Share

Bab 4 Dilamar Orang Asing

Aвтор: Mommy Jasmine
last update Последнее обновление: 2023-06-24 10:23:23

"Selain penyakit jantung, ibu kamu juga mengalami penyakit maag akut, juga tekanan darah yang tinggi. Sementara ini harus di rawat dulu sampai waktu yang belum bisa dipastikan," ujar sang dokter bernama Kumala Sari.

Hana hanya bisa tercenung mendengar penjelasan sang dokter. Ia tahu bahwa ibunya hanya berusaha bersikap tegar di depannya, tetapi nyatanya tak seperti itu. Selain ia mengkhawatirkan keadaan sang ibu, ia juga khawatir tentang biaya rumah sakit itu. Pikirannya jadi tak menentu bagaimana ia bisa melewati ujian ini?

***

POV Hana

[Mbak, ibu masuk rumah sakit. Kamu pulang dulu dong, Mbak!] ucapku di sambungan telepon. Namun bukan jawaban yang kuharap kan yang ada, mbak Riana malah mengatakan bahwa dirinya tidak bisa libur terlalu sering, lagi pula Minggu kemarin dirinya sudah mengajukan cuti selama tiga hari saat acara lamaranku.

[Kamu yang harus bertanggung jawab sama kondisi Ibu sekarang, Han. Ibu itu sakit gara gara kamu. Jadi, kamu lah yang harus bertanggung jawab sepenuhnya!] ucap mbak Riana kemudian memutuskan panggilan itu sepihak.

Aku tak bisa menahan kesedihan dalam hati ini. Tangisku tertahan. Satu-satunya orang yang bisa aku mintai tolong malah menyerahkan dan menyalahkanku atas peristiwa ini. Aku ini adikmu mbak, nggak bisa kah kau berbaik hati meringankan sedikit saja beban di pundak ini?

Ku tatap wajah ibu yang masih tertidur pulas di brankar rumah sakit. Kasihan sekali wanita ku ini, aku tahu dirinya tak baik baik saja sejak kejadian batalnya lamaranku. Ia hanya berusaha bersikap tegar di depanku.

*

Sudah tiga malam ibu dirawat di rumah sakit ini, artinya sudah tiga hari pula aku tidak masuk kerja, untungnya pemilik toko roti tempatku bekerja memberiku dispensasi.

Dengan langkah gontai dan rasa was was aku berjalan menuju bagian administrasi.

"Astaga ... ," lirihku ketika baru saja melihat nominal yang sangat banyak menurutku. Dari mana aku mendapatkan biaya sepuluh juta dalam waktu dekat? itu adalah nominal yang sama dengan enam bulan gajiku di toko roti.

Bagaimana ini ya Allah? siapa yang bisa aku mintai tolong?

Seketika ingatanku tertuju pada Bude Obed. Di keluarga ibuku hanya Bude Obed yang hidupnya lumayan sejahtera.

Aku pun kembali keruangan tempat ibuku berada. Rupanya beliau sudah duduk dengan posisi kaki yang menggantung.

"Buk, Hana pergi sebentar ya!"

"Mau kemana kamu, Han?"

"Hana mau ke toko sebentar aja, buk!" ucapku. Aku memang ingin pergi ke toko roti sebentar. Namun tak aku katakan padanya bahwa aku ingin menjumpai bude Obed. Aku tak ingin beban pikiran wanitaku itu semakin bertambah tambah.

"Iya, tapi jangan lama lama ya! Ibu takut kalau ditinggal sendiri. Oh iya, Han. Biaya rumah sakit gimana?" tanya ibuku dengan tatapan khawatir.

Aku berusaha mengulas senyum padanya meski aku sendiripun belum menemukan jawaban atas pertanyaannya itu.

"Ibu tenang aja ya! Hana bisa pinjam ke bos Hana" setelah mencium tangan ibuku, aku pun segera pergi. Tidak mungkin bosku mau meminjamkan uang sebanyak itu, sementara aku belum genap sebulan bekerja disana.

