Share

Bab 2. Kuliah

Penulis: Jessie White
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-16 02:34:21

Liana menepuk pundak Diana dan berbisik, “Adam ke sini!”

Diana langsung memegang tangan Liana dan berdiri menjauhinya. Liana melihat Dino dari kejauhan dan memberikan isyarat. Sekolah Diana dan Adam memang berbeda namun berdekatan sehingga murid-murid dari sekolah sebelah bebas keluar masuk sekolah Diana.

“Diana!” seru Adam. Diana terus berjalan tanpa menoleh.

Dino segera menghadang Adam, “Lo ngapain ganggu temen gue lagi? Kurang jelas apa kemarin?”

“No, gue itu masih sayang sama Diana!”

“Ngakunya sayang tapi lo ngga bisa jaga Diana! Lo juga main belakang dengan sengaja. Itu bukan sayang! Lo egois! Ini juga bukan sekolah lo. Jadi pergi dari sini!” bentak Dino. Adam terlihat kesal dan pergi meninggalkan sekolah.

Beberapa kali Adam berusaha mengajak Diana balikan, namun Diana menolaknya. Untung ada sahabat-sahabatnya, Dino dan Liana. Kedua sahabat Diana adalah anak dari keluarga kurang mampu yang dibantu orangtua Diana. Secara penampilan, Dino dan Liana bisa dikatakan cukup rupawan, namun mereka berdua memiliki watak yang berbeda. Dino adalah seorang yang sangat pintar matematika dan dia adalah pekerja keras. Dino lah yang mengajari Diana dan Liana mata pelajaran yang umumnya ditakuti oleh anak sekolahan. Sedangkan Liana sendiri adalah anak yang sangat ceria dan selalu dapat mencairkan suasana. Liana memang tidak terlalu pintar dalam hal mata pelajaran, namun dia sangat pandai mendapatkan hati orang.

Malam itu, Diana tidak dapat tidur. Dia mengingat waktu ketika dirinya hendak berhubungan dengan Adam, bagian ‘kewanitaan’nya mengalami kesakitan luar biasa. Rasanya perih sampai-sampai air mata Diana mengalir deras waktu itu. Diana pun menyerah dan tidak mau melakukannya lagi. Dia menjadi sangat trauma dengan hal tersebut. Akan tetapi, Diana menyimpan cerita itu sendirian. Tidak ada yang mengetahui hal ini kecuali dirinya sendiri.

“Ah mungkin karena gue masih virgin ya. Jadi masih sempit,” Kata Diana pada dirinya sendiri, “Tapi kenapa orang lain kayaknya langsung-langsung aja ya? Ya emang bersyukur sih karena masih perawan tulen, cumen kok aneh.”

Diana mondar-mandir di kamarnya dan berpikir. Lalu dia menyimpulkan sendiri, “Mungkin karena psikis gue belum siap untuk nglepasin keperawanan, makanya tubuh gue dan miss V gue jadi menolaknya.” Diana mengangguk-anggukan kepalanya berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa alasannya itu benar.

Dia merebahkan diri di atas kasurnya. Dia mengingat semua kisah cintanya sekilas dan pesan Bi Inah kepadanya. Dia berkata pada dirinya sendiri, “Udah ah, gue udah ngga mau pacaran lagi kecuali sama calon suami nanti. Bener kata bi Inah, gue harus lihat watak orang dulu. Kalau dia mau menerima persyaratan gue, berarti dia orangnya. Sekarang gue harus fokus dulu ke kelulusan dan ujian masuk kampus negeri. Gue harus bisa!”

***

Diana menjadi sangat sibuk di hari-hari terakhir masa SMAnya. Diana belajar sana-sini dan mengambil les tambahan di luar jam sekolah. Untungnya Liana dan Dino juga sama-sama getol belajar. Dino yang pintar seringkali mengajari Diana dan Liana juga mengenai bab-bab dalam pelajaran yang mereka kurang mengerti.

