“Sorry, aku ngaku salah,” ucap Javi sambil mendekat. “Berhenti di situ! Kenapa Indra tahu, sedang aku tidak? Kau tidak mempercayaiku?”“Bukan begitu! Indra tahu karena Prass yang bilang.”“Aku bilang jangan mendekat!” Kali ini ia meraih benda apa saja di atas nakas dan bersiap melempar. “Oke … oke. Aku berhenti di sini. Key, apa yang terjadi? Kau mens?”Key menggeleng. “Aku benci pembohong. Aku benci tidak dipercayai,” ucap Key dengan luapan emosi. Bahkan da-danya terlihat naik turun. “Aku tak bermaksud begitu,” sahut Javi sambil kembali mendekat.“Aku bilang jangan mendekat!”Hoeek. Key berlari ke kamar mandi. Mual yang sejak tadi ia tahan kini tak tertolong lagi. Hoeek. Ia mengeluarkan segala isi perut ke dalam closet. “Key, kau tidak apa-apa?”“Aku bilang jangan mendekat! Hoeek.” Key kembali mengeluarkan isi perutnya yang nyaris sudah habis. Kali ini perutnya benar-benar sakit. Ia menekan perutnya dengan napas tersengal. Keringat kini membanjiri seluruh tubuh. “Kenapa lagi? B
“Key, kau keluar sebentar. Ada yang ingin kami bicarakan,” pinta Javi.“Kau tidak percaya padaku?”“Bukan begitu. Ada kalanya kita perlu mencerna, kemudian memproses untuk menyampaikan kepada orang lain.”Key terdiam beberapa saat hingga akhirnya ia mengangguk dan segera meninggalkan ruangan itu. Indra menghampiri Javi begitu Key menutup pintu. “Bagaimana Papa bisa dirawat, apakah juga karena obat itu?”Indra hanya bisa menggeleng. “Mungkin nanti bisa kita dapatkan infonya dari Prass. Tapi menurutku, ia syok karena saudaranya yang tiba-tiba sekarat dan meninggal, terlebih lagi jika memang dia menyimpan rasa sesal. Jika malam itu mereka memang memasukkan obat ke minuman ginseng, mungkin juga Tuan Ferren sakit karena ketakutan yang ekstrem.”Javi tertawa miring. “Siapa yang tidak takut dengan kematian seperti itu. Terlebih jika memang ada rasa bersalah, tapi aku tak yakin apakah dia masih memiliki hati nurani. Orang yang tidak memiliki hati nurani, jangankan merasa bersalah bahkan men
“Dengan gejala yang sama seperti almarhum ayahku?” tanya Javi. Key menjadi kebingungan. Ia seperti sedang menonton drama pertengahan episode. Dari mana awal cerita dan akan dibawa kemana. Tuan Darren siapa? Saudara Ferren? Apa yang terjadi? Kenapa Javi tidak seperti orang baru bangun dari koma?“Belum dapat dipastikan karena aku belum melihat rekam medisnya.” “Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa Tuan Darren?” Akhirnya Key tidak dapat menahan diri. Sesaat tiga pria itu saling bersitatap hingga akhirnya Indra bersuara. “Kalau begitu kami keluar dulu. Aku juga mau memantau keadaan. Kelihatannya Tuan Ferren tadi sedang tidak baik.”Javi mengangguk. Key terus menatap Javi hingga kedua bersaudara itu telah keluar dari ruangan.“Katakan apa yang terjadi? Mengapa kau tidak seperti bangun dari koma?”Javi terdiam beberapa detik, hingga akhirnya ia berkata, “Aku haus.”Key menggertakkan gerahamnya, tetapi segera membuang napas karena Javi memang belum menyentuh apapun hampir 24 jam. Key be
Susah payah Ferren menyeret langkah hingga akhirnya sampai di luar rumah sakit. Namun, kemudian tersadar kalau saudaranya mungkin saja di rumah sakit yang ia pijak sekarang.Dengan tangan bergetar ia mengangkat ponselnya. “Mel, ayahmu di mana?”“Di ruang ICU, Paman.”Ferren mematikan panggilannya dan kembali masuk ke rumah sakit. Ia mengayunkan langkah cepat sambil memeriksa anak panah penunjuk meski pernah mendatangi ruang ICU sebelumnya.***Isak tangis ipar dan dua keponakannya yang duduk ruang tunggu saat Ferren telah tiba. “Mel, bagaimana keadaan ayahmu?”Melodi menggeleng lesu. Wajahnya basah dan membengkak. “Paman, mungkinkah malam tadi ….”Bahkan Melodi tak berani membayangkan. Ferren sedikit terhuyung. Tanpa diingatkan pun ia telah menebak hal yang sama. Ia tak bisa menerka-nerka bagaimana bisa Darren si pengatur rencana terkena jebakannya sendiri. Andai Javi juga tidak kritis, ada harapan mangkuk itu hanya tertukar. Nyatanya … Ferren tak berani membayangkan. “Apa yang ter
“Key!” Pada akhirnya ia harus menahan diri. Ia berjanji akan mendatangi dokter itu lagi di lain waktu. “Baiklah, kalau begitu aku undur diri. Dokter, maaf telah mengganggu waktunya.”“Kau mau sesuatu? Biar aku belikan.” Neal kembali menawarkan diri. Key tertawa kecil. “Aku jadi ingat waktu sakit dulu. Kau menawarkan berbagai makanan hingga aku kesel dibuatmu.”Neal ikut terkekeh. “Benar, tapi kau masih saja tidak memperlihatkan kekesalanmu. Andai waktu bisa diulang ….”“Sudahlah! Nyatanya itu tak mungkin. Andai diulang, mungkin semesta ini jadi kacau karena setiap orang ingin mengubah takdirnya. Neal, bisa kau jemput Ibu. Aku belum kasih kabar ke Ibu.”Neal mengangguk cepat. “Akhirnya aku bermanfaat untukmu.”Key kembali tertawa kecil. “Ngomong apa? Pergi sana,” seru Key sambil mendorong punggung Neal. Key berbalik. Ia tak berminat lagi mencari angin segar. Key mempercepat langkah, tapi tepat di persimpangan ia segera bersembunyi karena melihat Ferren yang berjalan dari arah lain.
Yang ia tak mengerti mengapa menggunakan ginseng merah? Apakah Javi tidak bisa mengkonsumsi ginseng merah? Atau ginseng merah hanyalah kambing hitam atas obat yang tersembunyi?Seketika matanya memerah berselaput kaca. Jika dugaannya benar, ia tidak membiarkan mereka hidup dengan tenang. ***Tak lama Zivana datang dengan Melodi. “Ma,” sapa Key lesu. “Apa yang terjadi dengannya?” Zivana bergegas menghampiri Javi. “Kenapa ia tidak sadarkan diri?”Key menoleh pada Melodi. Tatapan tajam itu membuatnya tersentak. “Javi kritis. Besar dugaan dia keracunan makanan,” ucap Key tanpa mengalihkan pandangannya pada Melodi. “Keracunan makanan? Key, kau sangat ceroboh memberinya sembarang makanan. Aku akan menuntutmu,” teriak Zivana sambil menunjuk. “Menuntunku? Ia hanya sempat sarapan di rumahku, kenapa aku, Bibi dan Pak Isa baik-baik saja? Sebaliknya malam tadi, dia datang dari mana? Makan apa? Apakah Mama mengingatnya?”Zivana menggeleng cepat. “Ia memang makan di rumah Melodi, tapi tidak m