Share

Bab 4

Sudah ada yang menunggu Derek saat dia tiba di rumahnya. Dua-duanya perempuan. Satunya berambut pirang dan satunya berambut hitam pekat. Keduanya berwarna cokelat. Yang satunya berkaki dua, dan yang satunya berkaki empat. Yang satunya terlihat sangat marah dan yang satunya terlihat gembira.

Seekor anjing bernama Luna, berlari menyeberangi pekarangan yang di tata rapi oleh tukang kebun yang belum pernah Derek lihat. Mereka datang saat dia sedang pergi bekerja dan pergi dengan meninggalkan tagihan di kotak surat. Seorang pengurus rumah membereskan rumahnya dengan cara yang sama. Tempat tinggalnya tidak seperti tempat tinggal seorang pria lajang.

Luna nyaris membuatnya jatuh ketika anjing itu melompat pada Derek dan mencoba menjilat wajahnya. "Hai Luna." Kata Derek sambil mendorong anjing itu dengan penuh sayang. Derek membungkuk lalu memungut koran sore dan menggaruk belakang telinga anjing itu. Kemudian dia melempar koran dan Luna dengan gerakan melompat langsung mengejar koran itu.

Derek berjalan menghampiri seorang wanita berambut pirang yang baru saja di cat yang menatapnya dengan marah. Dia tidak yakin bisa menenangkan wanita itu. Untuk ke sekian kalinya, dia berharap semua perempuan dalam hidupnya tidak rumit dan mudah di ajak bergaul seperti Luna.

"Hai." Sapa Derek sambil memasang sebuah senyuman.

"kau hanya terlambat satu jam." kata gadis itu dengan kesal. "Anjing itu nyaris menelanku hidup-hidup waktu aku masuk tadi."

"Dia memang tidak menyukai wanita." Jawab Derek.

Derek mengeluarkan surat dari kotak pos dan memilah-milah. Hanya satu surat yang menarik perhatiannya. Amplop putih yang polos di tulis dengan tulisan tangan yang sudah mulai dia kenal. Dia menyelipkannya ke saku celananya dan meletakkan surat lainnya di sebuah meja sambil melangkah masuk.

"Hanya itu yang bisa kau katakan padaku?" Kata wanita itu. Luna menyerbu masuk dengan koran di mulutnya. Wanita itu menunjuk Luna dengan pandangan menuduh. "Dia nyaris merobek stocking-ku waktu dia mencakari kakiku."

"Dia hanya melindungi rumahku dari penyusup." Kata Derek dengan nada bosan.

"Penyusup? Kau sendiri yang memberiku kunci rumah, dan nomor kode sistem pengamanmu dan menyuruhku untuk langsung masuk." Pekik wanita itu.

"benarkah? kapan aku melakukannya?" tanya Derek.

"Waktu kau mengajakku untuk berkencan malam ini." Kata wanita itu sambil memutar matanya.

"Kita ada janji kencan?" Tanya Derek dengan kebingungan.

Gadis itu lebih muda sepuluh tahun dari Derek, dia memiliki wajah yang biasa saja dan kaki yang sangat panjang dan juga memiliki kulit kecokelatan yang selalu membuat Derek bergairah. Semua pria yang dia kenal pasti akan iri kalau dia bisa tidur dengan gadis itu.

Tapi hari itu sangat menyebalkan. Derek sedang tidak ingin bersusah payah menenangkan seorang wanita yang marah.

"Kau tidak ingat kalau kita ada janji kencan?" Kata gadis itu dengan nada marah.

"Tidak." jawab Derek dengan acuh.

"Kita bertemu minggu lalu di pesta." 

Derek tidak ingat pesta mana yang gadis itu maksud. Setelah begitu banyak pesta yang di datanginya. Derek bahkan tidak ingat apa yang telah terjadi padanya sebelum Adina menatapnya dengan matanya yang serius dan tegas. 

"Dengar, um..?"

"Susan!" Kata wanita itu dengan jengkel, mengetahui kalau Derek tidak mengingatnya membuat darahnya mendidih.

"Susan, aku minta maaf." Kata Derek. "Aku, um, hari ini aku ada masalah pribadi sehingga membuatku terlambat. bagaimana kalau kita kencan lain kali saja?"