Hari ini adalah hari ujian masuk PTN (Perguruan Tinggi Negeri) yang mereka tuju.

“Diana, uda belajar lagi?” Tanya Liana yang duduk di sampingnya.

“Udah sih. Kepala gue uda mau botak nih. Gue pengen banget kita bertiga barengan lolos ujian ini. Kuliah bareng deh.”

Dino tiba-tiba muncul di hadapan mereka, “Hayo lagi pada ngomongin apa? Kalian tegang banget dari jauh.”

Liana meninju perut Dino, “Ya iyalah tegang, mau ujian. Ngga kayak lo santai, mentang-mentang pinter!”

Dino mengusap-usap perutnya kesakitan. Dino berkata pada Liana,“Pinter juga belum tentu lolos, Li. Ujian kayak gini tuh kadang tergantung hoki juga. Hoki lo bagus, lo jadi bisa ngerjain soal, terus lo lolos. Kalau lagi ngga hoki ya soalnya jadi susah-susah buat lo.”

Liana mencibir Dino kesal. Namun memang benar apa yang dikatakan Dino. Liana segera membuka kembali catatan-catatannya sedangkan Dino malah sibuk main HP. Liana menyenggol Dino dengan keras, “Malah mainan HP!”

“Ih apaan sih. Suka-suka gue dong! Ini juga belajar tau!” Dino tetap memainkan hpnya. Liana terdiam mendengar alasan Dino.

Diana memandang kelakukan sahabat-sahabatnya dengan rasa kesal, “Udah berantemnya! Bentar lagi ujian. Siapin pensil sama kartu pesertanya!”

Mereka pun bergegas bersiap-siap sampai pengumuman ujian dilaksanakan. Begitu pengeras suara mengumumkan bahwa peserta ujian boleh masuk ruangan, mereka segera berjalan memasuki ruang ujian.

“Jangan lupa berdoa dulu,” bisik Dino kepada kedua sahabat ceweknya. Diana dan Liana mengangguk.

Diana membolak-balik kertasnya. Hatinya sangat lega karena soal-soal yang diujikan mirip dengan apa yang telah dipelajarinya bersama kedua sahabatnya. “Semoga Dino dan Liana juga bisa mengerjakannya,” katanya dalam hati. Diana segera mengerjakan soal-soal itu tanpa banyak hambatan.

***

Akhirnya Diana, Liana, dan Dino berhasil berkuliah di kampus yang sama walaupun dengan jurusan yang berbeda. Diana mengambil Sastra Inggris, Dino mengambil Ilmu Komputer, dan Liana mengambil Kimia. Mereka berkuliah di kampus negeri ternama di Yogyakarta. Mereka merantau keluar dari Jakarta dengan alasan ingin mencari pengalaman baru. Awalnya orangtua Diana menolak, tapi untungnya Liana dan Dino meyakinkan orang tua Diana untuk melepaskan anaknya karena mereka berjanji akan menjaga Diana selama berkuliah di Yogyakarta.

Diana dan Liana memilih sewa rumah, namun Dino memilih kos dengan alasan karena Dino adalah anak laki-laki. Tidak elok tinggal serumah dengan teman wanita yang belum menikah. Kosan Dino tidak jauh dari rumah sewa Diana dan Liana jadi mereka bertiga tetap bisa hang out sewaktu-waktu.

Semester demi semester berlalu tanpa terasa dan saat ini mereka menginjak semester akhir dimana mereka sibuk dengan skripsi masing-masing. Selama kuliah, Diana tidak pernah berpacaran maupun dekat dengan laki-laki. Banyak laki-laki yang menyatakan perasaan cinta kepadanya termasuk teman-teman jurusannya, akan tetapi dia selalu teringat masa SMAnya yang tidak menyenangkan akibat Adam dan memutuskan menolak semua laki-laki yang mendekatinya.

