Share

Luluh

“Kenapa? Sedang mencari apa?” Suara Prilly menghentikan Zoia yang sejak tadi menatap ke sekitarnya seakan sedang mencari pertolongan.

Zoia mengalihkan pandangannya pada Prilly. “Ada apa ya? Kok kayaknya kebetulan banget kita bisa ketemu di sini?”

“Aku juga nggak tahu.” Prilly mengangkat bahunya.

“Kamu udah ketemu Javas? Kamu nggak takut muncul kayak gini? Gimana kalau Javas melaporkan kamu karena membawa kabur uangnya?”

Prilly tertawa lepas seakan baru saja mendengar sebuah lelucon yang membuatnya geli. “Harus berapa kali sih aku bilang? Javas itu pembohong. Aku sama sekali nggak melarikan uangnya. Jadi kenapa harus takut?” jawabnya ringan sambil mengembangkan kedua tangannya.

Cara perempuan itu meyakinkan membuat Zoia kembali meragukan Javas dan memercayai Prilly. Kalau benar Prilly menipu dan membawa lari uang Javas tidak akan mungkin ia berani berkeliaran seperti saat ini. Logikanya begitu kan?

“Aku ke sini karena kasihan sama kamu, Zoi. Aku takut Javas menyiksa kamu. Sebagai sesama wanita aku nggak mau itu terjadi. Aku heran, kamu kok mau ya gantiin aku menikah dengan dia? Aku aja nggak mau. Atau … apa jangan-jangan kamu mau menikah dengan Javas karena dia kaya?” Prilly memandang Zoia dengan tatapan miring.

“Bukan!” Zoia menyahut cepat lalu menyanggah tudingan perempuan itu. “Aku menikah dengan dia karena terpaksa.  Javas mengancam akan menuntut WO-ku kalau nggak mau bertanggung jawab dengan cara menggantikan kamu. Lagian pernikahan kami hanya sementara, bukan selamanya. “

“Oh ya? Atas dasar apa kamu bilang begitu?” Prilly merasa tertarik untuk mengetahuinya.

“Ada surat perjanjiannya. Disitu dinyatakan kalau pernikahanku dengan Javas hanya sementara.” Zoia yang baik dan sedikit naif tanpa sadar berucap dengan jujur. Apalagi Prilly berhasil meyakinkannya bahwa Javas bukanlah lelaki yang baik.

“Jadi pernikahan sementara kalian sampai berapa lama? Kapan kalian akan bercerai?” tanya Prilly antusias.

“Javas bilang sekitar satu tahun. Tapi aku kurang tahu tepatnya. Semua keputusan ada di tangan dia.”

Prilly manggut-manggut. "Tuh kan, kamu sudah buktikan sendiri betapa egoisnya dia. Masa kamu nggak dikasih kepastian. Aku yakin kalau Javas hanya ingin main-main menikahimu. Dia itu bajingan." Lalu perempuan itu menggenggam tangan Zoia dan menatapnya dengan lekat. “Zoia, sebaiknya kamu berhati-hati dengan Javas. Desak dia agar segera mengakhiri pernikahan kalian. Aku kasihan melihat kamu. Aku nggak mau sesuatu yang buruk terjadi padamu. Okay, Dear?”

“Tapi gimana caranya? Aku sudah tandatangani surat itu. Aku nggak mau Javas menuntut WO-ku.”

“Caranya gampang.” Prilly menjentikkan jarinya. “Kamu tinggal cari gara-gara, Javas pasti menceraikanmu karena dia nggak suka sama perempuan yang banyak tingkah.” Prilly menutup kalimatnya sambil membelai pipi Zoia. Perempuan itu lalu pergi dari toilet meninggalkan Zoia sendiri.

Zoia termangu. Kata-kata Prilly berhasil meracuninya.

***

Javas memandang arlojinya. Sudah sejak tadi laki-laki itu melakukan hal yang sama. Javas menunggu Zoia yang tidak kunjung muncul dari toilet, padahal acara sudah berakhir.

