Matahari terbenam di ufuk barat, menandakan hari yang akan segera berganti. Burung – burung dan binatang malam mulai mengeliat siap untuk memulai petualangan mereka.
Bersujud dengan khusuk meminta ampunan di setiap dosa yang kita lakukan, dan memohon segala kemudahan dari Allah, itulah yang di lakukan Hima saat ini. Mencoba merayu Tuhan dengan segenap janji dan kepasrahan untuk lebih berdekatan dengan sang khalik.
“Him…” Panggil sang Ibu dari balik pintu kamarnya.
“Njih Bu.”
“Kamu sudah selesai sholat?”
“Sudah, Bu.”
“Ya sudah gantian sama Ibu ya, Ibu mau sholat dulu itu teh nya belum di seduh.”
“Ya bu, sebentar Hima keluar,”
“Yowes Ibu tak sholat dulu.”
Hima lalu meletakkan mukena yang baru saja Ia lipat ke tempat semula. Perlahan Ia keluar dari kamar lalu menuju ke dapur tempat diman
Siapakah dia yang mampu meruntuhkan rasa setiamu padaku, siapakah dia yang mampu mengalihkan duniamu untukku? Siapa kah dia yang mampu mencuri kerinduan di tiap detik sanubariku? Kata – kata itu yang kini berkecamuk di dalam pikiran Erlangga. Memikirkan gadisnya yang jauh disana dan mungkin tak aka nada lagi harapan baginya untuk mendapatkan gadisitu. “Hima, beginikah akhir dari perjuanganku untukmu? Atau sebenarnya aku belum memulai perjuangan ku? Maafkan aku Hima, pasti kau tersiksa saat ini, namun apa yang bisa aku lakukan selain mendoakanmu, mengharapkan kebahagiaan untukmu.” “HIma…” Erlangga menelungkupkan kepalanya diatas pagar balkon. Kepalanya dipenuhi permasalahan yang begitu pelik mulai dari masalah perusahaan hingga masalah hatinya sendiri yang seakan ditusuk ribuan pisau mendengar jika Hima melakukan prosesi lamaran oada malam ini. DrrrrTTtttt Ponsel Erlangg
Satu minggu sudah acara pertunangan Hima dan Angger berlalu. Namun Hima masih menjaga jarak dan bahkan menghindari Angger, setiap kali Angger datang ke rumah Hima selalu berpura – pura tidur atau bahkan memang Ia sudah terlelap di dalam kamarnya.Hima masih enggan menemui Angger walau apapun alasannya, sampai mala mini Angger datang ke rumahnya dan Hima yang sedang banyak pekerjaan dan harus segera di selesaikan membuat Ia tak mungkin untuk pura – pura tidur.“Hima.” Panggil Ibu.“Ya bu.” Sahut Hima yang masih sibuk dengan laptop dan lembaran kertas di hadapannya.“Ada Angger di depan.” Ibu duduk di tepi ranjang Hima. Manik matanya menatap lembut pada sang putri yang sedang sibuk sibuk di kursi kerjanya.“Sebentar bu, ini harus selesai besok pagi.” Sahut Hima tanpa menoleh pada sang Ibu.Ibu hanya menghela nafas panjang, Ia tahu walau tak ada pekerjaan pu
Sepi. Malam yang kian larut ditambah guyuran hujan membuat para penghuni rumah kian lelap dalam buaian mimpinya. Hima yang berada dikamar pun hanya mampu menatap rintik hujan dari balik jendela kamarnya.Terbuai dalam lamunan yang menyakitkan, bagaimana bisa dia berada diposisi yang begitu menyulitkan, dan sekaligus menyakitkan.Ardan laki-laki yang sudah tiga tahun menjalin hubungan dengannya tiba-tiba memutuskan hubungan begitu saja. Tak tau apa penyebabnya, dan Hima hanya menjawab 'YA' kala Ardan mengakhiri hubungan mereka.Dan siang tadi baru terkuak apa sebab Ardan meninggalkannya, Santi. Sahabat dekat Hima yang tega menjebak Ardan dalam jeratan cintanya.Semua diluar dugaannya, bagaimana bisa dia berkutat dalam masalah sepelik ini."Ya Allah kuatkan hambamu, jangan biarkan hamba terhanyut dalam kebencian, jangan biarkan hamba terbisiki setan yang menjerumuskan." Gumam Hima disela lamunannya.
