Share

Di ujung penantian
Di ujung penantian
Author: Rindhu_ughi

Patah hati

Author: Rindhu_ughi
last update Huling Na-update: 2021-01-14 17:22:59

Sepi. Malam yang kian larut ditambah guyuran hujan membuat para penghuni rumah kian lelap dalam buaian mimpinya. Hima yang berada dikamar pun hanya mampu menatap rintik hujan dari balik jendela kamarnya.

Terbuai dalam lamunan yang menyakitkan, bagaimana bisa dia berada diposisi yang begitu menyulitkan, dan sekaligus menyakitkan.

Ardan laki-laki yang sudah tiga tahun menjalin hubungan dengannya tiba-tiba memutuskan hubungan begitu saja. Tak tau apa penyebabnya, dan Hima hanya menjawab 'YA' kala Ardan mengakhiri hubungan mereka.

Dan siang tadi baru terkuak apa sebab Ardan meninggalkannya, Santi. Sahabat dekat Hima yang tega menjebak Ardan dalam jeratan cintanya.

Semua diluar dugaannya, bagaimana bisa dia berkutat dalam masalah sepelik ini.

"Ya Allah kuatkan hambamu, jangan biarkan hamba terhanyut dalam kebencian, jangan biarkan hamba terbisiki setan yang menjerumuskan." Gumam Hima disela lamunannya.

Pada saat seperti keadaan kita lemah seperti inilah biasanya setan akan berusaha untuk merasuki hati kita, menanamkan kebencian dan kejahatan. Setan akan mengiring manusia dengan emosi sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah. 

"Astaghfirullahaladzim." Hima beristighfar dalam hati, hatinya berdenyut nyeri jika mengingat perjalanan cintanya dengan Ardan, tiga tahun bukanlah waktu yang sebentar, tapi rentangan waktu yang cukup lama. 

Namun jika ia tak mengalah maka apa yang akan terjadi pada Santi akan lebih parah, karena Santi adalah sosok yang ambisius dan bisa berbuat nekat, hal inilah yang tak diinginkan oleh Hima, walau Santi telah menyakitinya, namun dia tetap sahabatnya.

Lagi, Hima menghela napas panjang, di masih saja terhanyut dalam lamunannya, hingga derai hujan yang tadi lebat kini berganti angin sepoi yang menyejukkan. Jika ini adalah siang pasti setelah hujan deras akan terbit pelangi indah yang muncul setelahnya. Begitu juga yang diharapkan Hima. Pelangi dihatinya akan segera terlukis menggeser badai yang kini sedang bergelayut dan menyesakkan dadanya.

Perlahan Hima menutup jendela kamarnya, kemudian rebah di kasur berusaha untuk memejamkan matanya. Dia harus menyongsong hari bahagia Santi esok hari. Dimana seharusnya merupakan hari kebahagiaannya, karena seharusnya besok dia yang akan bertunangan dengan Ardan, namun kenyataannya Santilah yang menggantikan posisinya di samping Ardan. 

Lengkaplah sudah sepi mengurung relung hati, jiwa nelangsa terbuai nyeri. Hima terus berusaha memejamkan mata, meramalkan kalimat istighfar berulang kali sebagai obat penenang jiwa yang bergejolak. 

Hampir tengah malam, Hima baru dapat tidur, entah berapa banyak hafalan yang ia lafadz kan hingga ia dapat tertidur.

Pagi harinya, Hima sudah bersiap hendak pergi ke rumah Santi namun ucapan dari kakaknya menghentikan langkahnya yang hampir sampai di ujung ruang tamu.

"Buat apa kamu ke sana? buat nambahin rasa sakit hati kamu? lebih baik kamu dirumah bantuin ibu." Ucap Mas Aziz tanpa menatap Hima, tangannya sibuk membelai kucing persia yang kemarin baru saja ia beli.

"Lha mbok ya biarkan adikmu pergi, toh dia sudah legowo, mungkin memang Ardan bukan yang terbaik buat adikmu." Kata Ibunya, pelan dan penuh kasih.