Sebenarnya ada keraguan dalam hati untuk meminjam uang pada bude ku itu. Selain cerewet, bude Obed juga terkenal pelit di dalam keluarga kami. Sebelum ke rumah bude Obed, aku akan pergi ke toko kue untuk meminta izin libur sehari lagi untuk mengurus kepulangan ibuku.

Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam toko tempatku bekerja. Seperti biasa saat baru datang, aku akan membersihkan seisih toko dari kotoran dan debu yang menempel sampai akhirnya pelanggan pertama ku datang.

Seorang lelaki paruh baya berpenampilan parlente dan rambutnya sudah terlihat putih merata.

"Selamat pagi ... ,cari apa, Pak?" tanya ku sambil mengulas senyum.

Lelaki itu sebentar menatap dan memindai aku dari atas hingga bawah. Aku jadi mengernyit hingga pandangannya tertuju pada etalase kue tart.

"Saya ambil yang ini," ucap lelaki yang usianya lebih pantas aku sebut ayah itu. Selama aku bekerja sudah entah berapa kali ia datang membeli kue. Ia sudah menjadi langganan tetap disini dan entah mengapa lelaki itu hanya ingin aku yang melayaninya.

Saat ia memilih milih kue, handphone ku berdering menandakan bahwa ada panggilan masuk.

"Mbak Riana ... ," lirihku, aku mengulas senyum pada lelaki itu karena ingin mengangkat telepon dari kakakku. Sementara, Sintia yang mengerti langsung menggantikan posisiku melayani lelaki itu.

[Mbak, kamu kemana aja sih? Aku nelponi kamu tapi nomor kamu nggak aktif. Ibu lagi butuh biaya Mbak,] ucapku antusias.

[Maaf ya Hana, di lain waktu anggap aja kita nggak punya hubungan apa apa lagi. Aku udah nggak mau kenal sama kalian lagi, kalian selalu buat beban pikiran aku. Selamat tinggal!]

Tut Tut Tut ...

Panggilan diakhirinya sepihak. Tubuhku meremang mendengar apa yang barusan diucapkan mbak Riana. Saudara kandungku satu- satunya. "Beginikah balasan kamu terhadap orang yang pernah merawat dan membesarkanmu, Mbak?" tanyaku dengan suara tertahan.

Aku menangis di balik bilik sunyi.

"Han, Hana ..., Bapak itu nggak mau dilayani sama aku, dia maunya dilayani sama kamu," ujar Sintia yang tiba tiba datang. Buru buru aku menyeka air mataku, namun tak bisa menghapus rasa penasaran Sintia, teman baikku di toko roti ini. Ia menatapku dengan rasa penasaran.

"Udah kamu kesana dulu. Abis itu kita cerita ya." Sambungnya lagi sambil mengelus bahuku. Segera aku merapikan penampilan dan membuat wajahku seperti semula, seberusaha mungkin mengulas senyum agar tak membuat pelanggan ku bertanya tanya.

"Kamu kayaknya lagi ada beban ya?" tanya lelaki tua itu dan menurutku pertanyaannya itu tidak etis jika ia tanyakan padaku, karena kami tak saling kenal, hanya sebatas antara penjual dan pembeli.

"Kamu mau nggak saya lamar? Saya kasih kamu mahar pantastis, mau?" Ucap lelaki itu yang sontak saja membuat aku terkejut. Dinikahi lelaki yang seusia sama dengan almarhum ayahku? Tidak mungkin. Aku tidak bisa dan tidak mau. Aku hanya menganggap itu sebuah gurauan.

