Indra kembali tertawa. “Mengangkat kisah Key.”
Spontan Javi terdiam beberapa saat. Pak Isa yang menemani perjalanan jadi menoleh.“Kau sudah beritahu Key?”“Belum. Ingin tahu pendapatmu dulu. Ini kesempatan buat Bintang Multimedia. Terserah apa dia mau jadi artis atau hanya penulis skenario. Hanya saja, ke depannya ….”“Aku mengerti. Dia jadi tak bebas lagi. Namun, walaupun aku tak ingin membatasinya. Aku diskusikan dulu dengan dia. Jika memang dia tak siap, aku tidak memaksa.”“Aku mengerti. Kuharap dapat kabar baik. Serial Raya Dan Bingkai Cinta, mau dibungkus. Program lain juga tidak populer, jadi hanya bisa berharap Key bersedia.”“Aku mengerti.”***“Sebenarnya apa yang mengganggu Aden?” Akhirnya Pak Isa tak kuasa menahan diri melihat Javi yang ngobrol online dengan Indra menjadi murung.Sesaat Javi menghela napas. “Key datang padaku karena kekayaan. Aku takut jika diberi kesibukan yang menghasil"Ibu tau, Ibu bukan wanita yang melahirkanmu bahkan ada kenangan buruk di antara kita. Tapi, Ibu akan senang jika kau juga mengandalkan Ibu. Pandang saja sebagai Ibu dari adik-adikmu."Key mengangkat wajahnya. Cukup lama menatap wajah ibu tirinya itu, nyatanya ia tak bisa membuka mulut pada sembarang orang. "Bu, aku ingin istirahat dulu." "Ayo, sini Ibu antar ke kamar." Dewi berdiri dan membimbing Key hingga ke kamar. Terlihat Bibi Mirah yang sudah merapikan seprai dan menghidupkan AC. "Jika perlu sesuatu, jangan sungkan memanggil kami."Key mengangguk dan hanya ucapan terima kasih yang bisa terucap dari mulutnya. Tenaganya benar-benar nyaris habis. Sayangnya, ketika dirinya hanya tinggal sendiri, bukannya terlelap malah pikirannya berselancar. Mengulang kenangan indah bersama Javi diiringi dengan sembilu yang mengiris-ngiris hatinya. ***"Apa yang kau lakukan di sini?" Ruang yang dulu hanya ada canda tawa dan suara lembut kini menggelegar suara bariton Javi. Melodi yang duduk
Javi mengerutkan keningnya karena ia memang tidak merasa melakukan apa-apa. Ia terperanjat begitu melihat Key yang telah berada di tengah pintu dengan mata terbelalak. Di belakang sudah ada Pak Isa dan sepasang suami istri yang merawat villa. Javi menyibak selimutnya dan menghampiri Key. "Key, aku tidak melakukan apapun. Bahkan aku tidak tahu kenapa ada di sini," seru Javi sambil menggenggam sebelah tangan Key. Key masih membisu. Dari wajahnya terlihat ia mendengarkan apa yang diucapkan Javi, tetapi bagaimana dengan penglihatannya? Bahkan sekarang Javi bertelanjang dada. Ia menoleh pada Melodi yang menutup dada dengan selimut. “Key, dengarkan aku!” pinta Javi panik. "Darah? Tante?" jerit Melodi. Zivana bergegas menghampiri Melodi dan menyingkap selimut. Terlihat bercak merah di sprei. Mata Key melotot, bahkan napasnya tertahan. "Javi, lihat ini. Kau masih berkilah?" "Aku ….""Kau mau berdalih apa lagi? Kau telah merenggut keperawanan anak gadis orang. Kau harus bertanggung j