Pagi itu, Diana dan Liana mencoba resep nasi goreng jawa ala yang diberikan oleh teman kampus Liana. Diana bertugas menyiapkan bahan dan Liana bertugas menghaluskan bumbu. Diana segera mengambil nasi secukupnya, telur, sosis, dan daun bawang. Diana meletakkannya di atas meja dan dia segera memotong-motong sosis dan daun bawang yang sudah disiapkannya. Di sisi lain, Liana mengambil cobek dan memasukkan cabe, bawang merah, dan bawang putih. Liana mulai memainkkan tangannya menghaluskan bumbu itu.

"Li, lo kasih terasi sedikit biar sedep," kata Diana sambil menoleh ke bumbu yang Liana siapkan.

"Oh ya lupa gue Di. Thank you ya uda ngingetin." Liana segera mengambil terasi di kabinet atas dapur mereka dan menarunya di cobek. Setelah itu dia kembali memainkan tangannya. Kalau kata bi Inah itu namanya nguleg.

Merekapun asyik berjibaku sampai bahan-bahan semuanya sudah siap. Akhirnya Diana yang mengambil alih menggorengnya.

"Sini, gue aja yang nggoreng. Tangan gue kayak koki beneran," katanya kepada Liana. Liana mencibirnya namun dalam hati memang dia mengakui bahwa Diana sebenarnya punya bakat terpendam dalam hal masak-memasak. Entah kenapa masakan yang dibuat oleh tangan Diana walaupun judulnya ujicoba itu ujung-ujungnya tetap enak. Liana akhirnya hanya menyiapkan tomat dan timun sebagai pelengkap setelah nasi goreng jadi.

"Di, kemarin si Anto gimana? Lo tolak dia?" tanya Liana sambil memandang Diana menggoreng nasi.

"Iya, gue ngga suka dia," jawab Diana datar.

"Jajalen ke'i kesempatan nggo wong lanang ngono lho, Di (Coba kasih kesempatan buat laki-laki gitu lho, Di)!"kata Liana kepada Diana dalam bahasa Jawa.

Diana tertawa mendengarnya. Liana dan Dino memang getol belajar bahasa Jawa selama di Yogyakarta. Mereka sering mengutip peribahasa dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Setiap kali mendengar bahasa Jawa, Diana selalu teringat Bi Inah, pembantu yang membesarkan Diana. Diana memang lebih rindu pada pembantunya dibanding orang tuanya.

"Lo tuh ya Li kalau ngomong pake bahasa Jawa, belajar logatnya juga. Bukan cumen bahasanya aja tapi logatnya Jakarta. Aneh kan jadinya?" kata Diana sambil tertawa. Liana terlihat manyun mendengar ejekan Diana. Dia berkilah, "Namanya juga belajar Di! Bahasanya dulu baru logatnya."

"Klo lo emang niat belajar bahasa Jawa, kalau bisa sekalian logatnya lo pelajari, lo cumen sekali kerja. Kalau lo belajar masing-masing, dua kali kerja namanya," kata Diana sambil melihat kematangan nasi goreng.

"Iya deh guru bahasa! Nyerah gue kalau debat ama lo, Di! Lo tuh terlalu pinter omong. Eh, tadi si Anto gimana? Lo harus kasih kesempatan dong buat laki-laki. Ya masak seumur hidup, lo meratapi si Adam terus. Dia juga uda move on pasti sama cewek lain," kata Liana kepada Diana.

"Gue belum nemu orang yang pas aja Liana. Nanti kalau gue ketemu yang klik, pasti gue juga akan nerima dia. Nih nasi gorengnya udah jadi," kata Diana sambil mengangkat wajan penggorengan. Liana segera membawakan piring kepada Diana.

Sesudah nasi goreng itu ditempatkan di piring, Liana segera mengambil tomat dan timun dan menaruhnya di atas nasi goreng seraya berkata, "Mau sampai kapan, Diana?"

Diana hanya tersenyum dan berkata, "Hanya Tuhan yang tahu."