“Javas!” Sebuah tepukan di pundaknya serta suara seseorang yang menyebut namanya membuat Javas langsung memutar kepala, memandang ke belakang. Ia terkejut ketika menyaksikan sendiri dengan matanya siapa yang berdiri di sana. Prilly! Mantan calon istrinya yang telah menghancurkan hatinya.

“Prilly ...” Javas menggumam pelan.

Rasa rindu yang tiba-tiba membuncah membuat Javas ingin membawa perempuan itu ke dalam pelukannya. Namun akal sehatnya mengingatkan akan segala tingkah dan perbuatan buruk perempuan itu.

“Akhirnya kamu muncul juga. Udah lelah sembunyi?” Javas menahan emosinya meskipun saat ini ia ingin meluapkan segalanya.

“Jav, tolong jangan marah dulu. Aku akan jelaskan semuanya. Setelah itu kamu boleh melakukan apa saja.”

“Apa yang mau kamu jelaskan, hah? Kamu pergi di hari pernikahan kita, membuatku malu dan melarikan uangku. Itu yang mau kamu jelaskan?”

“Jav, aku punya penjelasan untuk semua itu. Aku mohon kasih aku waktu untuk menjelaskannya,” pinta Prilly dengan lirih sambil memasang wajah sedih agar Javas luluh.

Javas mendengkus. Awalnya ia menolak, namun Prilly tidak menyerah untuk meluluhkannya.

“Please, kasih aku sedikit waktu. Setelahnya terserah kamu mau percaya apa tidak.” Prilly menangkupkan kedua telapak tangannya di dada memohon pada Javas dengan tampang menyedihkan seperti tadi.

Javas pikir apa salahnya ia memberi sedikit kesempatan pada Prilly. Ia ingin tahu untuk apa perempuan itu melarikan uangnya. Jika Prilly butuh uang seharusnya bisa mengatakan langsung kepada Javas.

“Aku kasih waktu, tapi cuma lima menit,” ucap Javas tegas.

Prilly mengangguk dan tampak senang karena Javas mengabulkan permintaannya.

“Di mobilku tapi ya biar ngomongnya enak.”

Prilly membawa Javas ke dalam mobilnya yang terparkir di paling sudut area parkir kendaraan.

“Jav, aku minta maaf. Sebenarnya aku pergi waktu itu karena terpaksa. Aku diancam.” Prilly memulai penjelasannya.

“Diancam siapa?” tanya Javas dengan dahi berkerut.

“Debt collector.”

“Tapi kamu nggak pernah cerita. Memangnya kamu punya utang?” ujar Javas heran.

“Bukan aku, tapi orang tuaku dulu. Itu sebabnya aku pergi membawa uangmu.”

“Tapi kamu bisa mengatakannya tanpa harus kabur. Aku pasti membantu selagi bisa."

“Aku malu, Jav. Aku nggak mau kamu menganggapku matre. Dan akhirnya aku sadar ternyata caraku itu lebih salah. Aku jadi kehilangan kamu. Aku menyesal,” ucap Prilly dengan mata berkaca-kaca.

Javas membisu sambil memandangi Prilly yang menangis di dekatnya. Ia hampir tidak pernah melihat perempuan itu menangis. Dan jika sekarang dia menitikkan air mata bukankah artinya dia tidak berbohong?

Prilly mendekat lalu melingkarkan tangannya ke tubuh Javas serta menyandarkan kepala ke dada laki-laki itu.

“Aku menyesal pergi waktu itu. Aku memang bodoh. Dan sekarang aku sudah kehilangan kamu.” Perempuan itu menangis sesenggukan.

Javas menghela napas panjang. Sejujurnya ia masih mencintai Prilly. Setelah mendengar penjelasan Prilly tadi mengenai alasan kepergiannya Javas pun luluh. Lamat-lamat tangannya terangkat membalas dekapan Prilly di tubuhnya. Lalu dikecupnya puncak kepala perempuan itu dengan perasaan cinta yang masih tersisa.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status