Adzan subuh berkumandang, beriringan dengan ayam jantan yang berkokok menandakan hari baru telah dimulai.
Seorang laki-laki berperawakan tinggi tegap dengan rambut panjang sebatas bahu, berjalan menyusuri jalan komplek yang masih sepi, dipundaknya bergantung sajadah berwarna hijau, sejuknya embun yang berjatuhan dari pucuk dedaunan menambah aroma subuh kian terasa.
Laki-laki itu terus berjalan membelah jalanan yang sepi, terkadang dia berpapasan dengan pedagang keliling yang hendak pergi kepasar, terkadang bersalaman dengan sesama jamaah masjid komplek.
"Assalamualaikum, Mas Erlangga." Sapa seorang bapak tua yang hendak pergi ke masjid, dia baru saja keluar dari dalam rumahnya. Erlangga menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke sumber suara.
"Waalaikumsalam pak Aci." jawab Erlangga disertai dengan senyuman menawannya.
"Mas erlangga ini, rajin sekali, semenjak Mas erlangga tinggal dikomplek sini, jadi banyak warga yang mau sholat berjamaah di masjid." Ucap pak aci pada Erlangga, sambil menutup pagar rumahnya.
"Bapak terlalu berlebihan, itu bukan karena saya, tapi Karena Allah telah menggerakkan hati mereka." Kata Erlangga sambil meneruskan langkahnya menuju masjid bersama dengan Pak Aci.
"Tidak ada asap jika tidak ada api, hati mereka tergerak karena suara dan ucapanmu, menggugah hati mereka walau itu juga dengan kuasa Allah, kamulah yang ditunjuk Allah untuk menggerakkan hati mereka." Kata Pak Aci
Mereka melepas sandal yang mereka kenakan dipelataran masjid, kemudian melangkah bersama masuk ke dalam masjid. Mereka kemudian langsung menuju ke shaf sholat, berjajar dengan jamaah lain yang telah terlebih dahulu tiba di dalam masjid.
Setelah selesai melakukan sholat masjid berjamaah, seperti kebiasaan sebelumnya mereka bermurajaah dengan dibimbing oleh Erlangga.
Suara Erlangga yang lembut membuat siapa yang mendengar pasti akan terhanyut karenanya, jadi wajar saja semenjak Erlangga yang memimpin murajaah banyak warga yang ikut berjamaah kala subuh, terlebih lagi para jamaah perempuan, mereka berlomba-lomba merebut hati Erlangga, bahkan ibu-ibu komplek banyak yang terang-terangan meminta dirinya untuk dijadikan menantu mereka.
Namun Erlangga hanya tersenyum dan menangapi dengan sopan perkataan para gadis dan ibu-ibu yang menginginkan dirinya.
Matahari kian tinggi menampakkan sinar keemasan yang menyilaukan mata, namun menghangatkan jiwa setiap insan yang berada dibawahnya.
Sepulang dari masjid Erlangga memasak sarapan untuk dirinya sendiri kemudian bersiap menuju bengkel miliknya. Bengkel yang ia bangun dengan kerja keras dan kesabaran yang luar biasa. beberapa kali keluarganya ingin menghancurkan usahanya namun dia tetap bersabar dan tegar menghdapi semuanya.
Kesalahpahaman yang terjadi antara dia dan keluarganya membuat dia harus pergi meninggalkan rumah orang tuanya tanpa membawa apapun kecuali barang pribadi hasil kerja kerasnya.
Dan karena kesalahpahaman itu pula hingga kini ia lebih memilih hidup sendiri, dan tak memikirkan untuk mencari pendamping hidup, dia benar-benar memasrahkan jodoh ditangan Allah, karena dia yakin jodoh akan menemukan jalannya sendiri, sejauh apapun kita melangkah jodoh pasti bertemu. hanya doa yang selalu ia panjatkan agar saat jodohnya tiba dia benar-benar siap dan pantas untuk gadis itu.
Erlangga Adi Kusuma, seorang putra konglomerat yang terkenal di kota Jakarta, memilih jalan hidupnya sendiri dengan masuk ke dalam sebuah pesantren dari dia masih SMU hingga lulus kuliah.
Karena kelakuannya ini, dia sering di jauhi oleh kakak-kakaknya yang menganggap dia sebagai anak yang udik dan kampungan, walau tak dapat dipungkiri bahwa Erlangga mempunyai kecerdasan diatas kakak-kakaknya serta paras tampan menawannya membuat kakaknya sering merasa minder jika didekatnya, padahal mereka dilahirkan dari rahim yang sama dan ayah yang sama.
