Home / Romansa / Di ujung penantian / Erlangga Adi Kusuma

Share

Erlangga Adi Kusuma

Author: Rindhu_ughi
last update Last Updated: 2021-01-14 17:23:42

Adzan subuh berkumandang, beriringan dengan ayam jantan yang berkokok menandakan hari baru telah dimulai.

Seorang laki-laki berperawakan tinggi tegap dengan rambut panjang sebatas bahu, berjalan menyusuri jalan komplek yang masih sepi, dipundaknya bergantung sajadah berwarna hijau, sejuknya embun yang berjatuhan dari pucuk dedaunan menambah aroma subuh kian terasa.

Laki-laki itu terus berjalan membelah jalanan yang sepi, terkadang dia berpapasan dengan pedagang keliling yang hendak pergi kepasar, terkadang bersalaman dengan sesama jamaah masjid komplek.

"Assalamualaikum, Mas Erlangga." Sapa seorang bapak tua yang hendak pergi ke masjid, dia baru saja keluar dari dalam rumahnya. Erlangga menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke sumber suara.

"Waalaikumsalam pak Aci." jawab Erlangga disertai dengan senyuman menawannya.

"Mas erlangga ini, rajin sekali, semenjak Mas erlangga tinggal dikomplek sini, jadi banyak warga yang mau sholat berjamaah di masjid." Ucap pak aci pada Erlangga, sambil menutup pagar rumahnya.

"Bapak terlalu berlebihan, itu bukan karena saya, tapi Karena Allah telah menggerakkan hati mereka." Kata Erlangga sambil meneruskan langkahnya menuju masjid bersama dengan Pak Aci.

"Tidak ada asap jika tidak ada api, hati mereka tergerak karena suara dan ucapanmu, menggugah hati mereka walau itu juga dengan kuasa Allah, kamulah yang ditunjuk Allah untuk menggerakkan hati mereka." Kata Pak Aci

Mereka melepas sandal yang mereka kenakan dipelataran masjid, kemudian melangkah bersama masuk ke dalam masjid. Mereka kemudian langsung menuju ke shaf sholat, berjajar dengan jamaah lain yang telah terlebih dahulu tiba di dalam masjid.

Setelah selesai melakukan sholat masjid berjamaah, seperti kebiasaan sebelumnya mereka bermurajaah dengan dibimbing oleh Erlangga. 

Suara Erlangga yang lembut membuat siapa yang mendengar pasti akan terhanyut karenanya, jadi wajar saja semenjak Erlangga yang memimpin murajaah banyak warga yang ikut berjamaah kala subuh, terlebih lagi para jamaah perempuan, mereka berlomba-lomba merebut hati Erlangga, bahkan ibu-ibu komplek banyak yang terang-terangan meminta dirinya untuk dijadikan menantu mereka.

Namun Erlangga hanya tersenyum dan menangapi dengan sopan perkataan para gadis dan ibu-ibu yang menginginkan dirinya. 

Matahari kian tinggi menampakkan sinar keemasan yang menyilaukan mata, namun menghangatkan jiwa setiap insan yang berada dibawahnya. 

Sepulang dari masjid Erlangga memasak sarapan untuk dirinya sendiri kemudian bersiap menuju bengkel miliknya. Bengkel yang ia bangun dengan kerja keras dan kesabaran yang luar biasa. beberapa kali keluarganya ingin menghancurkan usahanya namun dia tetap bersabar dan tegar menghdapi semuanya.

Kesalahpahaman yang terjadi antara dia dan keluarganya membuat dia harus pergi meninggalkan rumah orang tuanya tanpa membawa apapun kecuali barang pribadi hasil kerja kerasnya.

Dan karena kesalahpahaman itu pula hingga kini ia lebih memilih hidup sendiri, dan tak memikirkan untuk mencari pendamping hidup, dia benar-benar memasrahkan jodoh ditangan Allah, karena dia yakin jodoh akan menemukan jalannya sendiri, sejauh apapun kita melangkah jodoh pasti bertemu. hanya doa yang selalu ia panjatkan agar saat jodohnya tiba dia benar-benar siap dan pantas untuk gadis itu.