Adzan subuh berkumandang, beriringan dengan ayam jantan yang berkokok menandakan hari baru telah dimulai.Seorang laki-laki berperawakan tinggi tegap dengan rambut panjang sebatas bahu, berjalan menyusuri jalan komplek yang masih sepi, dipundaknya bergantung sajadah berwarna hijau, sejuknya embun yang berjatuhan dari pucuk dedaunan menambah aroma subuh kian terasa.Laki-laki itu terus berjalan membelah jalanan yang sepi, terkadang dia berpapasan dengan pedagang keliling yang hendak pergi kepasar, terkadang bersalaman dengan sesama jamaah masjid komplek."Assalamualaikum, Mas Erlangga." Sapa seorang bapak tua yang hendak pergi ke masjid, dia baru saja keluar dari dalam rumahnya. Erlangga menghentikan langkahnya, kemudian menoleh ke sumber suara."Waalaikumsalam pak Aci." jawab Erlangga disertai dengan senyuman menawannya."Mas erlangga ini, rajin sekali, semenjak Mas erlangga tinggal dikomplek sini, jadi banyak warga yang
"Udah ada kabar dari Nurul, Him?" Tanya Rindu yang kebetulan singgah ke rumah Hima, bersama para sahabat-sahabatnya."Katanya dia kerja di daerah Mertoyudan, tapi aku ga percaya. Waktu aku main ke kontrakannya, aku lihat ada motornya di teras." Jawab Hima sambil meletakkan cemilan ke atas meja."Sebenarnya masalah Nurul apaan sih, sampai kamu ikut-ikutan sibuk nyariin dia." Kini giliran Alfa yang bertanya."Entah, Ibunya yang minta aku bantu nyariin dia.""Kamu ga mau cerita sama aku, bagaimana pun Nurul itu sahabat kita, jadi ga ada lagi rahasia diantara kita." Tukas Rindu."Waktu Aku balik ke Magelang, aku mampir ke kontrakannya yang di Sleman, tapi kata ibu-ibu yang punya kontrakan, Nurul udah hampir satu bulan ga balik ke kontrakannya." Yana memberi tahu sahabatnya."Kalo kamu Rim, ada info apa tentang Nurul?" Hima menatap Karim yang duduk di sebelahnya."Ga ada
Matahari menyengat begitu terik, namun tidak menyurutkan Erlangga dan Joko menyelesaikan pekerjaannya, beberapa motor yang mengantri untuk di servis masih terparkir di dalam ruko milik Erlangga.Disaat Erlangga tengah asik memperbaiki motor yang hendak ganti ban, seorang perempuan cantik dengan dandanan modis masuk ke dalam bengkel. Perempuan itu tengok kanan kiri seolah mencari keberadaan seseorang."Mencari siapa mbak?" Tanya seorang pelangan bengkel yang duduk dikursi bambu depan bengkel."Saya mencari Mas Erlangga, apa benar dia bekerja di bengkel ini?" Jawab perempuan berlesung pipi itu.Melihat perempuan cantik, obsesi Joko terbangkitkan, matanya berbinar-binar bak melihat segepok berlian. Tak mau kehilangan kesempatan Joko langsung menyapa perempuat cantik yang berdiri di pintu bengkel."Hallo, Tia." sapa Joko ternyata yang baru saja datang adalah Tia, sahabat masa kuliahnya dulu, Tia memang terkenal cantik, namun kini setel
Kebohongan tetaplah kebohongan walau terbungkus untaian kata indah dan rangkuman bunga, Pelangi pun enggan muncul kala langit kembali gelap. Dan seketika angin akan membawa badai untuk menghemapas gelombang.Pagi hari yang cerah dengan suara kicau burung nan merdu, kilau mentari pagi menapak diantara dedaunan dan bunga-bunga pun bermekaran dengan indah."Hima, Ibu berangkat ke warung dulu, kasian mas mu kalau tidak ada yang bantu, nanti kalau Bapakmu pulang, tolong bikinkan minum ya.""Iya, Bu. Lha ibu berangkat ke warung sama siapa? apa Hima antar aja, Bu?" Sejenak Hima meletakkan gunting pemotong tanaman, dan melangkah menuju tempat ibunya berdiri."Ga usah, Ibu berangkat sendiri aja.""Bawa motor?""Lha iya, masak mau jalan kaki, gempor kaki ibu." Jawab Ibunya disertai senyum yang tersunging di wajahnya."Ya udah kalo gitu, Ibu hati-hati ya..." Hima mendekati Ibunya untuk mencium tangannya."Ibu bera
Hujan yang terus menguyur kota Yogyakarta beberapa hari ini cukup lebat, seperti air yang ditumpahkan dari langit. Seperti hari ini dari selepas subuh hingga menjelang dzuhur, hujan belum juga terhenti, justru diikuti petir yang saling bersahutan dan saling menyambar.Farhan menyadari bahwa apa yang sedang dia alami adalah buah dari perbuatannya, sebuah episode terberat dalam hidupnya jika sampai dia harus menentang keinginan orang tuanya untuk menikah dengan Hima, namun dia juga tak kuasa untuk meninggalkan kekasihnya. Tapi benar kata Hima, dia hanya manusia biasa yang tak luput dari kekhilafan.Menatap hujan yang turun dengan derasnya, Farhan menarik nafas panjang bayangan kekasihnya berkelebat silih berganti, kenangan-kenangan bersamanya berputar silih berganti dari memori otaknya, apakah semua kenangan itu akan benar hanya tinggal kenangan? apakah sebuah keputusan yang benar jika dia memilih Hima demi orang tuanya? bagaimana perasaan Hima jika i