Erlangga memutuskan untuk hijrah ke daerah Yogyakarta, dan memulai usaha bengkel kecil-kecilan dengan uang yang ia miliki. Tinggal di komplek perumahan sederhana namun tak jauh dari masjid, itu sudah sangat cukup untuknya.
Erlangga menjalani hari-harinya penuh dengan kesederhanaan, bahkan orang-orang disekelilingnya tidak ada yang mengetahui siapa Erlangga sebenarnya, mereka hanya tahu jika Erlangga berasal dari jakarta, dan lulusan dari sebuah pesantren.
Pagi ini Erlangga sudah bersiap-siap untuk pergi ke bengkelnya namun langkahnya terhenti ketika menemukan dua sahabatnya semasa di pesantren berdiri di depan pintu. Beberapa menit kemudian Erlangga memeluk dua sahabatnya itu erat.
"Assalamualaikum, Ngga." Sapa Joko dan Yanuar secara bersamaan.
"Waalaikumsalam, ayo masuk." Jawab Erlangga sambil menarik sahabatnya masuk ke dalam rumahnya.
"Mau minum apa? Kopi apa Teh?" Tanya Erlangga pada kedua sahabatnya.
"Kopi, biar seger." Jawab Joko.
"Oke, tunggu sebentar." Kata Erlangga sambil melangkah ke dapur untuk membuat kopi.
Tak berapa lama, Erlangga sudah keluar membawa nampan yang berisi tiga cangkir kopi, dan tempe goreng sisa sarapannya tadi.
"Ayo diminum selagi masih panas, dicobain tuh tempe kemul yahud bikinan saya." Kata erlangga percaya diri.
"Kamu apa kabar, Ngga? Maaf kami baru sempat datang menjengukmu disini." Kata Yanuar setelah selesai menyesap kopinya, kemudian meletakkan gelasnyab kembali ke atas meja.
"Alhamdulilah kabarku baik. bagaimana dengan teman-teman yang lain, Syarif dan Muaz?" Erlangga menanyai balik kedua sahabatnya.
"Alhamdulilah mereka juga baik, maaf Ya, Ngga... benar-benar aku tak menyangka Sari akan berbuat nekat padamu, kami minta maaf karena tak bisa membantumu waktu itu." Kata joko penuh penyesalan.
"Sudah lah, itu sudah berlalu, saya juga udah melupakannya, itu juga bukan salah kalian." Ujar Erlangga menenangkan kedua sahabatnya.
"Untung kamu langsung bersikap tegas, jadi kamu bisa keluar dari jerat Sari." Kali ini Yanuar yang berbicara.
"Ya Alhamdulilah Allah membantuku waktu itu, jadi aku berani bicara jujur pada keluargaku walaupun mereka tidak memepercayaiku."
"Sabar ya Ngga." Ucap Joko.
"Iya, aku benar-benar sudah ikhlas mungkin ini memang takdirku." Ucap Erlangga.
"Oya, Ngga, lalu apa pekerjaanmu sekarang?" Tanya Yanuar
"Aku membuka bengkel kecil-kecilan. lumayanlah untuk menyambung hidup."
"Sudah punya karyawan?" Tanya Joko.
"Mana saya mampu mengaji mereka, Jok." Kata Erlangga sambil terkekeh.
"Aku boleh kerja sama kamu? yang penting aku bisa makan, dan punya tempat tinggal gratis." Ujar Joko sambil nyengir.
"Serius kamu, Jok?"
"Ya seriuslah, masa aku mau numpang di rumah Yanuar terus sih, kan saya ga enak sama istrinya, maklum saya baru kena PHK." Ucap joko serius.
"Okelah, kamu boleh tinggal disini, tapi bener ya kamu bantu aku mengurus bengkel."
"Iya, Ngga... kamu tahu kan dari dulu aku sudah jago kalo soal mesin."
"Oke oke aku percaya sama kamu."
"Maaf lho ngga, bukan aku ga boleh joko tinggal di rumahku, tapi dia sendiri yang ga mau tinggal bersama ku, padahalkan aku bisa rekomdasikan dia di kantorku, tapi dia udah minta cabut ke rumah kamu." Kata Yanuar merasa tak enak pada Erlangga.
"Santai aja, Yan... aku malah seneng kok, ada yang nemenin sekaligus bantu aku dibengkel, apa lagi kita udah kayak saudara." Kata Erlangga merasa bahagia karena mempunyai sahabat yang baik seperti mereka.
"Ya udah kalau gitu, aku pamit dulu, aku harus berangkat kerja soalnya." Yanuar pamit pada kedua sahabatnya.
"Trimakasih ya, Yan . . . kamu mau antar aku ke rumah Erlangga, dan makasih selama ini kamu udah mau nampung aku." Ucap Joko.