Aziz mendesah panjang, lalu didalam hati beristighfar, menyadari kekeliruannya, tak seharusnya dia menanamkan kebencian dihati adik perempuannya ini, setelah hatinya tenang Aziz lantas berbicara dengan pelan. 

"Mana kunci motormu, biar mas antar." 

Hima melangkah mendekati Aziz, lalu memberikan kunci motornya. Aziz masuk kedalam kamarnya mengganti kaos dengan kemeja serta celana panjang kain.

Aziz mendekat ke ibunya, mencium tangan sambil berpamitan.

"Bu, kami pergi dulu sebentar, nanti setelah dari acara Santi baru kami akan membantu ibu. Assalamualaikum . . . ' Kata Aziz, Hima melakukan hal yang sama berpamitan dengan Ibunya.

" Waalaikumsalam, Hati-hati, tak usah buru-buru." Sahut Ibunya.

Kemudian Aziz menuju ke halaman dimana motor Hima telah terparkir. Hima pun menyusulnya.

Wajah Santi yang semula berbinar kebahagiaan karena pertunangannya dengan Ardan, mendadak berubah masam begitu ia melihat kedatangan Hima dan kakaknya. Namun berbeda dengan Ardan, laki-laki ini begitu penuh kerinduan pada sosok Hima, gadis yang selama tiga tahun mengisi hatinya, kini hanya sesal yang Ardan rasakan tentang kebodohan yang telah ia lakukan.

"Selamat ya San, semoga lancar ya sampai hari pernikahan kalian." Ucap Hima tulus, walau sebenarnya hatinya terasa perih tak terkira.

"Trimakasih, Him. . . Maafkan aku." Santi berbasa-basi pada sahabatnya, karena yang sebenarnya dia sangat bahagia bisa mengalahkan Hima dan mendapatkan Ardan.

Pandangan Hima beralih pada Ardan, kemudian berucap dengan pelan,

"Selamat ya mas, semoga kamu bahagia dengan pilihan kamu." Tanpa menunggu jawaban Ardan, Hima langsung pergi meninggalkan tempat pertunangan Ardan dan Santi.

Ardan hendak mengejar namun Aziz terlebih dulu menghalanginya, mana mungkin dia membiarkan laki-laki yang menyakiti adiknya ia biarkan mendekat ke adiknya lagi, walau itu hanya untuk mengucapkan salam perpisahan tak kan pernah ia ijinkan, tak kan pernah.

Hima duduk diatas motornya berboncengan dengan Aziz kakaknya, hatinya sakit namun ia mencoba untuk ikhlas, dia berharap kelak dia akan mendapatkan laki-laki yang lebih baik dari Ardan dan tak kan menyakitinya.

"Kamu baik-baik aja kan, dik?" Tanya aziz pelan dan hati-hati takut menyingung perasaan adiknya.

"Hima baik-baik aja, Mas . . . Hima sudah ikhlas, mungkin ini yang terbaik untuk Hima dan Mas Ardan." 

"Baguslah kalau begitu, Mas yakin suatu saat kamu akan mendapatkan laki-laki yang menerima mu apa adanya, dan mencintai kamu dengan tulus." 

"Amiin, Mas." 

Keadaan kembali hening, hanya deru motor yang berlalu lalang di jalanan kampung yang sepi. 

Setibanya di rumah, Hima langsung masuk kedalam kamarnya, menganti gamisnya dengan pakaian muslim yang lebih santai, kemudian menuju ke halaman belakang dimana ada ibunya yang sedang mengupas kacang tanah untuk dijadikan cemilan. 

"Assalamualaikum, bu . . ." Ucap Hima kemudian mencium tangan ibunya.

"Waalaikumsalam, kalian sudah pulang? Kog cuma sebentar, Mas mu mana?" Kata ibu, sambil melihat-lihat di belakang Hima mencari anak laki-lakinya.