"Kau mengusirku?" Kata gadis itu dengan nada tidak percaya.

Derek memperhatikan bibir gadis itu yang merah basah dan matanya yang menuntut. "Begitulah. Mana kunciku?"

Susan mencoba memancing Derek tapi tidak mendapat reaksi darinya, lalu dia meletakkan kunci pintu ke tangan pria itu dengan kasar.

Luna menggeram dan mengertakkan giginya saat mendengar sepatu hak tinggi Susan yang bergema berjalan menuju pintu depan. Setelah pintu di banting di belakangnya, anjing itu menatap Derek dengan ekspresi puas.

"Dasar anjing pencemburu. Mau cemilan?" Kata Derek pada anjingnya.

Luna mengikuti Derek menyusuri rumah, Derek mengambil sebuah cemilan anjing dan memberikannya pada Luna. Kemudian sambil melamun dia memberi makan ikan yang beraneka warna dalam akuarium yang di bangun di dinding yang memisahkan ruang makan dan dapur.

Derek mengambil amplop dari sakunya dan membaca surat itu. Ancaman untuk membeberkan hal ini lebih tajam dari yang sebelumnya. Dia membaca surat itu berulang-ulang dan tenggelam dalam teka-teki siapa yang mengiriminya surat itu.

Dia duduk di samping Luna yang sedang sibuk menggigit cemilannya di atas sofa. Dia sudah melupakan wanita tadi. Pikirannya hanya tertuju pada anak yang tadi di temuinya.

"Anak yang sangat tampan." Kata Derek pada Luna yang senang karena bergabung dalam lamunan pribadi pemiliknya hingga dia mencondongkan wajahnya untuk menjilat tangan Derek. Pria mana pun akan bangga memiliki anak seperti Bobby Bandiani... Bobby Emir.

Anak itu di didik dengan baik dan sopan. Biar pun dia kegirangan setengah mati, dia tetap ingat untuk berterima kasih sesudahnya. Derek merasa puas dengan cara Adina mendidik anaknya.

Anaknya?

Apakah dia sudah siap untuk mengakuinya?

Sampai hari ini, liburan itu hanya kenangan yang indah dan samar-samar. Apa yang diketahuinya tentang Adina dan keluarganya? Bisa saja wanita itu hanya seorang penipu yang sudah ahli yang berpura-pura menjadi orang baik agar bisa mencapai tujuannya. Wanita itu pasti akan meraup banyak keuntungan jika Derek mengakui Bobby sebagai anaknya. membesarkan anak zaman sekarang tidaklah mudah. Sebagai satu-satunya bujangan di kantor, dia sering mendengar rekan kerjanya terus-menerus mengeluhkan besarnya biaya untuk membesarkan anak remaja.

Bekerja paruh waktu mungkin menguntungkan pada waktu tertentu, tapi penghasilannya tidak tetap. Mungkin saja wanita itu sedang kehabisan uang akibat biaya perawatan ibunya dan kemudian dia menyusun rencana licik sebagai cara cepat untuk mendapatkan uang.

Tapi wanita itu benar-benar marah ketika Derek terang-terangan menuduhnya. Tubuhnya memang kecil tapi dia bisa meledak seperti sebuah dinamit. Dan benar-benar menggairahkan.

Derek mengumpat lalu berdiri dan berjalan ke dapur untuk mengambil sekaleng bir. Sewaktu dia meminum birnya, Luna dengan patuh duduk di atas kakinya. Dia memikirkan semua kemungkinan jika anak remaja laki-laki masuk ke dalam kehidupannya. Tidak ada lagi wanita-wanita. Dan kalau dia terbang, siapa yang akan...

"Gila!" Jeritnya. "Anak itu belum tentu anakku."

Tapi ketika dia berjalan menuju pancuran shower kamar mandi, dia tersenyum mengingat bagaimana heboh dan girangnya Bobby, dan kemudian mengerutkan keningnya mengingat bagaimana dia mencium wanita yang di panggil mama oleh Bobby. Dia mengerutkan kening karena ciuman itu begitu singkat tapi sangat intens. Ciuman itu nyaris membuat kepalanya meledak. Ciuman itu adalah satu-satunya alasan mengapa wanita pirang tadi sama sekali tidak membangkitkan selera dan gairahnya malam ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status