“To, ini loh Bapa dikasih sama yang punya Ayam geprek yang di sana!” Ditunjuknya ruko ayam geprek miliku. “Wah yang Toto mau itu ya Pa, Hore! Mana? Sini Pak, Toto mau makan!” sahut anak itu dengan riangnya. Toto masih berumur 3 tahunan dan satu lagi yang menggandengnya kuperkirakan berumur 12 tahun mereka tampak menggandol karung berisi botol plastik bekas. Sungguh miris padahal harga ayam geprekku tidak seberapa, ternyata anak ini sudah lama ingin mencicipi ayam geprekku, karena takut mengganggu mereka makan aku segera berpamitan dari sana. “Dek, sepahit itukah kehidupan di jalanan?” tanyaku pada Ayu. Kini, kami tengah berada di dalam mobil menuju arah pulang. “Iya Bang keras dan kejam, makanya kita harus banyak bersyukur, masih punya segalanya. Rumah, keluarga juga usaha. Sayangnya, kita malah sering lupa buat bersyukur.” “Bang Adek punya ide, bagaimana kalau kita kasih diskon 50 persen setiap hari Jumat, biar kita bisa promo sambil sedekah?” “Apa enggak bakal rugi? Abang ta
“Abang udah pernah salat tobat?” tanya Ayu. “Belum Dek, memang harus?” tanyaku balik. Aku pernah mendengar tentang salat tobat tapi tidak pernah berpikir untuk melakukannya. Walaupun aku merasa sudah melakukan kesalahan yang fatal sekalipun. Kurasa Tuhan akan mengerti tanpa harus aku melakukan salat taubat. “Waktu Abang ngelakuin kesalahan Abang ngejelasin panjang lebar ke Adek, tujuannya biar Adek maafin Abang ‘kan? Kenapa Abang ga mau mengakuinya di depan Allah sekali lagi?” Pertanyaan Ayu membuatku terpojok. “Hehehe gitu ya De.” Aku sampai tidak bisa berkata-kata. Aku menoleh ke arah Ayu tapi tidak lama menatap lurus langit-langit kamarku lagi. “Abang pasti mikir kalau Tuhan pasti udah ngerti tanpa Abang jelasin, iya Kan?” “Iya, Dek,” “Tuhan memang Maha mengetahui Bang, tapi apa salahnya kalau Abang mengkhususkan taubat Abang dengan salat,” “Apa Allah akan mengampuni Abang, Dek?” tanyaku, entah kenapa ada sedikit keraguan dihatiku. “Insyaallah Bang, hanya ada satu dosa yan
“Ren enggak baik ngomong kayak gitu, dia itu nenekmu Ren, ibunya mamah,” ucapku mencoba menenangkan Reno.“Apa dia pernah menganggapku cucunya Pah?“Mengakuinya atau tidak kamu tetap cucunya Ren,” ucapku.Reno lagi-lagi tersenyum kecut ke arahku. Dia terkesan meremehkan ucapanku, aku bisa mengerti perbuatan Ibu mertuaku juga sangat menyakiti Reno.“Demi Mamah bersikap baiklah kali ini Ren, hargai dia demi Mamahmu,” ucapku.“Demi Mamah? Aku tidak sebaik Mamah Pah,” ucap Reno. Aku menyerah sepertinya Reno tidak bisa diajak bicara, dia begitu keras kepala, sepertinya aku harus menyuruh Ayu agar dia mau bicara dengan Reno.“Ya sudah Papah mau ke sana sebentar,” pamitku pada Reno aku harus segera membicarakan hal ini dengan Ayu.Reno hanya mengangguk tanda setuju. Kucolek pinggang Ayu agar dia mau menoleh ke arahku, ku ajak dulu dia sedikit menjauh dari Ibu. Ak
PEP! PEP! PEP!Mobilku diklakson orang, sepertinya aku berhenti cukup lama. Dengan segera aku menginjak pedal gas agar segera melaju. Sepulang dari Lapas aku berpikir apakah harus mencabut tuntutan? rasanya tidak tega melihatnya menderita begitu, ah karena memikirkan itu aku jadi lupa untuk menelepon Reno, untuk memastikan apakah dia ada di Lapas atau tidak.Dek maukah kamu pinjamkan hatimu buat Abang sebentar saja, supaya Abang bisa punya hati seluas samudera sepertimu? Tidak seperti hati Abang yang kotor, maafkan Abang Dek, bahkan sampai hari ini Abang belum bisa mengikhlaskan kesalahan Tiara.“Bu Ratna, Reno mana ya kok gak kelihatan?”Bu Ratna adalah ART ku karena dia seumuran dengan ibuku, aku dan Ayu memanggilnya Ibu. Aku masih penasaran, di sisi lain ,mungkin hanya salah lihat tapi di kedai tak kudapati Reno.“Oh tadi Reno udah ke sini sih tapi katanya mau nengokin temennya,”“Temennya di mana Bi? Siapa t
