Share

Bab 6 - Menghindar Dan Tertangkap Basah

Gawat!

Dia pasti dianggap sedang sengaja memancing Arley agar mereka melakukan adegan dewasa nan panas berpeluh.

Apalagi Prims malah seperti sengaja datang ke kamarnya.

Prims tahu dia harus pergi, tapi hati dan tubuhnya tidak sinkron sehingga yang terjadi malah seperti dia menikmati posisi ambigu yang terjadi di antara mereka.

Debar jantungnya tak terkendali, Prims takut Arley bisa mendengarnya.

Tatapan mata pria di atasnya ini seperti sedang menyihirnya untuk tinggal, memengaruhinya untuk menganggukkan kepala atas tanya yang baru saja dia berikan.

Tapi ... 'TIDAK!' jerit Prims dalam hati saat dia mengumpulkan akal sehat dan mendorong dada bidang Arley sekuat tenaga sehingga pria di atasnya ini pergi.

Arley berpindah ke ranjang di sisi kanan Prims, dengan kancing kemeja yang terbuka hingga ke perutnya, mengekspos sebagian tubuhnya yang seksi dan atletis.

Dan sebelum pria itu kembali membicarakan soal 'mengambil sesuatu yang paling berharga' miliknya, Prims segera mengenyahkan dirinya.

Derap kakinya menggema di penjuru kamar, dia membuka pintu ruangan dengan gegas, berlari menuruni tangga. Tak berhenti merutuki dirinya sendiri yang selalu melakukan hal bodoh di depan Arley.

Sebelumnya dengan menggigil kedinginan seperti anak kambing di dalam mobil di malam Arley menjemputnya.

Lalu melakukan hal memalukan gara-gara bertengkar bersama Alice di dalam toko kue, dan beberapa menit yang lalu malah membuka pakaian Arley serta menariknya untuk jatuh di atas ranjang.

Dia memukuli kepalanya, mengancam dirinya sendiri dengan, "Berhenti melakukan hal memalukan, Primrose!"

Dia sampai di ujung anak tangga dan berjalan ke sembarang arah.

Entah ke mana asalkan untuk saat ini dia tidak perlu bertemu dengan Arley dulu. Dia tidak yakin akan meletakkan wajahnya di mana seandainya mereka bertatap muka.

Prims berjalan ke luar rumah, pelariannya membuatnya singgah di taman belakang.

Dengan jantung yang masih berdebar, dia berpikir dalam diam, 'Kalau mengambil hal berharga itu tidak seperti yang aku pikirkan, lalu apa yang ingin dia katakan?'

Desahnya berbaur dengan sepoi angin yang membelai kelopak bunga. Yang sesaat kemudian dia sadari bahwa bunga yang ditanam di taman itu adalah bunga yang memiliki nama yang sama dengannya, primrose.

Prims menyentuh kelopaknya yang cantik, para primrose ini hidup di taman bunga milik Arley Miller yang bahkan jauh lebih menjanjikan kebahagiaan daripada Primrose Harvey yang hidup memiliki keluarga tetapi hanya dianggap sebagai 'bayangan' dan 'si terbuang.'

Padahal sudah sejauh ini. Dia sudah memiliki hidup yang baru setelah menikah, tapi apa yang terjadi di belakang sana belum bisa dia lupakan.

"Sudah saatnya menata hidup baru, Primrose. Lupakan mereka dan biasakan hidup dengan Arley."

Karena jika dipikir-pikir, ternyata rumor tentang kekejaman Arley itu tidak benar sama sekali. Dia bukan pria jahat.

Dia adalah pria yang baik meski bicaranya pelit.

Saat sedang mengagumi bunga, dia mendengar dari jauh samar-samar beberapa pelayan yang menyapa Arley. Sebelum Arley melihatnya di sini, Prims berlari pergi, meninggalkan kelopak bunga yang seolah sedang menertawakannya karena dia seperti sedang bermain petak umpet.

Prims tidak tahu akan berapa lama dia melakukan hal seperti ini. Yang jelas itu dari pagi hingga sore.

Dia melihat banyak ruangan yang ada di dalam rumah, melihat lukisan, melihat banyak hal untuk mengusir rasa bosan.

Jam menunjuk pada pukul tujuh malam saat Prims memasuki ruang makan. Tapi langkahnya terhenti saat dia melihat Arley ada di sana dan bicara dengan Kepala Pelayan sehingga Prims memutuskan untuk menahan kemunculannya.

"Primrose di mana, Bu Jodie?" tanya Arley pada wanita paruh baya yang sedang menyiapkan makanan di atas meja.