"Mas Aziz cuma nganterin Hima pulang bu, lalu dia pergi ke toko, katanya ada orang yang menunggunya." Jawab Hima sopan sambil membantu Ibunya mengupas kacang tanah.

"Oh, yawes kalo gitu, kamu ga apa-apa to?" Tanya Ibunya.

"Ya ga apa-apa lah bu, Hima kan sudah bilang sama ibu, kalo Hima sudah ikhlas melepas Mas Ardan untuk Santi." Hima berusaha tersenyum agar Ibunya tidak mengkhawatirkannya.

"Baguslah kalau gitu, patah hati itu wajar berarti sedihnya juga harus wajar juga, karena sewajarnya cinta yang lain akan datang, setelah kamu ikhkas melepaskannya, fokus ke masa depan lebih penting, berarti Allah memberimu keempatan untuk mengejar harapan dan cita-citamu sebelum kamu swibuk dengan kewajiban mu sebagai istri." 

Hima tersenyum mendengar perkataan ibunya, dia tak menyangka disaat seperti ini ibunya benar-benar bisa menjadi sahabat terbaik untuknya, berbeda dengan pembawaan ibunya yang tegas dan disiplin dalam mendidik anak-anaknya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (4)
goodnovel comment avatar
Marrygoldie
sumpaj ini jahat banget sih. bahagia banget berhasil merebut pacar sahabat sendiri.
goodnovel comment avatar
Morena Siska
Getok aja tuh temen kayak gitu, kurang ajar...buang kelaut aja.
goodnovel comment avatar
Salsa Marisa
Sakit emang sakit dihianati sahabat sendiri
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Di ujung penantian   Antara Ikhlas dan Pasrah

    Satu minggu sudah acara pertunangan Hima dan Angger berlalu. Namun Hima masih menjaga jarak dan bahkan menghindari Angger, setiap kali Angger datang ke rumah Hima selalu berpura – pura tidur atau bahkan memang Ia sudah terlelap di dalam kamarnya.Hima masih enggan menemui Angger walau apapun alasannya, sampai mala mini Angger datang ke rumahnya dan Hima yang sedang banyak pekerjaan dan harus segera di selesaikan membuat Ia tak mungkin untuk pura – pura tidur.“Hima.” Panggil Ibu.“Ya bu.” Sahut Hima yang masih sibuk dengan laptop dan lembaran kertas di hadapannya.“Ada Angger di depan.” Ibu duduk di tepi ranjang Hima. Manik matanya menatap lembut pada sang putri yang sedang sibuk sibuk di kursi kerjanya.“Sebentar bu, ini harus selesai besok pagi.” Sahut Hima tanpa menoleh pada sang Ibu.Ibu hanya menghela nafas panjang, Ia tahu walau tak ada pekerjaan pu

  • Di ujung penantian   Penyesalan Aziz

    Siapakah dia yang mampu meruntuhkan rasa setiamu padaku, siapakah dia yang mampu mengalihkan duniamu untukku? Siapa kah dia yang mampu mencuri kerinduan di tiap detik sanubariku? Kata – kata itu yang kini berkecamuk di dalam pikiran Erlangga. Memikirkan gadisnya yang jauh disana dan mungkin tak aka nada lagi harapan baginya untuk mendapatkan gadisitu. “Hima, beginikah akhir dari perjuanganku untukmu? Atau sebenarnya aku belum memulai perjuangan ku? Maafkan aku Hima, pasti kau tersiksa saat ini, namun apa yang bisa aku lakukan selain mendoakanmu, mengharapkan kebahagiaan untukmu.” “HIma…” Erlangga menelungkupkan kepalanya diatas pagar balkon. Kepalanya dipenuhi permasalahan yang begitu pelik mulai dari masalah perusahaan hingga masalah hatinya sendiri yang seakan ditusuk ribuan pisau mendengar jika Hima melakukan prosesi lamaran oada malam ini. DrrrrTTtttt Ponsel Erlangg