Erlangga Adi Kusuma, seorang putra konglomerat yang terkenal di kota Jakarta, memilih jalan hidupnya sendiri dengan masuk ke dalam sebuah pesantren dari dia masih SMU hingga lulus kuliah.

Karena kelakuannya ini, dia sering di jauhi oleh kakak-kakaknya yang menganggap dia sebagai anak yang udik dan kampungan, walau tak dapat dipungkiri bahwa Erlangga mempunyai kecerdasan diatas kakak-kakaknya serta paras tampan menawannya membuat kakaknya sering merasa minder jika didekatnya, padahal mereka dilahirkan dari rahim yang sama dan ayah yang sama. 

Erlangga memutuskan untuk hijrah ke daerah Yogyakarta, dan memulai usaha bengkel kecil-kecilan dengan uang yang ia miliki. Tinggal di komplek perumahan sederhana namun tak jauh dari masjid, itu sudah sangat cukup untuknya. 

Erlangga menjalani hari-harinya penuh dengan kesederhanaan, bahkan orang-orang disekelilingnya tidak ada yang mengetahui siapa Erlangga sebenarnya, mereka hanya tahu jika Erlangga berasal dari jakarta, dan lulusan dari sebuah pesantren. 

Pagi ini Erlangga sudah bersiap-siap untuk pergi ke bengkelnya namun langkahnya terhenti ketika menemukan dua sahabatnya semasa di pesantren berdiri di depan pintu. Beberapa menit kemudian Erlangga memeluk dua sahabatnya itu erat.

"Assalamualaikum, Ngga." Sapa Joko dan Yanuar secara bersamaan.

"Waalaikumsalam, ayo masuk." Jawab Erlangga sambil menarik sahabatnya masuk ke dalam rumahnya.

"Mau minum apa? Kopi apa Teh?" Tanya Erlangga pada kedua sahabatnya.

"Kopi, biar seger." Jawab Joko.

"Oke, tunggu sebentar." Kata Erlangga sambil melangkah ke dapur untuk membuat kopi.

Tak berapa lama, Erlangga sudah keluar membawa nampan yang berisi tiga cangkir kopi, dan tempe goreng sisa sarapannya tadi.

"Ayo diminum selagi masih panas, dicobain tuh tempe kemul yahud bikinan saya." Kata erlangga percaya diri.

"Kamu apa kabar, Ngga? Maaf kami baru sempat datang menjengukmu disini." Kata Yanuar setelah selesai menyesap kopinya, kemudian meletakkan gelasnyab kembali ke atas meja.

"Alhamdulilah kabarku baik. bagaimana dengan teman-teman yang lain, Syarif dan Muaz?" Erlangga menanyai balik kedua sahabatnya.

"Alhamdulilah mereka juga baik, maaf Ya, Ngga... benar-benar aku tak menyangka Sari akan berbuat nekat padamu, kami minta maaf karena tak bisa membantumu waktu itu." Kata joko penuh penyesalan.

"Sudah lah, itu sudah berlalu, saya juga udah melupakannya, itu juga bukan salah kalian." Ujar Erlangga menenangkan kedua sahabatnya.

"Untung kamu langsung bersikap tegas, jadi kamu bisa keluar dari jerat Sari." Kali ini Yanuar yang berbicara.

"Ya Alhamdulilah Allah membantuku waktu itu, jadi aku berani bicara jujur pada keluargaku walaupun mereka tidak memepercayaiku."

"Sabar ya Ngga." Ucap Joko.

"Iya, aku benar-benar sudah ikhlas mungkin ini memang takdirku." Ucap Erlangga.

"Oya, Ngga, lalu apa pekerjaanmu sekarang?" Tanya Yanuar 

"Aku membuka bengkel kecil-kecilan. lumayanlah untuk menyambung hidup." 

"Sudah punya karyawan?" Tanya Joko.

"Mana saya mampu mengaji mereka, Jok." Kata Erlangga sambil terkekeh.

"Aku boleh kerja sama kamu? yang penting aku bisa makan, dan punya tempat tinggal gratis." Ujar Joko sambil nyengir.

"Serius kamu, Jok?"