Liana menggeleng-gelengkan kepalanya, "Gue nyerah, Di. Terserah lo lah. Ini kehidupan lo. Oh ya, gue mau ke Sunmor. Mungkin ada barang-barang kece yang ada disitu. Lo mau ikutan ngga?"

"Ikutan dong. Makan duluan aja yuk," kata Diana mengajak Liana. Liana menangguk. Mereka segera makan nasi goreng tersebut dengan lahap. Nasi goreng itu benar-benar enak.

"Dino mau ikutan ngga ya?" tanya Diana.

Liana menjawabnya, "Seinget gue, dia mau ada acara sama anak kosannya. Dia ngasih tau gue semalem. Cumen gue juga kurang tahu sih acara apaan." Diana mengangguk mendengarnya.

Diana dan Liana segera menyelesaikan sarapan pagi mereka.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 30. Keputusan Richard

    Diana menarik nafas panjang. Dirinya melihat ke arah Pak Putu yang sedang sibuk menandatangani dokumen di meja kerjanya."Diana, ada apa?"Diana hanya tersenyum dan menggeleng. Pak Putu heran melihat sikap Diana yang tak biasanya."Kenapa Diana? Kelihatannya kamu ada sesuatu?"Diana menggeleng dan menjawab, "Maaf, belum pak. Saya ngga ada masalah apa-apa kok. Saya hanya kagum sama bapak, itu dokumennya banyak sekali," kata Diana sambil menunjuk dokumen-dokumen di atas meja Pak Putu. Pak Putu tertawa mendengarnya.Diana berkata lagi, "Richard sudah pulang ke Jogja karena ada masalah dengan bisnisnya."Pak Putu mengernyitkan dahinya, "Masalah apa Diana?"Diana menggeleng, "Saya juga kurang tahu pak. Dia begitu mendadak dan setiap saya tanya dia hanya bilang semua akan baik-baik saja. Katanya dia bisa menangani semuanya.""Bapak percaya kok pacarmu bisa mengatur semua masalahnya. Yang penting kamu tetap ada di sisinya baik dalam s

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 29. Berita Luscious

    Baru saja Diana mau menceritakan permasalahannya, tiba-tiba pintu kamar Diana digedor. Richard dan Diana langsung menoleh ke arah pintu. Hati Diana berdegub kencang. Richard memegang tangan Diana dan mencoba menenangkannya."Sebentar baby. Aku buka dulu pintunya," kata Richard kepada Diana.Diana mengangguk. Richard segera berjalan ke arah pintu dan membukanya. Di depan Richard terlihat Dino berdiri dengan nafas tersengal-sengal. Bajunya basah keringat dan rambutnya terlihat sangat berantakan. Richard mengernyitkan dahinya."Dino, abis ngapain?"Dino memegang gagang pintu kamar dan mencoba mengatur nafasnya, "Gue lari dari Club. Takutnya ngga keburu kalau naik taksi. Gimana Diana?" tanya Dino lagi tanpa basa-basi.Richard tersenyum dan berkata kepada Dino, " Dia udah baikan kok. Aku juga uda ngomong baik-baik sama dia. Dia ngerti kok.""Syukurlah. Gue ngga mau Diana kenapa-kenapa. Richard, wanita itu gila. Masak dia bilang dia masih cinta sa