  • Di ujung penantian   Kegalauan Melanda Hati

    Matahari terbenam di ufuk barat, menandakan hari yang akan segera berganti. Burung – burung dan binatang malam mulai mengeliat siap untuk memulai petualangan mereka.Bersujud dengan khusuk meminta ampunan di setiap dosa yang kita lakukan, dan memohon segala kemudahan dari Allah, itulah yang di lakukan Hima saat ini. Mencoba merayu Tuhan dengan segenap janji dan kepasrahan untuk lebih berdekatan dengan sang khalik.“Him…” Panggil sang Ibu dari balik pintu kamarnya.“Njih Bu.”“Kamu sudah selesai sholat?”“Sudah, Bu.”“Ya sudah gantian sama Ibu ya, Ibu mau sholat dulu itu teh nya belum di seduh.”“Ya bu, sebentar Hima keluar,”“Yowes Ibu tak sholat dulu.”Hima lalu meletakkan mukena yang baru saja Ia lipat ke tempat semula. Perlahan Ia keluar dari kamar lalu menuju ke dapur tempat diman

  • Di ujung penantian   Firasat hati

    “Him, kamu serius mau menerima lamarannya Angger?” Hima menatap kosong, jemari lentiknya hanya mengaduk minuman es jeruk yang ada di hadapannya. “Him!” Lagi, sahabatnya yang diajak bertemu di warung soto dekat sekolah tempatnya mengajar memanggil namanya, Hima terlalu larut dalam pikirannya sendiri hingga Ia tak mendengarkan apa yang ditanyakan oleh sahabat dekatnya itu. “Eh! Maaf Rin.” Sahut Hima penuh penyesalan. Rindu memutar bola matanya malas, “Jadi kamu beneran mau nerima lamaran dari Angger?” Rindu mengulang pertanyaannya pada Hima. “Lalu aku harus bagai mana? Aku sudah sering menolak permintaan Ibu dan Bapak. Aku tidak bisa membuat mereka kecewa lagi.” “Tapi kamu membuat dirimu kecewa Hima, mungkin juga Erlangga… bukankah kau diminta untuk menunggunya? Laki – laki yang tempo hari kamu ceritakan padaku itu, benarkan? Sebenarnya bagai mana perasaanmu sama dia?” Berondongan pertanyaan da

  • Di ujung penantian   Keputusan Hima

    Maaf para pembacaku, terlalu lama Hiatus, semoga mulai hari ini bisa updates tiap hari ya.. terimakasih untuk yang masih setia menunggu cerita abal - abalku ini.*******Duduk bersimpuh disepertiga malam, menangisdan meratap penuh kepiluan, mencurahkan segala sesak di hatinya yang kian mencekik seolah menjerat lehernya untuk berhenti bernafas.Hima terus bermunajat, mengharap segala yang terbaik untuk kehidupannya kelak. Lelehan air mata tak bisa Ia bendung, hanya meluncur begitu saja tanpa dapat ia duga dan ia cegah.“Ya Allah berikan hamba petunjuk, keputusan apa yang harus hamba ambil, sesungguhnya hanya Engkau yang mengetahui segala kebimbangan dan keraguan di hati hamba.” Hima mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan lalu melepas sajadahnya dan meletakkan kembali ke tempat semula.Ditempat lain, Erlangga pun melakukan hal yang

  • Di ujung penantian   Awal Perjuangan

    “Hima, Tunggulah aku.” Ucap Erlangga sebelum Ia keluar dari ruang makan rumah Hima.Kata-kata itu selalu terngiang di dalam benak Hima, entah apa maksud dari Erlangga mengucapkan kata-kata itu namun Ia yakin Erlangga tak pernah main-main dengan apa yang Ia ucapkan.Hima kembali larut dalam pekerjaannya mengoreksi hasil ujian semester anak didiknya. Ia mengacuhkan hatinya yang masih ingin terlarut dalam ucapan bak sihir yang di ucapkan oleh Erlangga.“Ya Allah jagalah hati hamba.” Doa Hima di dalam hati.Berbeda dengan Hima, Erlangga sedang berkemas menuju kota Jakarta untuk mengecek kondisi perusahaan milik orang tuanya yang sedang dalam masalah.Sungguh Erlangga tak ingin usaha yang di rintis keluarganya hancur hanya karena kesalahan kakaknya yang tamak dan sombong.“Jok, kamu bener tidak mau ikut aku ke Jakarta?”Joko mengeleng,