"Ya seriuslah, masa aku mau numpang di rumah Yanuar terus sih, kan saya ga enak sama istrinya, maklum saya baru kena PHK." Ucap joko serius.

"Okelah, kamu boleh tinggal disini, tapi bener ya kamu bantu aku mengurus bengkel." 

"Iya, Ngga... kamu tahu kan dari dulu aku sudah jago kalo soal mesin." 

"Oke oke aku percaya sama kamu."

"Maaf lho ngga, bukan aku ga boleh joko tinggal di rumahku, tapi dia sendiri yang ga mau tinggal bersama ku, padahalkan aku bisa rekomdasikan dia di kantorku, tapi dia udah minta cabut ke rumah kamu." Kata Yanuar merasa tak enak pada Erlangga.

"Santai aja, Yan... aku malah seneng kok, ada yang nemenin sekaligus bantu aku dibengkel, apa lagi kita udah kayak saudara." Kata Erlangga merasa bahagia karena mempunyai sahabat yang baik seperti mereka.

"Ya udah kalau gitu, aku pamit dulu, aku harus berangkat kerja soalnya." Yanuar pamit pada kedua sahabatnya.

"Trimakasih ya, Yan . . .  kamu mau antar aku ke rumah Erlangga, dan makasih selama ini kamu udah mau nampung aku." Ucap Joko.

"Santai ajalah Jok, kayak sama siapa aja, oke saya pamit ya... Assalamualaikum." 

"Waalaikumsalam, hati-hati Yan." Ucap Erlangga.

"Kamar kamu di kamar yang belakang Jok, yang pintunya cat putih, kamu taruh dulu barangmu disana, terus kita ke bengkel." Ucap Erlangga.

"Oke bos, siap." Ucap Joko sambil melangkah menuju kamar yang di tunjukkan oleh Erlangga.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (4)
goodnovel comment avatar
Rindhu_ughi
sudah updates ya kakak
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
Erlangga berasa calon suami idaman🤭
goodnovel comment avatar
aryanti anderson
cerita persahabatan juga ternyata... wow keren...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Di ujung penantian   Antara Ikhlas dan Pasrah

    Satu minggu sudah acara pertunangan Hima dan Angger berlalu. Namun Hima masih menjaga jarak dan bahkan menghindari Angger, setiap kali Angger datang ke rumah Hima selalu berpura – pura tidur atau bahkan memang Ia sudah terlelap di dalam kamarnya.Hima masih enggan menemui Angger walau apapun alasannya, sampai mala mini Angger datang ke rumahnya dan Hima yang sedang banyak pekerjaan dan harus segera di selesaikan membuat Ia tak mungkin untuk pura – pura tidur.“Hima.” Panggil Ibu.“Ya bu.” Sahut Hima yang masih sibuk dengan laptop dan lembaran kertas di hadapannya.“Ada Angger di depan.” Ibu duduk di tepi ranjang Hima. Manik matanya menatap lembut pada sang putri yang sedang sibuk sibuk di kursi kerjanya.“Sebentar bu, ini harus selesai besok pagi.” Sahut Hima tanpa menoleh pada sang Ibu.Ibu hanya menghela nafas panjang, Ia tahu walau tak ada pekerjaan pu

  • Di ujung penantian   Penyesalan Aziz

    Siapakah dia yang mampu meruntuhkan rasa setiamu padaku, siapakah dia yang mampu mengalihkan duniamu untukku? Siapa kah dia yang mampu mencuri kerinduan di tiap detik sanubariku? Kata – kata itu yang kini berkecamuk di dalam pikiran Erlangga. Memikirkan gadisnya yang jauh disana dan mungkin tak aka nada lagi harapan baginya untuk mendapatkan gadisitu. “Hima, beginikah akhir dari perjuanganku untukmu? Atau sebenarnya aku belum memulai perjuangan ku? Maafkan aku Hima, pasti kau tersiksa saat ini, namun apa yang bisa aku lakukan selain mendoakanmu, mengharapkan kebahagiaan untukmu.” “HIma…” Erlangga menelungkupkan kepalanya diatas pagar balkon. Kepalanya dipenuhi permasalahan yang begitu pelik mulai dari masalah perusahaan hingga masalah hatinya sendiri yang seakan ditusuk ribuan pisau mendengar jika Hima melakukan prosesi lamaran oada malam ini. DrrrrTTtttt Ponsel Erlangg

