Share

BAB 2 (FAKTA)

Bab 2

Aku bukanlah tipe menantu idaman para mertua. Jika ada ketidak adilan yang terjadi, maka diamku bisa berubah menjadi seekor singa yang dibangunkan dari tidurnya.

Apalagi ini menyangkut anakku, anak kandungku.

***

Pagi menjelang siang. Pekerjaan rumah selesai ku kerjakan, Alea masih terlelap di pembaringan, aku berniat ke toko ATK milik Wa Susi, kakak dari bapak mertua untuk membeli perlengkapan melamar pekerjaan.

Tak lupa ku titipkan Alea pada Putri, adik Kandung suamiku.

"Put, mbak ke toko depan dulu ya, titip Alea sebentar. Kamu libur sekolah kah?"

"Siap mbak.. tenang ajaa. Iya nih katanya ada rapat guru.. jadi bisa rebahan deh dirumah.. hehehe..." Ucap Putri sambil mengunyah keripik kentang di depan televisi.

Putri adalah anak bungsu dari Bu Rani dan Pak Tedi. Saat ini dia duduk di kelas 2 SMP. Cita-citanya ingin kurus, tapi hobinya ngemil. Berbeda denganku, sudah makan banyak tapi tidak jadi daging, nasib..

Menurutku, anaknya periang dan tau etika, enak diajak ngobrol, kadang kala suntuk kita sering saling curhat.

"Yasudah.. makasih ya gemooy." Ucapku sambil berlalu.

"Wokkee.."

***

Sesampainya ditoko..

"Assalamualaikum, Wa.." terlihat Wa Danu suami Wa Susi yang menjaga toko.

"Waalaikumsalaam.. ehh Nisa, tumben ada mau beli apa nduk?"

"Ini Wa, Nisa mau beli perlengkapan lamaran kerja, ini daftarnya." Kuberikan selembar kertas berisi daftar keperluan yang kubutuhkan ke Wa Danu.

"Sebentar, Uwa siapkan dulu ya."

"Iya Wa.."

Sementara Wa Danu menyiapkan keperluanku, datang Wa Susi menghampiri.

"Nisa, habis ini mampir kebelakang ya. Uwak ada sesuatu buat Alea."

Toko Wa Danu memang berada tepat didepan rumah. Lokasinya strategis dipinggir jalan raya, berseberangan dengan sekolah SMP, cocok untuk buka usaha ATK.

"Baik Wa... Nanti Nisa mampir,"

"Ini nduk pesanannya.." ucap Wa Danu

"Makasih Wa, ini uangnya," balasku sambil memberikan uang berwarna hijau ke Wa Danu.

"Gak usah nduk, kayak sama siapa saja."

"Gak apa2 Wa, Uwa kan lagi usaha.. masa dikasih gratis sama Nisa,"

"Yasudah, tunggu kembaliannya,"

"Gak usah Wa.. Nisa ke belakang dulu ya, assalamualaikum,"

"Looh... Makasih nduk, waaaikumsalam."

Wa Danu dan Wa Susi sangat baik terhadapku, dari semenjak aku menikah, mengontrak hingga tinggal dirumah mertua, mereka sangat perhatian terhadapku.

"Assalamualaikum Wa,"

"Ehh sini masuk Nis," Wa Susi mempersilahkanku duduk dikursi minimalisnya.

"Iya Wa, ada apa gerangan ya Wa,"

"Ini Uwa kemaren belanja bulanan ke kota, manpir ke toko pakaian, Uwa lihat ada yang lucu2 kayaknya pas untuk Alea," Wa susi memberikan dua buah paperbag.

"Yaa Allah Wa, kok repot2 gini Wa," ucapku terharu dengan perlakuan Wa Susi,

"Gak repot Nis, malah Uwa seneng bisa berbagi sama kalian," ucap Wa Susi.

"Makasih banyak ya Wa, Uwa baik banget sama Nisa,"

"Dan ini ada susu formula untuk Alea, mudah2an manfaat ya Nis," Ucapan Wa Susi membuatku bingung,

"Maaf sebelumnya Wa, tapi Alea saat ini masih minum ASI, ngga Nisa kasih sufor," jawabku dengan nada sopan.

"Lololoh.. ibumu waktu itu pagi2 mampir kesini cerita, katanya ASImu seret, gak keluar2. Katanya mamaknya males, gak niat kasih ASI makanya gak keluar2. Udah gitu Uwa inisiatif lah belikan Alea botol susu sama Sufornya, karena ibumu waktu itu gak ada bawa perlengkapan. Mana Alea nangis terus, kayaknya lapar." Ungkap Wa Susi panjang lebar.

