dua pria tampan yang Clara tidak ingat siapa mereka, namun Clara sendiri justru tidak tahu harus memasang ekspresi seperti apa karena untuk saat ini perasaannya hanya sedang bingung. Jusuf menatap Clara yang sedang memainkan jemari tangan dalam diam, sebuah kebiasaan lama ketika gadis itu sedang bingung atau kesal. Clara telah melalui banyak peristiwa buruk sehingga otaknya memilih untuk melupakan rasa sakit, dan Jusuf berpikir bahwa itu adalah cara terbaik agar Clara bisa memulai kembali hidupnya dari awal lagi. “Jangan takut, Nak, kami di sini adalah keluargamu.” Tutur Jusuf ramah. Clara sepertinya pernah melihat pria tua itu entah di mana. Tapi ia yakin satu







