haloo terima kasih sudah membaca ya 🤗 tinggalkan gems untuk othor lagi biar besok bisa update 3 bab lagi 🩷 Terimakasih ✅✅
|| Kembali pada waktu semalam setelah Prims menghabiskan tiga gelas wine. ||Setelah mendengar Arley mencegahnya untuk meminta gelas ke empat, Prims kehilangan kesadarannya. Ia hampir jatuh ke lantai, terlempar dari kursinya jika tangan kekar Arley tidak dengan gegas menangkap pinggangnya.“Astaga ....” gumam Arley sembari menggelengkan kepalanya. Ia mengangkat Prims dengan menggunakan kedua lengannya dan membawa Prims keluar dari ruangan. Di saat yang bersamaan, Jayden muncul dan kedua alisnya terangkat membentuk rasa terkejut melihat Prims yang terkulai dalam rengkuhan Arley.“Apakah sesuatu yang buruk terjadi pada nona Primrose, Pak Arley?” tanya Jayden sembari mengimbangi langkah Arley—bersamaan dengan para undangan yang lainnya yang sebagiannya memang mulai mengundurkan diri.“Mana ada sesuatu yang buruk jika dia tersenyum begini?” tanya Arley balik.Dan jika dilihat oleh Jayden lebih dekat, sepertinya dugaannya soal ‘sesuatu yang buruk terjadi pada Prims’ itu adalah sebuah kesa
“A-apa yang k-kamu lakukan?” tanya Prims dalam kepanikan saat Arley tiba-tiba saja sudah berada di hadapannya. Menundukken kepalanya dan tatapan matanya tampak mengintimidasi Prims yang masih duduk di atas ranjang dengan punggung yang terasa kaku.“Memastikan kamu melihatnya dari dekat,” jawab Arley. Ia melepas atasan yang ia kenakan. Melemparkan pakaiannya begitu saja secara sembarangan ke lantai dengan tanpa memalingkan wajahnya dari Prims sama sekali.Prims kesulitan menelan ludah. Ia mengedipkan matanya lebh dari satu kali agar tetap terjaga di dalam pelukan akal sehatnya.Tidak ada yang menjamin jantung serta hatinya baik-baik saja melihat menggodanya bentuk atletis perut Arley serta bahunya yang seluas samudera Arctic.“Di sini, Nona!” ucap Arley seraya meraih dagu Prims, agar matanya tidak pergi ke mana-mana selain hanya untuk bertahan di lehernya saja.Di sana, tepat di tengah-tengah. Yang jelas selain pakaian turtle neck tidak akan bisa menutupinya.Atau ada pilihan lainnya. D
“Jangan mulai lagi!” ucap Prims sedikit kesal karena Arley ini seperti tidak ada lelahnya.Mereka bahkan baru saja menginjakkan kaki di London dengan keadaan hari yang sudah petang tetapi yang ada di dalam pikiran Arley hanyalah bagaimana caranya mengoyak ranjang.Prims berjalan melewatinya setelah menutup pintu lemari. Tidak ingin menatap Arley karena bisa saja saat tatapan mereka saling bertemu yang kemudian terjadi adalah .... “Akh!”Prims menjerit teriring rasa terkejut. Tubuhnya tiba-iba melayag di udara—yang jelas saja bukan karena sihir. Ini karena Arley mengangkatnya dalam satu kali gerak. Membuat Prims sedikit meronta atas tindakan agresifnya yang tanpa aba-aba.Mereka memasuki kamar mandi dengan bibir prianya itu yang jatuh di manapun tempat yang ia sukai di wajah Prims.Meski Prims meronta sekuat apapun, rasanya itu tak akan berhasil. Tubuhnya yang kecil dan ibarat kapas bagi Arley jelas tidak bisa menggoyahkan kokoh tegapnya postur miliknya.“Apa yang kamu lakukan, Arley!