Aku yang mendengarnya tentu merasa kesal, kenapa ibu tega berbicara tidak sesuai fakta. Jelas2 ibu mertuaku sendiri yang bilang jika badanku kurang gizi, dan juga ASiku deras, malah sering rembes.

"Astagfirullah Wa, ASI Nisa banyak, malah ibu sendiri yang bilang kalau Nisa kurang gizi, ibu takut Alea ketularan kurang gizi kalau minum ASI Nisa Wa," aku berbicara dengan mata berkaca-kaca. Tak faham dengan sikap mertuaku.

"Yaa Allah nduk, maafin Uwa ya.. Uwa gak tau kalau seperti itu kejadiannya," Wa Susi berkata dengan menggenggam tanganku.

"Iya Wa, gak apa2, ini bukan salah Uwa.."

"Yang sabar ya nduk, Rani mertuamu memang begitu sifatnya, dan saran Uwa, mending kamu urungkan saja niatmu untuk kerja, kasian Alea masih terlalu kecil untuk jauh dengan ibunya."

Andai bisa ditukar, aku ingin mempunyai mertua sebaik Wa Susi dan Wa Danu, yang memahami perasaan menantunya.

"Nisa juga kepengennya gitu Wa, tapi Nisa harus bantu Mas Aldi bayar hutang yang dipinjam ibu untuk biaya lahiran Nisa kemarin," sekalian saja ku bahas soal hutang yang sering ibu bicarakan. Siapa tau aku bisa tahu jumlah nominal dan pada siapa ibu berhutang.

"Gustiii.... Nisaa... Biaya lahiranmu hanya sebesar satu juta lima ratus, itupun sudah Uwa ikhlaskan. Hitung2 Uwa bantu meringankan kalian,"

Deg...

Fakta apalagi ini, begitu banyak kebohongan yang ibu mertuaku simpan. Apakah masih banyak kebohongan lainnya yang belum ku ketahui, sebenarnya apa tujuan mertuaku.

"Jadi ibu pinjam uang sama Uwa ?"

"Iya Nis, tempo hari ibumu mampir kesini, Uwa denger cerita ibumu, rasanya gak tega. Gak apa2 sudah Uwa ikhlaskan untukmu dan Alea,"

"Yaa Allah Wa.. Haturnuhun, makasih ya Wa, Uwa baik banget sama Nisa sama Alea, Suatu saat, Nisa bakalan balas kebaikan Uwa," Aku berbicara dengan tatapan nanar, ada perasaan nyeri dan haru dihati.

"Sama2 Nisa, Uwa seneng bisa bantu kalian. Nanti kalau ada apa2 bilang saja sama Uwa ya Nis,"

"Iya Wa, ohh ya, Nisa mau sekalian pamit, takutnya Alea sudah bangun," ku ulurkan tangan sambik beranjak dari tempat dudukku tak lupa mengucap salam.

"Assalamualaikum Wa,"

"Waalaikumsalam Nis, hati2,"

Sepanjang jalan menuju rumah, fikiranku tak henti2nya tertuju pada semua fakta yang baru ku ketahui. Sesampainya dirumah, terlihat ibu mertua tengah menggendong putri kecilku.

"Assalamualaikum, loh Alea anak mama udah bangun nak,"

"Anak mama prettt... Lagian warung Wa Susi apa udah pindah ke arab saudi ? Lama bener. Nih liat cucu saya bangun gak ada yang nungguin." Dengan tatapan bak elang yang siap menerkam apa saja dihadapannya, ibu mertuaku berujar.

Padahal yang kulihat Alea anteng2 saja, dan bukannya tadi sudah kutitipkan pada Putri,

"Iya Bu, maaf tadi Wa Susi ngajak Nisa ngobrol sebentar, sambil dia kasih bingkisan ini untuk Alea,"

Kulihat ekspresi ibu mertuaku sedikit terkejut

"Ngobrolin apa kalian, gak usahlah kamu ikut2an jadi tukang gosip macam orang sini. Gak ada faedahnya."

"Nisa gak bergosip bu, Wa Susi bicara soal susu formula dan.. soal biaya lahiran Nisa." Aku berbicara dengan menatap tajam ibu mertuaku.

Terlihat jelas keterkejutan di raut wajah wanita yang melahirkan suamiku. Mulai sekarang tak ada kata mengalah, selama kita benar, maka tak ada alasan untuk mengalah. Terserah apa tanggapan atau sikap ibu mertuaku nanti. Dan sekarang apa aku harus melanjutkan keinginan ibu mertuaku untuk kembali bekerja, untuk membantu melunasi hutang yang sebenarnya hanya omong kosong belaka.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status