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 28. Masa Lalu Richard

    "Di, lo ngga coba ke dokter aja?" Tanya Liana kepada sahabatnya yang masih bercucuran air mata."Ngga mungkin dong Li kalau gue ke dokter dan bilang kalau gue ngga bisa berhubungan seks. Kita hidup di timur. Pasti tuh dokter mikir macem-macem tentang gue," sahut Diana.Liana menghela nafas panjang. Dia berkata pelan dan sejelas mungkin,"Di, sekarang seks bukan hal yang tabu lagi. Lo berhak tau apa yang terjadi sama tubuh lo."Diana menatap mata Liana tajam kemudian menggeleng, "Ngga Li. Tetep aja pasti dokter bakalan mikir macem-macem. Sekarang tenang aja. Kemungkinan karena gue ngga relaks. Gue pasti akan nemu jalannya nanti. Mungkin sama Richard akan beda ceritanya. Mungkin dia bisa bikin gue nyaman yang bikin gue bisa berhubungan sama dia."Liana tersenyum dan mengangguk, "Moga-moga aja ya Di karena itu. Gue harap Richard beneran bisa bikin lo bahagia."Setelah berkata demikian, Liana menarik nafas panjang dan berharap di kemudian hari benar-ben

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 27. Awal Keterbukaan

    Diana, Richard, Liana, dan Dino menikmati malam mereka di salah satu kelab malam atau yang sering disebut club. Mereka menengguk alkohol ringan dan menari bersama di lantai dansa. Diana menari berpasangan dengan Richard sedangkan Liana berpasangan dengan Dino.Richard berbisik di telinga Diana,"Baby, aku sampe sekarang masih belum percaya lho kamu jadi pacarku."Diana tertawa mendengarnya. Dia lalu mendekati Richard dan mencium bibirnya. Richard pun membalas ciuman Diana sambil memeluk Diana lebih erat. Mereka berciuman dengan intens sampai Liana dan Dino menolehkan pandangan ke mereka dan Liana berdeham sambil terbatuk yang disengaja.Diana pun melepaskan ciumannya dan menoleh ke arah Liana dan Dino sambil tersenyum. Liana mencoba berkata kepadanya namun Diana tidak dapat menangkapnya karena hingar bingar musik di sekelilingnya. Diana hanya memberi kode kepada Liana dan Liana pun segera menutup mulutnya.Diana dan Richard pun menari sambil menatap mata s

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 26. Berdamai

    Dino dan Liana menunggu Richard di luar kamar Diana. Mereka berharap sekali Diana tidak lagi marah kepada mereka. Liana sesekali melamun mengingat momen-momen persahabatan mereka. Liana betul-betul tidak mau hubungan romantisnya dengan Dino menganggu persahabatan mereka bertiga yang sudah terjalin lama sekali.Begitu Richard keluar dari kamar Diana, mereka langsung menghampiri Richard. Tanpa basa basi, Dino bertanya kepadanya, "Bagaimana Diana? Apa dia mau maafin kita?"Richard tersenyum dan berkata kepada mereka berdua, "Dia butuh waktu. Biarkan dia menenangkan dirinya. Kalau dia sudah siap, dia pasti keluar."Liana tampak kecewa namun dia bisa menerimanya. Richard menepuk bahu Liana dan berusaha memberikannya semangat, "Sabar ya Liana. Diana pasti sebentar lagi keluar kok ketemu sama kalian. Dia tadi sudah tenang, hanya butuh waktu sebentar saja."Liana mengangguk. Hatinya sesak namun dia paham dengan perasaan Diana juga.Richard berusaha mengali

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 25. Cerita Kelly

    "Kowe ki jadian karo Diana ora kondo-kondo karo aku? Parah kowe Ric! (Kamu itu jadian dengan Diana tidak bilang-bilang ke saya? Parah kamu Ric!)" teriak Bono dari ujung telepon. Richard tertawa dan hanya meminta maaf kepada sahabat dekatnya itu."Sorry Bon. Lagian itu kejadian kemarin. Oh ya, thanks ya tipsnya."Bono tertawa di ujung sana, "Tuh kan beneran nasihat master Bono itu tokcer. Oh ya Ric, kasih tahu keluargamu juga, atau harus aku yang bilang ke Boni sama Sharon? Kamu beneran serius sama Diana kan? Bukan cumen main-main?"Richard terdiam sejenak lalu berkata ke Bono, "Serius lah! Aku ngga mau main-main sama dia. Dapetin dia aja uda susah. Nanti aku aja yang kasih tahu keluargaku dan aku mau bilang ke mereka kalau aku emang serius sama Diana.""Baru kali ini kamu kedengeran yakin banget sama cewek. Kamu kan baru pacaran Ric!""Ngga tau kenapa ya Bon. Tapi begitu ketemu Diana sejak pertama kali, aku tahu dia itu memang ada