PoV Reno Siapa bilang hidup dengan nenek itu enak, seperti kata orang yang katanya nenek kebanyakan akan lebih menyayangi cucunya dari pada anaknya sendiri, kenyataannya terjadi dalam kehidupanku, justru sebaliknya, jangankan baik, dihargai sebagai manusia pun sudah beruntung. Nenekku tipe wanita yang keras, dia bukan orang yang mau di salahkan,. Selalu saja ingin menang sendiri. Pikiran kolot begitu melekat dalam dirinya. Apakah dengan menjadi tua, manusia akan berubah menjadi menyebalkan? Tak hanya tingkah lakunya saja yang menyakiti, yang bahkan tak segan main fisik, tapi jauh dari itu capannya lebih-lebih menyakitkan hati. Apa lagi Mamahku dari kecil. Aku yakin sekali kehidupan Mamah pasti tak jauh berbeda dengan masa kecilku yang di habiskan dengan wanita temperamental yang gila pria. Silakan orang mau bilang apa, cucu durhaka? Biarkan saja orang menganggapnya begitu. Kebencianku padanya, sudah terlanjur mendarah daging. Andai saja sudah besar waktu Nenek memarahi Mamahku dulu
PoV R enoTerhitung sudah 2 bulan, menikmati permainanku Tiara, tentunya bersama nyamuk-nyamuk gaib yang hanya terlihat olehku.Suatu hari aku ingin sekali masak mie instan, karena aku sudah biasa melakukan semuanya sendirian, ada atau tidak ada ART menurutku tidak ada bedanya.Bedanya hanya Mamah jadi lebih bersemangat, karena pastinya pekerjaan Mamah jadi banyak berkurang.“Ren kalau nyuci mangkok itu enggak boleh bersuara sampai berisik, walaupun piring itu benda mati kita harus memperlakukannya dengan hati-hati Ren,” ucap Mamah saat aku tengah mencuci piring bekas aku makan mie instan.“Loh memang kenapa sih Mah lagian ini kan piring melamin gak bakal pecah?” jawabku“Kamu tahu setiap makhluk yang tidak bernyawa sekalipun, seperti piring contohnya mereka itu senantiasa bertasbih kepada Allah, cuma kitanya aja enggak ngerti bahasa mereka,” ucap mamah pa
Pov RenoPah, bagaimana keadaan Mamah?”Aku menepuk pundak Papah perlahan.“Mamahmu kritis, Ren.”Papah tertunduk lesu.“Dedek bayi bagaimana ,Pah?”“Dia baru saja meninggal Ren, tapi mama…, rahim mamah rusak. Harus diangkat. Perutnya kena benturan keras. Astaghfirrullahaladzim, ya Allah.”Papah mengusap wajahnya yang sudah basah dengan air mata.Hatiku begitu nyeri, mendengar setiap penjelasan Papah. Mobil Mamah menabrak pohon hingga berguling turun ke sawah. Membayangkannya saja tidak sanggup. Aku duduk di bangku depan ruangan operasi mamah, tasbih dan salawat tidak henti-hentinya aku lafalkan, demi kesembuhan Mamah.Hingga tiba-tiba dokter keluar dari ruang operasi, kata dokter operasi pengangkatan rahim sudah berhasil.Alhamdulillah.Aku ikut lega mendengarnya. Aku bisa melihat di kaca tembus pandang badan Mamah penuh de
Pov RenoSetelah aku memberi pengertian sebisaku pada Randi dan Ilham, akhirnya mereka mau melepaskanku. Aku segera berangkat menuju rumah sakit.Setelah sampai, aku menyuruh Papah untuk segera pulang, karena dedek bayi sudah dimandikan dan sebentar lagi mungkin akan disalatkan.Aku masuk ke ruangan. Di sana Mamah punya ruangan sendiri, jujur saja aku sangat mengantuk dari semalam aku belum tidur sama sekali saat aku ke sini. Papah juga ketiduran di samping Mamah, kami berdua memang tidak tidur semalaman. Menunggu mamah keluar dari ruang ICU.Pukul 14:00 aku terbangun, ternyata mamah masih belum sadar juga. Aku pun bergegas menunaikan salat dzuhur karena waktunya sudah mepet. Sengaja kupanjangkan zikirnya supaya hatiku lebih tenang karena dari kemarin perasaanku tidak karuan memikirkan keadaan Mamah yang sampai sekarang belum sadar juga.“Ren.”Tiba-tiba terdengar suara yang memanggil namaku dengan lirih. Ternyat