  • Di ujung penantian   Kegalauan Melanda Hati

    Matahari terbenam di ufuk barat, menandakan hari yang akan segera berganti. Burung – burung dan binatang malam mulai mengeliat siap untuk memulai petualangan mereka.Bersujud dengan khusuk meminta ampunan di setiap dosa yang kita lakukan, dan memohon segala kemudahan dari Allah, itulah yang di lakukan Hima saat ini. Mencoba merayu Tuhan dengan segenap janji dan kepasrahan untuk lebih berdekatan dengan sang khalik.“Him…” Panggil sang Ibu dari balik pintu kamarnya.“Njih Bu.”“Kamu sudah selesai sholat?”“Sudah, Bu.”“Ya sudah gantian sama Ibu ya, Ibu mau sholat dulu itu teh nya belum di seduh.”“Ya bu, sebentar Hima keluar,”“Yowes Ibu tak sholat dulu.”Hima lalu meletakkan mukena yang baru saja Ia lipat ke tempat semula. Perlahan Ia keluar dari kamar lalu menuju ke dapur tempat diman

  • Di ujung penantian   Firasat hati

    “Him, kamu serius mau menerima lamarannya Angger?” Hima menatap kosong, jemari lentiknya hanya mengaduk minuman es jeruk yang ada di hadapannya. “Him!” Lagi, sahabatnya yang diajak bertemu di warung soto dekat sekolah tempatnya mengajar memanggil namanya, Hima terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga Ia tak mendengarkan apa yang ditanyakan oleh sahabat dekatnya itu. “Eh! Maaf Rin.” Sahut Hima penuh penyesalan. Rindu memutar bola matanya malas, “Jadi kamu beneran mau nerima lamaran dari Angger?” Rindu mengulang pertanyaannya pada Hima. “Lalu aku harus bagai mana? Aku sudah sering menolak permintaan Ibu dan Bapak. Aku tidak bisa membuat mereka kecewa lagi.” “Tapi kamu membuat dirimu kecewa Hima, mungkin juga Erlangga… bukankah kau diminta untuk menunggunya? Laki – laki yang tempo hari kamu ceritakan padaku itu, benarkan? Sebenarnya bagai mana perasaanmu sama dia?” Berondongan pertanyaan da

  • Di ujung penantian   Keputusan Hima

    Maaf para pembacaku, terlalu lama Hiatus, semoga mulai hari ini bisa updates tiap hari ya.. terimakasih untuk yang masih setia menunggu cerita abal - abalku ini.*******Duduk bersimpuh disepertiga malam, menangisdan meratap penuh kepiluan, mencurahkan segala sesak di hatinya yang kian mencekik seolah menjerat lehernya untuk berhenti bernafas.Hima terus bermunajat, mengharap segala yang terbaik untuk kehidupannya kelak. Lelehan air mata tak bisa Ia bendung, hanya meluncur begitu saja tanpa dapat ia duga dan ia cegah.“Ya Allah berikan hamba petunjuk, keputusan apa yang harus hamba ambil, sesungguhnya hanya Engkau yang mengetahui segala kebimbangan dan keraguan di hati hamba.” Hima mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu melepas sajadahnya dan meletakkan kembali ke tempat semula.Ditempat lain, Erlangga pun melakukan hal yang

  • Di ujung penantian   Awal Perjuangan

    “Hima, Tunggulah aku.” Ucap Erlangga sebelum Ia keluar dari ruang makan rumah Hima.Kata-kata itu selalu terngiang di dalam benak Hima, entah apa maksud dari Erlangga mengucapkan kata-kata itu namun Ia yakin Erlangga tak pernah main-main dengan apa yang Ia ucapkan.Hima kembali larut dalam pekerjaannya mengoreksi hasil ujian semester anak didiknya. Ia mengacuhkan hatinya yang masih ingin terlarut dalam ucapan bak sihir yang di ucapkan oleh Erlangga.“Ya Allah jagalah hati hamba.” Doa Hima di dalam hati.Berbeda dengan Hima, Erlangga sedang berkemas menuju kota Jakarta untuk mengecek kondisi perusahaan milik orang tuanya yang sedang dalam masalah.Sungguh Erlangga tak ingin usaha yang di rintis keluarganya hancur hanya karena kesalahan kakaknya yang tamak dan sombong.“Jok, kamu bener tidak mau ikut aku ke Jakarta?”Joko mengeleng,

