LOGINSira menyembunyikan senyum licik di wajahnya atas respon jason pada foto yang dia ambil saat melihat Evelyn bersama pria lain. Isi obrolan Evelyn itu tidak penting. Reputasinya yang buruk sudah cukup untuk membuat Jason berpikir jauh tanpa dia merangkai kata untuk membalikkan fakta. Sira sekarang hanya melakukan hal kecil untuk menambahkan api di dalamnya.“Ayah, sepertinya itu temannya kakak. Dia tidak mungkin mendapat undangan dengan dekat laki-laki, kan?” tanya Sira dengan bingung. Padahal dari ucapannya, Sira sudah menuduh Evelyn dekat dengan laki-laki lain hanya agar mendapat undangan resmi saja.Benar saja, Jason langsung tersulut emosi. Matanya tampak melotot dan rahangnya mengeras menahan marah. Apalagi saat matanya melihat Evelyn dekat dengan seseorang yang terlihat seperti orang elite, Jason merasa malu atas namanya.“Beritahu dia jangan sampai aku mengurungnya untuk kedisiplinan!”“Tapi, ayah … kak Evelyn bilang dia sudah bukan lagi anggota keluarga Rowan.”Jason mendengku
Evelyn melemparkan pisaunya dengan refleks. Ernest yang tidak jauh dari tempatnya memotong buah pun ikut terkejut.Evelyn hanya bisa menahan sakitnya tangan yang teriris. Meski itu hanya luka kecil, rasa perih dan panas itu benar-benar menjalar. Darah merah segar pun terlihat saat Evelyn membuka tangannya dan melihatnya dengan lebih jelas.Ernest melihat itu sekilas lalu mengambil tisu dan meraih tangan Evelyn tanpa permisi. Evelyn membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang dilakukan oleh Ernest.“Tuan Ernest, aku bisa sendiri!” ujar Evelyn panik saat tangannya dipegang.Ernest tampak tidak peduli saat dia dengan cekatan mengelap banyak darah dari jari Evelyn yang terluka. Ernest juga dengan perhatian memberi plester pada luka yang menurut Evelyn tidak perlu dibalut seperti itu.“Seharusnya tidak perlu sampai seperti itu,” kata Evelyn pelan setelah lukanya dibalut plester dengan sempurna.“Apa maksudmu tidak perlu sampai seperti itu?” tanya Ernest dengan alis terangkat. “Aku ha
Evelyn akhirnya tersadar dengan pertanyaannya sendiri. Evelyn tersenyum kikuk dan mengalihkan topik pembicaraan, “Saya hanya tidak menyangka Tuan akan bangun di tengah malam. Biasanya di jam ini tidak ada yang terjaga.” Ernest tersenyum tipis tanpa bisa dilihat oleh Evelyn. Dia tidak menjawab dan hanya memilih duduk di kursi meja makan tidak jauh dari kulkas. Evelyn menelan ludah dengan gugup. Tangannya pun tanpa sadar saling menggenggam di depan perut. ‘Apa yang aku lakukan sekarang? Haruskah aku tetap mengambil minum?’ Hati Evelyn gelisah. Dia bahkan tidak menyadari sedang berdiri tidak jauh dari tempat Ernest duduk dalam keheningan total. ‘Jika aku tidak mengambil minuman sekarang, aku akan mati kehausan.’ Pikiran-pikiran Evelyn menjadi semakin liar. Ernest yang tengah duduk di sana pun menyadari perilakunya yang aneh. Meski Ernest menyukai ketenangan seperti ini, bukan berarti dia tidak masalah ada seseorang yang berdiri diam dengan aura gugup yang tidak bisa diabai
Evelyn nyaris terjatuh sampai kemudian sepasang tangan menariknya. Belum sempat kesadarannya pulih, pertanyaan itu meluncur dari pria yang baru saja menabraknya.Setelah stabil dan melihat siapa yang dia tabrak, Evelyn buru-buru melepas pegangannya pada tangan pria itu dan berdiri dengan sedikit panik.“Maaf, Tuan Ernest. Saya tidak melihat jalan,” kata Evelyn dengan tulus. Dia sungguh tidak tahu dan memang tidak melihat jalan dengan benar saat menabrak majikannya itu.Ernest mengerutkan kening sedikit, sebelum kemudian menjadi rileks dalam sekejap.“Kamu sedang apa di sini?” tanya Ernest sekali lagi.Evelyn akhirnya tersadar dan menjawab, “Ah, saya hanya mencari angin segar. Di dalam terlalu ramai untuk saya.”Evelyn mengatakannya dengan jujur. Apalagi setelah bertemu dengan dua orang yang tak ingin lagi dia temui, energinya terkuras habis.Ernest tahu maksud Evelyn. Apalagi dia sempat melihatnya pergi dari meja yang diisi oleh orang yang kemarin bermasalah dengannya saat di resto wa
“Memangnya masalah apa sudah aku buat?” balas Evelyn atas pertanyaan Kevin yang sedikit memojokkannya. “Aku hanya memberikan Sira nasehat.”“Bukankah kamu bilang bukan lagi anggota keluarga Rowan? Jika itu benar, seharusnya kamu tidak berhak memberi nasehat apapun pada Sira,” kata Kevin merasa geram dengan cara Evelyn menjawabnya. Evelyn benar-benar orang lain di matanya sekarang.“Apa salahnya memberi nasehat yang baik pada orang lain? Bukankah ibumu yang bukan keluargaku juga memberi nasehat kepadaku?”Ucapan Evelyn membuat beberapa orang menahan tawa. Terutama para nyonya yang hadir menemani suami mereka, jelas masih mengingat kejadian yang memalukan tentang Vera, ibu dari Kevin.Rahang Kevin mengeras saat mendengar tawa tertahan dari para tamu yang hadir. Mengingatkannya pada peristiwa memalukan yang pernah melibatkan Evelyn.Evelyn hanya memandang Kevin setengah hati. Mereka datang lebih dulu padanya. Siapa yang tidak tahu bahwa mereka datang hanya untuk merendahkannya? Jelas di
Pada akhirnya masalah itu selesai dalam diam. Meski Raya menangis dengan keras dan sedih serta mengungkapkan betapa dia mengagumi Ernest, wajah dingin lelaki yang semula dia kagumi itu sudah mengatakannya dengan jelas. Tidak ada pengampunan untuknya.Jangan bertanya tentang Hana atau Hilda. Mereka masing-masing mendapat peringatan. Hana tentu saja menyeret Hilda dan Ernest segera memecatnya. Namun, Hilda tidak terima dan masalah itu ditunda.Mengingat kembali apa yang baru saja dia lalui sebelumnya, Evelyn hanya bisa menghela napas sambil duduk di sudut ruangan sambil memandangi pemandangan yang tersaji di jendela dinding besar di sampingnya.“Kakak, kamu juga ada di sini?!”Teriakan ceria itu membuat Evelyn tersentak. Untuk kesekian detik, Evelyn berharap bukan seseorang yang sudah dia kenal suaranya. Namun, saat membalikkan badan dengan tenang, Sira sudah duduk di seberang meja tempat dia menenangkan diri sekarang.“Kakak, kenapa kamu menatapku seperti itu? Kamu tidak suka aku ada d