"Santai ajalah Jok, kayak sama siapa aja, oke saya pamit ya... Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, hati-hati Yan." Ucap Erlangga.
"Kamar kamu di kamar yang belakang Jok, yang pintunya cat putih, kamu taruh dulu barangmu disana, terus kita ke bengkel." Ucap Erlangga.
"Oke bos, siap." Ucap Joko sambil melangkah menuju kamar yang di tunjukkan oleh Erlangga.
"Udah ada kabar dari Nurul, Him?" Tanya Rindu yang kebetulan singgah ke rumah Hima, bersama para sahabat-sahabatnya."Katanya dia kerja di daerah Mertoyudan, tapi aku ga percaya. Waktu aku main ke kontrakannya, aku lihat ada motornya di teras." Jawab Hima sambil meletakkan cemilan ke atas meja."Sebenarnya masalah Nurul apaan sih, sampai kamu ikut-ikutan sibuk nyariin dia." Kini giliran Alfa yang bertanya."Entah, Ibunya yang minta aku bantu nyariin dia.""Kamu ga mau cerita sama aku, bagaimana pun Nurul itu sahabat kita, jadi ga ada lagi rahasia diantara kita." Tukas Rindu."Waktu Aku balik ke Magelang, aku mampir ke kontrakannya yang di Sleman, tapi kata ibu-ibu yang punya kontrakan, Nurul udah hampir satu bulan ga balik ke kontrakannya." Yana memberi tahu sahabatnya."Kalo kamu Rim, ada info apa tentang Nurul?" Hima menatap Karim yang duduk di sebelahnya."Ga ada
Matahari menyengat begitu terik, namun tidak menyurutkan Erlangga dan Joko menyelesaikan pekerjaannya, beberapa motor yang mengantri untuk di servis masih terparkir di dalam ruko milik Erlangga.Disaat Erlangga tengah asik memperbaiki motor yang hendak ganti ban, seorang perempuan cantik dengan dandanan modis masuk ke dalam bengkel. Perempuan itu tengok kanan kiri seolah mencari keberadaan seseorang."Mencari siapa mbak?" Tanya seorang pelangan bengkel yang duduk dikursi bambu depan bengkel."Saya mencari Mas Erlangga, apa benar dia bekerja di bengkel ini?" Jawab perempuan berlesung pipi itu.Melihat perempuan cantik, obsesi Joko terbangkitkan, matanya berbinar-binar bak melihat segepok berlian. Tak mau kehilangan kesempatan Joko langsung menyapa perempuat cantik yang berdiri di pintu bengkel."Hallo, Tia." sapa Joko ternyata yang baru saja datang adalah Tia, sahabat masa kuliahnya dulu, Tia memang terkenal cantik, namun kini setel
Kebohongan tetaplah kebohongan walau terbungkus untaian kata indah dan rangkuman bunga, Pelangi pun enggan muncul kala langit kembali gelap. Dan seketika angin akan membawa badai untuk menghemapas gelombang.Pagi hari yang cerah dengan suara kicau burung nan merdu, kilau mentari pagi menapak diantara dedaunan dan bunga-bunga pun bermekaran dengan indah."Hima, Ibu berangkat ke warung dulu, kasian mas mu kalau tidak ada yang bantu, nanti kalau Bapakmu pulang, tolong bikinkan minum ya.""Iya, Bu. Lha ibu berangkat ke warung sama siapa? apa Hima antar aja, Bu?" Sejenak Hima meletakkan gunting pemotong tanaman, dan melangkah menuju tempat ibunya berdiri."Ga usah, Ibu berangkat sendiri aja.""Bawa motor?""Lha iya, masak mau jalan kaki, gempor kaki ibu." Jawab Ibunya disertai senyum yang tersunging di wajahnya."Ya udah kalo gitu, Ibu hati-hati ya..." Hima mendekati Ibunya untuk mencium tangannya."Ibu bera
Hujan yang terus menguyur kota Yogyakarta beberapa hari ini cukup lebat, seperti air yang ditumpahkan dari langit. Seperti hari ini dari selepas subuh hingga menjelang dzuhur, hujan belum juga terhenti, justru diikuti petir yang saling bersahutan dan saling menyambar.Farhan menyadari bahwa apa yang sedang dia alami adalah buah dari perbuatannya, sebuah episode terberat dalam hidupnya jika sampai dia harus menentang keinginan orang tuanya untuk menikah dengan Hima, namun dia juga tak kuasa untuk meninggalkan kekasihnya. Tapi benar kata Hima, dia hanya manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan.Menatap hujan yang turun dengan derasnya, Farhan menarik nafas panjang bayangan kekasihnya berkelebat silih berganti, kenangan-kenangan bersamanya berputar silih berganti dari memori otaknya, apakah semua kenangan itu akan benar hanya tinggal kenangan? apakah sebuah keputusan yang benar jika dia memilih Hima demi orang tuanya? bagaimana perasaan Hima jika i