Bersambung

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibuang Mantan, Dinikahi Sultan   Bab 39 Benci yang Mengakar

    Langit sore itu terlihat semburat jingga. Rumah besar di kawasan elite milik Rayhan dan Hana terlihat lebih hidup dari biasanya. Wajah Hana tampak bersinar, tak hanya karena sinar matahari yang menyelinap melalui jendela kaca besar, tapi karena hatinya sedang berbunga.Setelah melewati berbagai badai dalam rumah tangga mereka, kini Hana dan Rayhan seperti menemukan ritme baru. Mereka lebih terbuka, lebih saling mendengarkan, dan… kini mereka mulai berbicara tentang mimpi kecil yang selama ini hanya mengendap di hati: anak."Sayang," panggil Rayhan dari balik pintu kamar. Ia baru saja selesai mandi, rambutnya masih basah, dan handuk tergantung di leher. "Kamu udah mikir lagi soal yang kita obrolin kemarin?"Hana yang sedang duduk di meja rias, menoleh dengan senyum malu-malu. "Soal program hamil?"Rayhan berjalan pelan, memeluk bahu istrinya dari belakang. "Aku serius, Na. Kita udah cukup waktu buat adaptasi. Sekarang saatnya kita punya keluarga kecil yang lengkap.Tatapan Hana meredup

  • Dibuang Mantan, Dinikahi Sultan   Bab 38 Bertiga?

    Hana menghela napas pelan, mencoba meredam gelombang perasaan yang menyeruak dari sentuhan dan kata-kata Rayhan. Ia menunduk, membiarkan dagunya menyentuh dada suaminya yang hangat dan kokoh. “Aku cuma… belum terbiasa,” gumamnya pelan, nyaris tak terdengar. Rayhan tersenyum kecil, menggenggam jemari istrinya yang dingin dan membawanya ke dada kirinya. “Biasakanlah perlahan, Sayang. Aku akan sabar menuntunmu.” Kata-katanya bukan sekadar janji manis, Hana bisa merasakannya dalam cara Rayhan menyentuh dan menatapnya—penuh penghargaan, bukan sekadar nafsu. Mereka berdiri seperti itu dalam diam, hanya suara detak jam dinding dan hembusan lembut pendingin udara yang terdengar. Sampai akhirnya Rayhan mengecup kening Hana dengan pelan, lalu melepaskan pelukannya. “Masih ada waktu sebelum aku berangkat. Temani aku sarapan, ya?” pintanya. Hana mengangguk dan tersenyum kecil. “Aku masakin nasi goreng spesial, mau?” Rayhan memiringkan kepalanya, menatapnya penuh makna. “Kalau kamu ya

  • Dibuang Mantan, Dinikahi Sultan   Bab 37 Melepas Kesucian

    Pergi begitu saja meninggalkan Anisa dan senyum Anisa yang tadinya semeringah memudar kala Rayhan berdiri dan mulai meninggalkannya. "Rayhan ...," panggil Anisa sambil mengejar Rayhan, tetapi langkah Rayhan terlalu panjang sehingga tak terkejar olehnya. Sementara Rayhan tetap memaksa mengendarai mobilnya agar sampai di rumah. Dorongan hasrat ini harus segera dituntaskan, jika tidak maka itu akan menjadi siksaan batin yang bisa saja membuatnya gila. Rayhan membuka kancing kemeja bagian atas hingga menampakkan bulu-bulu halus itu. Setelah sampai di garasi, ia pun lantas berlari ke arah rumah. Masuk dengan kunci yang ada padanya. Hana baru saja keluar dari kamarnya dengan kepala yang masih berbalut handuk. Ia terperanjat melihat gelagat aneh sang suami yang tak seperti biasa. "Hana," lirih Rayhan sambil berjalan mendekat pada wanita yang hanya memiliki tinggi tubuh sekitar seratus enam puluh cm itu. Mengangkat tubuh Hana dan membawanya menuju kamar terdekat, yaitu kamar Hana.