“Ah, kamu masih mengenali suaraku ternyata,” ujarnya dari seberang sana. Prims benci mendengar suaranya yang sangat senang itu.Ia meremas jemarinya yang ada di atas paha, menatap pada mobil yang berlalu lalang di jalan yang berada di hadapannya yang tiba-tiba terdengar sangat bising dan memberinya sensasi sesak yang tidak ia sukai.Gelap yang sejak tadi terasa manis dan hangat kini berubah menjadi gelap yang membuat dadanya dipenuhi oleh gemuruh.Bukan karena bahagia, tetapi karena luka atas perilaku adik tirinya di masa lalu belum bisa ia lupakan.“Apa maumu?” tanya Prims tak ingin basa-basi. “Kamu memang selalu tahu apa yang aku inginkan, Kak Prims.”“Aku bukan kakakmu.”“Seperti inikah sambutan untukku yang lama tidak memberi kabar? Kamu sangat kasar.”“Dengar, Alice!” ucap Prims penuh penekanan. “Aku tidak mau merusak kebahagiaanku dengan—““Aku tahu kamu sedang bahagia kok,” potongnya. “Kamu sedang bulan madu ‘kan sekarang ini?”Prims menelan ludahnya dengan kesulitan. Ia menen
....“Hm, manis juga. Artinya bisa dimakan,” ucap Prims memuji buah yang baru saja ia gigit dengan hati yang senang.Masih ingat buket stroberi yang kemarin dibrikan oleh Arley? Benar, pada kenyataannya buket stroberi itu bukanlah satu-satunya yang diberikan oleh suaminya. Melainkan ada beberapa buket lain yang terdiri dari rangkaian buah.Yang sedang Prims bongkar sekarang ini adalah buket buah mangga yang berukuran kecil tetapi memiliki warna kekuningan yang Prims coba ambil dan kupas untuk ia cicipi, mangganya ternyata manis.Ia mengangguk senang. Ia pikir akan mengupasnya juga untuk Arley, dan memberikannya beberapa untuk Jayden yang tinggal di lantai bawah.Pagi datang dengan keadaan yang berbeda dari hari kemarin. Jika pada hari sebelumnya adalah hujan gerimis dengan naungan mendung abu-abu yang membuat langit serta setiap inchi penjuru London tampak muram, pagi hari ini matahari yang hangat datang dari langit timur.Jatuh pada bangunan yang paling rendah, atau pada gedung-gedun
Setelah melewati sisa pagi dengan masalah ‘lumat-melumat’, hari berjalan meninggalkan masa lalu mengikuti ke mana takdir membawa.Bagi pasangan yang sedang berbulan madu di London, hari-hari bergerak menuju ke akhir perjalanan. Mereka telah menyepakati bahwa lusa adalah kepulangan mereka ke Seattle.Arley mengatakan jika mereka bisa datang di lain kesempatan, mungkin pada liburan musim dingin, atau jika Prims ingin melihat London di musim gugur sehingga mereka bisa berpijak di atas jalan dan jalur pejalan kaki yang ditumpuki oleh dedaunan kering.Sebuah ide yang baik.Semua yang digagas oleh Arley itu ... hampir semuanya disukai oleh Prims.Tetapi, di setiap kesempurnaan seseorang ... bukankah meeka juga akan memiliki kekurangan? Hal yang sama juga berlaku bagi Arley.Sebentar, kiranya apa yag kurang dari prianya Primrose itu?Dia tampan, setia, baik, perhatian, pewaris kaya raya.Sayangnya ... dia payah soal mengambil foto.“Jeleknya ....” Sebuah protes yang baru saja keluar dari bibi
***Beberapa hari setelahnya ... mereka telah mengakhiri perjalanan di London. Penerbangan mengantarkan mereka kembali ke Seattle dengan duduk di kursi first class, dengan satu kali transit. Akhirnya, rumah yang dirindukan pun bisa mereka lihat, Prims hampir berlari untuk memasuki rumah karena saking rindunya dengan tempat ini sebelum Arley meraih tangannya dan memberi isyarat agar ia menunggunya.Padahal mereka belum lama juga meninggalkan rumah, tetapi wangi angin segar dan daun-daun yang saling bersentuhan mengusik rindu mereka dengan cukup hebat.“Selamat datang, Tuan Arley, Nona Primrose,” sapa Jodie, si Kepala Pelayan yang berbaris bersama beberapa pelayan yang lain di dekat pintu masuk untuk menyambut mereka.Menoleh sekilas pada Will, sopir yang menjemput Prims dan Arley di bandara yang terlihat sibuk mengeluarkan koper dari dalam bagasi belakang.“Terima kasih, Bu Jodie,” tanggap Prims dan Arley hampir bersamaan.“Saya pikir masih lama untuk pulang. Tapi ini belum ada satu b
“Jangan macam-macam kamu, Alice!” Prims mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Ia memejamkan sejenak matanya sebelum mendengar Alice yang kembali bersuara, “Aku tidak macam-macam, Prims! Aku bilang bawakan aku satu juta dolar lalu aku akan membiarkan ibu mertuamu ini tetap hidup. Jika kamu tidak lakukan, aku akan mengirim mayatnya ke rumah Arley besok pagi!”“Jangan, Alice! Aku mohon jangan lakukan itu!” Prims tidak tahu harus mencegahnya bagaimana.Dugaannya benar bahwa Alice akan melakukan hal di luar nalar di saat dirinya tidak siap. Tapi siapa sangka jika hal yang dilakukan oleh Alice akan se-brutal ini?Dia membawa Katie. Lengkap Dengan meminta tebusan satu juta dolar dan ancaman akan membunuh ibu mertuanya itu jika Prims tidak melakukan apa yang dia mau.Dia menunjukkan siapa jati dirinya yang sebenarnya di saat yang seperti ini.“Aku tidak akan menyentuh ibu mertuamu yang buruk rupa ini kalau kamu melakukan apa yang aku minta. Tapi kalau tidak yah ... besok pagi akan aku kiri