Hima menoleh ke arah yang ditunjuk oleh Erlangga."Eh, Mba Hima apa kabar?" Tanya Joko sambil mengusap wajahnya yang terkena tetesan air hujan."Alhamdulilah baik, Mas Joko.""Ayo masuk mba, hujannya bertambah deras,"Hima menatap ke arah Joko, tapi mendadak perhatiannya teralihkan oleh seseorang yang sedang keluar dari mobil yang terparkir di sebrang rumah Erlangga.'Nurul' Gumam Hima.Tanpa memperdulikan hujan yang mengucur deras Hima berlari kearah mobil itu, dan berhenti tepat di depan perempuan yang ia panggil dengan sebutan Nurul.Erlangga dan Joko mematung melihat aksi tak terduga yang dilakukan Hima.Hima terengah, manik matanya menyusuri setiap jengkal tubuh Nurul yang kini berdiri di hadapannya. Hima menarik nafas panjang melihat Nurul dengan penampilan yang berlawanan dengan apa yang sering ia kenakan dulu. Pakaian minim dan tak lagi berjilbab. Hima menyeka wajahnya yang terkena guyuran hujan, kemudian dengan pela
Setelah berunding dengan Hima, akhirnya Farhan memutuskan untuk mengajak keluarganya untuk bersilaturahmi dengan keluarga Hima, bagaimanapun mereka harus menyelesaikan pembicaraan yang pernah dulu pernah tersampaikan.Awan hitam yang berkumpul sedari tadi sudah mulai berubah menjadi rintik hujan, dua keluarga sedang berkumpul di ruang tamu keluarga Hima, Farhan tertunduk, begitupun dengan Hima, setelah Pak burhan selesai berbasa-basi dengan keluarga Hima, kini giliran Farhan dipersilahkan untuk bicara."Sebelumnya saya mohon maaf pada keluarga bapak Syahrul sekeluarga selaku orang tua dari Hima, dan juga pada keluarga saya, sebenarnya saya berat mengambil keputusan ini, tapi demi Allah bukan karena ada kekurangan atau kesalahan dari Hima, tetapi ini murni karena kesalahan saya, yang tidak bicara jujur sedari awal jika saya mempunyai seseorang yang saya harapkan bisa menjadi pendamping hidup hingga akhir hayat."Farhan semakin menunduk, tak ada
Erlangga tiba-tiba saja merasa gugup di duduk bersebelahan dengan Hima, padahal tak seperti ini dulu rasanya ketika ia masih bersama dengan Sari, atau mungkin karena dia telah mengenal Sari sejak mereka masih remaja? Entahlah, namun Erlangga benar-benar merasa seolah dia sedang berhadapan dengan seseorang yang sangat istimewa, yang membuat jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Dan entah mengapa baru kini ia sadari akan hal itu."Mas Erlangga kali yang punya pacar?" Tanya Hima dengan nada bercanda."Siapa yang mau sama laki-laki kere kayak aku ini?""Siapa bilang kamu kere? punya bengekel sendiri, punya karyawan, kayak gitu masak kere."Erlangga terkekeh, tak tahu mesti jawab apa . . . seharusnya dia memang tak sesederhana ini, jabatan sebagai direktur pernah ia pegang, namun ia harus melepas segalanya demi membela harga dirinya."Perempuan mana yang mau sama orang yang duitnya pas-pasan kayak aku ini Tho, Him?"Dalam hati Erlan
Farhan memarkirkan mobilnya di parkiran stasiun tugu Yogyakarta, berdiri sebentar disamping mobil sekedar menyulut rokok yang terselip di jarinya, sekejap asap rkok mengepul dari bibir laki-laki bertubuh jangkung itu, menatap sekeliling lahan parkir yang luas lalu melangkah menuju pintu keluar stasiun untuk menunggu pujaan hatinya.Pricilia gadis keturunan Tionghoa yang berhasil memikat hatinya, menarik segala perhatiannya, Farhan sangat merindukan wanitanya, Ya wanitanya calon ibu bagi anak-anaknya.Tak berapa lama kereta yang membawa Pricilia dari Jakarta telah tiba, keluarlah perempuan cantik berhijab diantara rombongan para penumpang yang antri di pintu keluar.Farhan membuang rokoknya, dia terkesiap melihat penampakan yang begitu anggun dari pujaan hatinya, apa dia salah orang? Ayolah Farhan bahkan kalian lebih dari sekedar dekat mana mungkin kau salah mengenali orang."Pri . . .ci. .lia?" Farhan terbat