Diana baru mengerjakan literatur skripsinya ketika hpnya berdering. Matanya sibuk memilah-milah judul jurnal yang sesuai dengan penelitiannya. Tiba-tiba hpnya berdering. Diana melihat hpnya dan mengernyitkan dahinya. Diliatnya nomor tidak dikenalnya. "Mungkin dari kampus," pikir Diana. Diana memutuskan untuk mengangkatnya.
"Halo, betul ini dengan mba Diana?" Tanya suara wanita di sebrang sana.
"Iya betul. Maaf dengan siapa?"
"Dengan Elsa dari Media Selebriti. Maaf saya mau bertanya mba."
Diana mendengarnya kesal. Hidupnya selama ini sudah tenang dan sekarang tiba-tiba media menganggunya lagi.
"Maaf ya mba Elsa. Lain kali saja ya."
Diana memutuskan mengakhiri telponnya namun reporter bernama Elsa itu menyelanya, "Apa mba Diana tahu mengenai Richard?"
Mendengar nama Richard, Diana urung mengakhirinya. Diana berkata dengan suara tegas, "Mba, saya memang dekat dengan Richard tapi tolong jangan ganggu dia!"
Diana langsung menutup te
Sesampainya di resto, Diana segera masuk dan mencari Richard. Matanya melihat kesana kemari dan mengecek bangku demi bangku, siapa tahu Richard masih ada di depan. Sosok laki-laki yang membuat pikirannya melayang-layang akhir-akhir ini ternyata sedang duduk berhadapan dengan seorang perempuan. Diana langsung menundukkan kepalanya, kecewa. Diana diam-diam keluar dari gedung dengan muka menunduk sampai dirinya bertabrakan dengan Adam."Diana," sapa Adam lembut.Diana terkejut melihat pria yang ada di depan matanya sekarang. Dia langsung membelalakkan matanya, "Buat apa kamu kesini lagi?""Aku cumen mau ngasih undangan konser ke Richard sama kamu. Kalau kamu mau dateng."Adam menyerahkan poster konsernya. Kenangan ketika Adam menembaknya sewaktu konser memenuhi benaknya lagi. Namun, itu masa lalu. Diana sudah berhasil move on.Tiba-tiba terdengar suara Richard di belakang Diana. Richard memegang tangan Diana. Diana menoleh ke arah Richa
Bono menggedor-gedor kamar Richard. "Ric, kowe neng njero tho? (Ric, kamu di dalam kan?)" Namun tidak ada jawaban. Bono menggedor-gedor kamar Richard lagi beberapa kali. Dia juga menelepon Richard. Terdengar suara ringtone di dalam kamar. "Asemik! Ora dibuka-buka (Sial! Tidak dibuka-buka)," gumam Bono kesal. Bono berteriak lagi, "Isih urip ora kowe? Jan gondes tenan!. Pokmen aku wegah balek nek kowe ora metu seko kamar! (Masih hidup ngga kamu? Kampungan! Pokoknya saya ngga mau pulang kalau kamu ngga keluar dari kamar!)" Namun suasana masih hening. Richard tidak membuka pintu kamarnya. Mendengar keributan yang ditimbulkan oleh Bono, ibunya Richard segera menemui Bono dan membawa segelas minuman. "Ono opo tho le?(Ada apa nak?)" "Ini tante. Richard ngga mau buka pintunya dari tadi. Saya sampai capek gedor-gedor pintunya." Bu Brown terlihat sedih, namun beliau be
Diana menarik nafas panjang. Dia sedang bersantai di pinggiran kolam renang villa tante Shinta dengan hanya memakai bikini favoritnya. Cuacanya sangat mendukung, tidak panas namun juga tidak dingin. Diana mencelupkan badannya di air dan mulai berenang kesana kemari. Sekitar lima kali bolak balik sampai akhirnya dia beristirahat sambil minum gelas berisi soda yang telah disiapkannya sendiri di pinggiran kolam renang.Sambil menikmati minumannya, matanya melihat bunga-bunga kamboja putih kuning yang tumbuh di sekitar kolam renang. Villa milik tantenya ini cukup luas dan dikelilingi oleh taman bunga. Berbagai bunga tumbuh di halamannya. Maklum, tante Shinta adalah seorang Florist terkenal di Jakarta. Beliau begitu mencintai bunga. Kolam renangnya sendiri ada di belakang Villa. Selain tumbuhan bunga di samping kolam, di salah satu sisi kolam renang, terdapat kaca bening tebal yang memperlihatkan pemandangan sawah yang membentang jauh di bawahnya. Sangat menyegarkan.Diana
Lampu remang-remang dengan berbagai warna menyala berpendar ke seluruh penjuru ruangan. Musik EDM dengan para disk jockey sedang memutarkan lagu-lagu yang mengenakkan telinga dan mengajak tubuh untuk bergoyang. Ardi dan Diana sedang duduk bersama di meja bartender. Mereka meminum alkohol dan bersulang beberapa kali.Diana benar-benar menikmati malamnya sehingga dia pun cukup banyak meminum alkohol. Diana menganggap daya tahan tubuhnya terhadap pengaruh alkohol cukup baik karena sampai saat ini dia belum mabuk. Untungnya Ardi tipe anak baik-baik jadi dia sangat menjaga Diana. Beberapa kali Ardi memperingati Diana supaya tidak minum terlalu banyak, namun Diana mengabaikan peringatannya sambil tertawa dan terus meneguk alkohol."Diana, aku mau ke toilet sebentar ya," kata Ardi pada Diana. Diana menoleh ke arah Ardi dan mengangguk, "Iya Di. Sana gih! Nanti bocor malah berabe lho!"Ardi tertawa namun dalam hatinya dia khawatir terjadi sesuatu dengan Diana. Ar