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 24. Pati Brata

    "Diana, kok senyum-senyum sendiri?"Diana terkejut mendengarnya. Dia langsung meletakkan hp di mejanya dan melihat Pak Putu dengan wajah yang memerah. Pak Putu, supervisor Diana di tempat penelitiannya menyaksikan wanita cantik di depannya itu senyum-senyum sendiri sambil menatap layar hapenya tadi."Oh, maaf Pak Putu. Saya barusan dapet pesen dari pacar saya," jawab Diana tersipu malu, lalu dia melanjutkan, "Saya selesaikan dulu input data murid pak.""Iya gapapa Diana. Santai saja. Deadlinenya masih minggu depan."Pak Putu meletakkan tas yang dibawanya ke atas bawah meja kerjanya. Mejanya sendiri berhadapan dengan meja Diana sehingga Pak Putu bisa mengetahui semua gerak-gerik Diana. Awal penelitian, Diana merasa sangat canggung, namun lama-kelamaan, dirinya terbiasa dengan kehadiran Pak Putu di depannya.Pak Putu memandang Diana lagi dan berkata kepada Diana, "Lihat kamu, bapak jadi inget anak temen bapak kemarin di upacara pawiwahan."Dia

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 23. Saksi Rembulan 2

    Wajah Richard menjadi sumringah. Garis senyum seringkali terlihat dengan jelas di wajahnya. Dia sangat senang dengan jawaban Diana. Diana tersenyum juga. Namun, dia menunduk sebentar dan berkata lagi kepada Richard, "Tapi Richard, aku punya satu syarat."Richard segera mengernyitkan dahi dan bertanya kepada wanita asal Jakarta, "Syarat apa?""Hmm, gimana ya ngomongnya? Jadi gini, kamu boleh cium aku tapi jangan sentuh tubuhku sampai ke pernikahan. Kalau kamu bisa, aku mau pacaran sama kamu."Mendengar hal itu, Richard terdiam sejenak. Dia bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya tahan untuk tidak menyentuh Diana. Richard sendiri pun dibesarkan dalam campuran budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan termasuk kebebasan dalam berpacaran. Namun, kalau dia tidak memenuhi persyaratan Diana, maka dia akan kehilangan wanita yang selama ini menghiasi mimpinya. "Kehilangan Diana akan jauh lebih menyakitkan," pikir Richard.Richard mengangguk. Dia mengajukan pe

  • Diana, The Virgin Wife   Bab 22. Saksi Rembulan

    Hari demi hari berlalu dan Diana mulai sibuk dengan penelitiannya. Namun, tetap ada kekosongan di hatinya karena Richard pergi dan sama sekali tidak menghubunginya. Diana berpikiran dengan terputusnya komunikasi dengan Richard maka dia dapat move on. Namun ternyata tidak. Diana malah semakin merindukan lelaki itu.Beberapa kali Diana melihat Richard di sekitar kantornya sedang memotret, namun Diana urung menegurnya. Selain itu, Richard selalu pergi sebelum Diana berhasil mendekatinya. Hal itu membuat hatinya kecewa. Diana terus mencoba mengabaikan perasaannya namun wajah Richard selalu masuk ke pikiran Diana. Kemanapun Diana pergi, bayangan Richard selalu ada di pelupuk matanya. Diana sampai berpikiran mungkin dia sudah gila.Saat malam pun, Diana sering memandang foto dalam akun sosial medianya ketika dirinya dan Richard jalan bersama di Jogja beberapa waktu lalu. Dia masih ingat betul perasaannya kala itu. Perasaan dimana seolah kesedihan sirna dari muka bumi. Memori

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status