  • Di ujung penantian   Perjuangan 1

    Erlangga keluar dari taksi lalu masuk ke lobby utama gedung apartemen mewah di tengah kota Jakarta, tangannya merogoh saku celana lalu menghubungi awan saudara sepupunya."Assalamualaikum, Wan. Aku dibawah." Kata Erlangga tanpa menunggu jawaban salam dari sepupunya itu."Waalaikumsalam, kamu langsung naik keatas aja, sandi masih sama seperti dulu belum pernah aku ganti, aku lagi keluar sebentar.""Oke. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Erlangga bergegas memasuki lift yang kebetulan sedang terbuka, lalu berdiri diam sambil membawa koper miliknya.Tak lama kemudian Ia telah sampai di lantai tempat apartemen Awan berada. Erlangga keluar dengan segera dan langsung menuju ke ruang apartemen milik awan dipojok bangunan.Setelah memasukkan nomor sandi, pintu aoartemen mewah itu akhirnya terbuka, Erlangga langsung masuk ke dalamnya dan menuju salah satu kamar milik awan, yang sering Ia gunakan setiap kali Ia menginap di apartemen milik sepupunya in

  • Di ujung penantian   Antara aku, kamu dan dia 2

    Masih dengan rindu yang sama, masih dengan tatapan cinta yang sama. Merengkuh detik-detik yang terasa hampa tanpa hadirnya sosok yang Ia rindu hadir memeluk jiwa yang mengersang. Mengukir waktu yang kian berdebu, tak terjamah kehangatan bercumbu. Impian yang tergantung di ujung malam, melabuh angan dan harapan di penghujung doa disepertiga malam. Erlangga duduk bersimpuh di atas sajadah panjang, setelah melihat wajah Hima dari ponsel, membuat rindu yang menggunung sedikit terobati, walau ada keresahan dank e khawatiran yang mendalam akibat melihat sang pujaan merintih sakit. “Ya Allah, jagalah dia selalu, berilah dia keselamatan dimanapun dia berada, dan dekatkan hati kami jika memang kami berjodoh ya Allah, namun jauhkan lah jika memang kami tidak berjodoh.” Doa Erlangga di setiap sholatnya. “Pak Bos.” Panggil Yoga saat melihat Erlangga sedang melipat sajadahnya. “Ada apa Yoga?” Tanya Erlangga sambil menoleh pada asisten set

  • Di ujung penantian   Antara kamu dan dia 1

    Hima menatap ke arah jalanan yang ramai dengan lalu lalang kendaraan bermotor, dia sedang berdiri di taman sekolah yang berbatasan langsung dengan jalan raya. Entah mengapa akhir-akhir ini rasa rindunya semakin besar pada sosok laki-laki bernama Erlangga, tak dapat Ia pungkiri jika Ia memang menyukai laki-laki itu, Ia memang mencintainya. Salahkah? Tidak ada yang salah dalam hal cinta, karena cinta tak memandang status sosial atau kedudukan seseorang. Cinta adalah sebuah rasa yang kuat untuk menyayangi, melindungi dan rasa ingin memiliki.Desiran angin di siang itu menyibak rasa rindu yang kian menyeruak, Hima menarik nafas panjang, kedua lengannya bertumpu pada pagar pembatas antara sekolah dan jalan raya.“Hai, Nglamun aja.” Sapa Alfa dari belakang Hima.Hima menoleh ke belakang, dilihatnya sahabatnya, Alfa. Yang juga ikut berdiri dipinggir pagar .“Kamu kenapa, Him. Aku lihat akhir-akhir ini kamu sering melamun, dan lebih banyak diam.” Kata Alfa

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status