Diana membuka matanya. Dia melihat sekelilingnya yang tamapak tidak asing. Lalu dia mengernyitkan dahinya dan berusaha mengingat apa yang terjadi semalaman. Namun dia belum dapat mengingat apapun."Sial! Pasti aku mabuk semalaman,"gumamnya.Dia bangkit dari tempat tidur dan mengamati dirinya sendiri di depan cermin dari ujung kepala sampai kaki. Ketika dirinya tersadar bahwa ternyata dia sudah ganti baju, dia sangat terkejut. Dia langsung mundur beberapa langkah dari cermin, lalu mencoba mengintip bayangannya lagi untuk memastikan."Siapa yang mengganti bajuku? Bahaya! Bahaya!" katanya keras-keras.Diana langsung duduk di sudut tempat tidur. Kepalanya merasa sangat pusing hingga akhirnya dia mengambil obat sakit kepala dan air putih di meja kamarnya. Dia segera meneguknya dan berharap supaya sakit kepalanya segera pergi. Namun tak lama kemudian, pintu kamarnya tiba-tiba terbuka, Richard masuk ke dalam membawa nampan. Diana kehilangan kata-kata."Di
Diana bolak-balik di kamarnya dan samar-sama dia mendengar suara Richard. Diana langsung keluar dari kamarnya dan mengintip Richard dan Ardi dari balik jendela. Jantungnya berdebar-debar mendengar Richard memberikan peringatan keras kepada Ardi dan klaim bahwa Diana adalah miliknya. Wajah Diana memerah dan tidak percaya bahwa Richard akan berkata seperti itu kepada Ardi.Selama mendengar pernyataan Richard, pikiran Diana melayang-layang dan dia benar-benar ketakutan kalau harus menjalin hubungan lagi. "Kalau nanti dia tidak puas denganku bagaimana? Kalau Richard ujung-ujungnya seperti Adam bagaimana?" Diana bertanya-tanya dalam hatinya. Namun tiba-tiba perkataan Liana dulu terngiang-ngiang di kepalanya,"Lo ngga bisa terus-terusan sendirian, Di. Lo harus buka hati!"Diana menarik nafas panjang. Matanya kembali fokus kepada Richard dan Ardi. Diana melihat Ardi tertunduk mendengar perkataan Richard. Diana mengguman dalam hatinya, "Keterlaluan sih Richard. Kalaupun gue ngg
Hari demi hari berlalu dan Diana mulai sibuk dengan penelitiannya. Namun, tetap ada kekosongan di hatinya karena Richard pergi dan sama sekali tidak menghubunginya. Diana berpikiran dengan terputusnya komunikasi dengan Richard maka dia dapat move on. Namun ternyata tidak. Diana malah semakin merindukan lelaki itu.Beberapa kali Diana melihat Richard di sekitar kantornya sedang memotret, namun Diana urung menegurnya. Selain itu, Richard selalu pergi sebelum Diana berhasil mendekatinya. Hal itu membuat hatinya kecewa. Diana terus mencoba mengabaikan perasaannya namun wajah Richard selalu masuk ke pikiran Diana. Kemanapun Diana pergi, bayangan Richard selalu ada di pelupuk matanya. Diana sampai berpikiran mungkin dia sudah gila.Saat malam pun, Diana sering memandang foto dalam akun sosial medianya ketika dirinya dan Richard jalan bersama di Jogja beberapa waktu lalu. Dia masih ingat betul perasaannya kala itu. Perasaan dimana seolah kesedihan sirna dari muka bumi. Memori
Wajah Richard menjadi sumringah. Garis senyum seringkali terlihat dengan jelas di wajahnya. Dia sangat senang dengan jawaban Diana. Diana tersenyum juga. Namun, dia menunduk sebentar dan berkata lagi kepada Richard, "Tapi Richard, aku punya satu syarat."Richard segera mengernyitkan dahi dan bertanya kepada wanita asal Jakarta, "Syarat apa?""Hmm, gimana ya ngomongnya? Jadi gini, kamu boleh cium aku tapi jangan sentuh tubuhku sampai ke pernikahan. Kalau kamu bisa, aku mau pacaran sama kamu."Mendengar hal itu, Richard terdiam sejenak. Dia bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya tahan untuk tidak menyentuh Diana. Richard sendiri pun dibesarkan dalam campuran budaya barat yang menjunjung tinggi kebebasan termasuk kebebasan dalam berpacaran. Namun, kalau dia tidak memenuhi persyaratan Diana, maka dia akan kehilangan wanita yang selama ini menghiasi mimpinya. "Kehilangan Diana akan jauh lebih menyakitkan," pikir Richard.Richard mengangguk. Dia mengajukan pe