  • Di ujung penantian   Perjuangan 1

    Erlangga keluar dari taksi lalu masuk ke lobby utama gedung apartemen mewah di tengah kota Jakarta, tangannya merogoh saku celana lalu menghubungi awan saudara sepupunya."Assalamualaikum, Wan. Aku dibawah." Kata Erlangga tanpa menunggu jawaban salam dari sepupunya itu."Waalaikumsalam, kamu langsung naik keatas aja, sandi masih sama seperti dulu belum pernah aku ganti, aku lagi keluar sebentar.""Oke. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Erlangga bergegas memasuki lift yang kebetulan sedang terbuka, lalu berdiri diam sambil membawa koper miliknya.Tak lama kemudian Ia telah sampai di lantai tempat apartemen Awan berada. Erlangga keluar dengan segera dan langsung menuju ke ruang apartemen milik awan dipojok bangunan.Setelah memasukkan nomor sandi, pintu aoartemen mewah itu akhirnya terbuka, Erlangga langsung masuk ke dalamnya dan menuju salah satu kamar milik awan, yang sering Ia gunakan setiap kali Ia menginap di apartemen milik sepupunya in

  • Di ujung penantian   Antara aku, kamu dan dia 2

    Masih dengan rindu yang sama, masih dengan tatapan cinta yang sama. Merengkuh detik-detik yang terasa hampa tanpa hadirnya sosok yang Ia rindu hadir memeluk jiwa yang mengersang. Mengukir waktu yang kian berdebu, tak terjamah kehangatan bercumbu. Impian yang tergantung di ujung malam, melabuh angan dan harapan di penghujung doa disepertiga malam. Erlangga duduk bersimpuh di atas sajadah panjang, setelah melihat wajah Hima dari ponsel, membuat rindu yang menggunung sedikit terobati, walau ada keresahan dank e khawatiran yang mendalam akibat melihat sang pujaan merintih sakit. “Ya Allah, jagalah dia selalu, berilah dia keselamatan dimanapun dia berada, dan dekatkan hati kami jika memang kami berjodoh ya Allah, namun jauhkan lah jika memang kami tidak berjodoh.” Doa Erlangga di setiap sholatnya. “Pak Bos.” Panggil Yoga saat melihat Erlangga sedang melipat sajadahnya. “Ada apa Yoga?” Tanya Erlangga sambil menoleh pada asisten set

  • Di ujung penantian   Antara kamu dan dia 1

    Hima menatap ke arah jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor, dia sedang berdiri di taman sekolah yang berbatasan langsung dengan jalan raya. Entah mengapa akhir-akhir ini rasa rindunya semakin besar pada sosok laki-laki bernama Erlangga, tak dapat Ia pungkiri jika Ia memang menyukai laki-laki itu, Ia memang mencintainya. Salahkah? Tidak ada yang salah dalam hal cinta, karena cinta tak memandang status sosial atau kedudukan seseorang. Cinta adalah sebuah rasa yang kuat untuk menyayangi, melindungi dan rasa ingin memiliki.Desiran angin di siang itu menyibak rasa rindu yang kian menyeruak, Hima menarik nafas panjang, kedua lengannya bertumpu pada pagar pembatas antara sekolah dan jalan raya.“Hai, Nglamun aja.” Sapa Alfa dari belakang Hima.Hima menoleh ke belakang, dilihatnya sahabatnya, Alfa. Yang juga ikut berdiri dipinggir pagar .“Kamu kenapa, Him. Aku lihat akhir-akhir ini kamu sering melamun, dan lebih banyak diam.” Kata Alfa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status