Jika diingat-ingat, Arley selalu memanggilnya dengan ‘Primrose’ bukan hanya ‘Prims’ dan itu sangat manis seperti cara ibunya dulu memanggilnya.

"Saya juga tidak melihatnya sejak tadi, Tuan Arley. Apa nona tidak ada di kamar?"

"Tidak ada."

"Di depan?'

"Tidak ada juga. Apa dia melarikan diri?"

Ketimbang marah, yang keluar dari bibir Arley di indera pendengar Prims jauh lebih seperti kekhawatiran.

"Bagaimana kalau dia hilang di jalan?"

"Jangan berlebihan, Tuan. Kalau nona pergi pasti ada yang melihatnya."

"Tolong tanyakan ke yang lain dan kabari aku!"

"Baik, Tuan."

Jodie tampak menunduk di depan Arley sebelum pria itu mengayunkan kakinya menjauhi ruang makan.

Arley berjalan naik ke lantai atas saat beberapa bisikan pelayan singgah di telinganya, “Tuan sibuk mencari nona pas tidak ada, tapi semalam saja mereka tidur pisah kamar.”

“Kasihan nona, ‘kan? Apa nona dicampakkan?” sambung suara yang lainnya.

“Ehem!” Mendengar Arley, mereka membubarkan diri. Dia mulai berpikir jika sebaiknya memang dia berhenti tidur di kamar yang lain.

Langkahnya berbelok ke kamar di mana Prims menghabiskan malam.

Sementara itu dari tempat persembunyiannya, Prims mengintip Arley pergi dengan sebuah perasaan yang membelenggunya dengan rasa bersalah karena sehari menghindarinya dan malah membuatnya khawatir.

'Apa aku harus muncul saja?' batinnya berkecamuk.

Prims mengambil langkah maju tapi dalam satu detik dia menahan kakinya lagi.

Tapi apa yang terjadi jika mereka nanti bertemu?

Bagaimana jika mereka nanti malah melakukan ....

Prims menggosok tubuhnya sendiri, merinding hebat membayangkan Arley akan datang padanya dan mereka memanaskan ranjang untuk melakukan malam pertama.

Atau, bagaimana nanti saat mereka bertemu, Arley malah akan melabelinya sebagai perawan tua yang pikirannya kotor? Sehingga itu akan membenarkan gosip tentang dirinya yang aneh di luar sana?

Ah ... apa ini yang dinamakan maju segan mundur tertekan?

Tapi ini sudah malam, dan tidak mungkin baginya untuk berkeliaran layaknya hantu penunggu rumah seperti ini.

Sehingga dia memutuskan untuk mengakhiri menghindari Arley.Dia pergi ke lantai atas, masuk ke dalam kamarnya.

"Aku akan mandi dan duduk manis menunggunya di ruang makan seolah tidak terjadi apa-apa," ucapnya pada diri sendiri.

Prims berlari menuju ke kamar mandi dan masuk ke sana. Langkah kakinya terhenti saat dia memutar tubuhnya dan dia melihat orang yang dia hindari seharian.

ARLEY.

‘Kenapa dia ada di sini?’ tanya Prims dalam hati, bingung, dia pikir dia salah masuk kamar, tapi benar kok. Ini kamarnya.

Dia bingung karena melihatnya tengah berendam di dalam bath tub.

Manik mata mereka bertemu dalam keheningan yang membekukan Prims hingga dia tidak bisa bergerak.

"Wow," sambut Arley atas kecerobohannya yang masuk menginvasi area pribadinya.

"Kamu seharian menghindariku tapi sekarang malah menyusulku mandi?"

"T-t-tidak, Tuan Arley!" jawab Prims dengan tergagap. "Jangan salah paham! Aku masuk karena aku tidak tahu kamu di sini. Aku tidak menyusulmu."

Saat Prims sibuk membela diri, dengan gugup dan berdebar hingga kakinya lemas, Arley malah mengarahkan tangannya ke depan dan dengan wajahnya yang datar bertanya, "Mau bergabung?"

"Apa?"

"Mandi denganku."

Oh Damn!

Comments (12)
goodnovel comment avatar
Ivat Jesi
gapernah ngomong sekalinya buka suara bikin anak orang jadi panas dingin aaaaakkkk
goodnovel comment avatar
Sonia Almaqhvira
mandi bareng.... jengjengjeng....
goodnovel comment avatar
Herdarini Sri W
Niatnya mau kabur malah masuk kandang harimau, siap2 d terkam gk tuh ... gemes banget lihat Prims pakek malu2 kucing gitu..
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status