“Kau meminumnya?” tanya Javi raut cemas. Key kembali mengangguk. “Tapi langsung keluar dari perutku.”“Syukurlah.” Javi menghela napas lega. Ia mengambil handuk di tangan Key dan duduk di samping. “Ada untungnya kau muntah,” sahut Javi sambil mengusap rambutnya. Key terdiam. Teringat yang selalu mengeluh karena perutnya terus mual. Ternyata ada hikmah di balik itu. “Aku tidak tahu apa yang mereka rencanakan. Ke depannya, apapun selain dari tanganku, jangan kau ambil.” Key berbalik, kemudian memeluk pinggang Javi. "Aku tidak bisa membayangkan bagaimana kau bisa melewati hari di lingkungan seperti itu.""Semuanya berubah setelah Papa meninggal. Aku harus pintar, jika tidak akan tteraniaya. Di sana aku cuma setahun. Tinggal menyelesaikan SMA, kemudian keluar negeri. Di luar negeri, aku sedikit bebas. Mereka juga rutin mengirimiku. Ternyata, saat aku di sana dan lengah, mereka mengalihkan aset satu persatu hingga tidak ada satu pun untukku." Key terduduk. "Lalu Nenek? Bukankah harta
“Kenapa ke sini lagi?” gumam Key. Ia membuka mata karena tidak ada suara. Ia tersentak dan duduk begitu melihat bukan Javi yang ada di sana. “Melodi? Kenapa kau ke sini?”“Aku disuruh Javi mengantar minuman ini,” jawab Melodi sambil menaruh segelas air putih ke atas nakas. “Javi menyuruhmu?” Kening Key mengerut tajam. “Ini memang terlalu aneh, bagaimana bisa aku mengantarkan air untukmu. Mungkin dia khawatir padamu, sedang dia harus bantu Tante ngangkat barang,” ucap Melodi begitu melihat gelagat kebingungan Key. “Terima kasih,” ucap Key tanpa mampu menepis waspadanya. “Sama-sama. Kalau begitu aku keluar dulu. Minumlah airnya, mumpung hangat. Air itu juga Javi yang bikin.”Key mengangguk dan mengambil gelas itu, tetapi gerakannya terhenti karena merasa diawasi. Melodi sedikit salah tingkah ketika Key menatapnya penuh tanya. “Sekarang aku keluar. Kau minumlah.”Key meletakkan gelas itu ke atas naka
“Tidurlah,” ucap Javi lembut, kemudian memberi kecupan di dahi. Melodi yang mendengar suara itu menggenggam erat tangannya dengan wajah memerah.Terkenang dirinya yang dulu mengejar-ngejar Javi, tetapi selalu diabaikan padahal sudah tinggal serumah dan berhasil meraih hati Zivanna. “Jav, kau coba kue buatanku. Seharian aku membuatnya,” ucapnya waktu itu sambil menyodorkan toples berisi cookies. Javi mengambil cookies itu dengan wajah masih saja datar.Melodi tersenyum semringah. Diterimanya cookies buatannya itu sudah kemajuan. “Kau tidak coba di sini? Aku ingin tahu apakah itu kau menyukai atau tidak. Jika tidak, aku akan memperbaikinya.”Javi menyuap sepotong dan mengangguk, kemudian masuk ke kamar dengan membawa toples cookies itu. Melodi girang luar biasa saat itu. Usahanya sekian lama akhirnya membuahkan hasil. Ia tidak tidur semalaman karena memikirkan berikutnya ia bikin apa lagi.Namun, bes
“Kenapa Mama Papa tidak terlihat seperti kau ceritakan?” gumam Key ketika mobil yang membawa Zivana dan Ferren pergi. “Aku juga tak menyangka begitu. Tapi jangan langsung percaya perairan yang tenang. Bisa jadi di bawahnya ada hewan yang siap memangsa.”Key berkacak pinggang sambil menatap menatap wajah suaminya. “Jangan-jangan kau terlalu paranoid?”Javi tertawa. Ia meraih pinggang Key dan mendekapnya. “Apapun itu. Kau harus menerimaku lahir dan batin.”“Tuh kan? Kamu memang paranoid. Lagi-lagi mengucapkan kalimat serupa. Coba pikir, apa yang membuatku meninggalkanmu?” Wajah menyurut. Ia tak tahu harus berkata kepada Key. Key baru pertama kali melihat ibunya, wajar jika pandangan masih dangkal. Dari sudut pandangnya, justru sikap ibunya hari ini malah membuatnya khawatir. Hanya saja, ia tak bisa membuat Key takut lebih dulu. ***Pak Isa memasukkan mobil yang ia sopir ke halaman rumah orang tua Javi.Tak lama muncul seorang pembantu mengeluarkan sebuah koper. Pak Isa keluar untuk