  • Dibuang Mantan, Dinikahi Sultan   Bab 36 Rencana Anisa

    "Apa betul mama menerima sejumlah uang dari keluarga Rina dan sebagai gantinya aku harus menikahi Rina? Betul itu, Ma?" tanya Ridwan dengan suara lantang dan mata yang membulat. "Ridwan, kamu ini datang-datang bukannya kasih salam dulu, malah nanya yang nggak-nggak." Lastri mencebik kesal, ada rasa takut dalam hatinya sekaligus heran mengapa rahasia ini bisa sampai bocor."Tolong jawab aja, Ma! Jawab yang jujur!" sentak Ridwan sehingga Lastri terkejut dan semakin ketakutan. Namun, berusaha bersikap tenang.Lastri terdiam dan itu sudah menjadi jawaban untuk Ridwan. Ia menggeleng pelan, tak menyangka bahwa sang ibu telah menjual dirinya demi uang, padahal Ridwan berusaha menerima jodoh yang ibunya pilihkan. Berharap ini adalah pilihan terbaik, meski Harau mengabaikan hati dan cintanya pada Hana."Ridwan ... Wan, mau kemana kamu? Mama mau jelasin sesuatu sama kamu," teriak Lastri saat Ridwan pergi dari hadapannya.Melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi hingga ia tak perduli lagi ten

  • Dibuang Mantan, Dinikahi Sultan   Bab 35 Terbongkarnya Rahasia Rina di Depan Sang Suami

    "Seharusnya Abang pulang langsung ke rumah. Bukannya malah cari perhatian sama Hana. ingat, Bang! Hana itu udah punya suami dan kamu juga udah punya aku," ucap Rina. Dengan kondisinya yang sedang sakit, ia nekad pergi ke rumah Nining untuk menjemput sang suami. Karena sedari tadi ia duduk di depan terasnya untuk memantau acara yang dibuat Hana dan ibunya. Melihat mobil yang biasa suaminya kendarai pulang cepat, Rina pun bergegas ke rumah itu. Namun, kedatangannya itu ternyata untuk melihat sang suami sedang saling tatap dengan Hana. Kedua tangan Ridwan menyangga tubuh Hana agar tidak jatuh. Ingin rasanya ia langsung berteriak dan melerai keduanya. Namun, ia tak kuasa melakukannya karena kakinya terasa lemas. Pun Nining segera memberi kode kepada kedua orang yang tengah berpandangan itu hingga keduanya sadar dan melepaskan diri. Rina bisa melihat bahwa suaminya masih menyimpan rasa terhadap Hana. Terbukti saat Ridwan masih saja menatap Hana yang melenggang pergi. "Abang nggak senga

  • Dibuang Mantan, Dinikahi Sultan   Bab 34 Syukuran

    "Bangun! Bangun, Mas!" Hana menggoyang dan menepuk punggung tangan Rayhan supaya bangun. Kerena waktu subuh tidak banyak jika untuk mengerjakan wajibnya. Berulang kali Hana mencoba membangunkan hingga ia lelah dan membelakangi posisi Rayhan. Tetiba muncul keisengannya. Hana mendekat pada wajah Rayhan yang masih tertidur pulas. Menatapnya dari dekat, begitu dekat, bahkan sangat dekat. Hingga Hana dapat merasakan terpaan hangat nafas Rayhan. Ia pejamkan mata merasakan debaran jantung yang mulai tak beraturan. Rayhan mengerjapkan mata, melihat Hana yang begitu dekat dengannya. Entah mengapa ada rasa nyaman dan menginginkan waktu berhenti agar Hana tak berlalu dari hadapannya. Muncul pula ide dalam benaknya agar Hana tak segera berlalu. Rayhan memeluk Hana sambil membenarkan posisi ternyaman, matanya masih terpejam agar Hana menganggap ini adalah ketidak sengajaan yang tercipta. Hana membulatkan matanya saat dirinya malah terjebak dalam pelukan Rayhan. Semakin ia berusaha melepaskan d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status