Hari berikutnya. Nona terkejut melihat Emir datang ke rumah Prabu pagi-pagi. Belum lagi kedatangan pria itu ke sana ternyata untuk menjemputnya.
“Kamu bersikaplah yang baik, jangan membuat malu!” pinta Prabu yang hari itu memang sengaja berangkat siang agar bisa bertemu Emir. “Aku tidak mau pergi dengan pria itu, Paman.” Nona ingin menolak, tapi Prabu langsung melotot. “Kamu tidak bisa menolak atau membantah, apa kamu lupa dengan apa yang aku bicarakan kemarin!” Prabu mengingatkan perdebatan yang sempat terjadi di antara mereka. Nona diam tak bersuara, akhirnya dia pun mengikuti perintah Prabu. Arum—istri Prabu tampak keheranan karena Nona dijemput Emir sepagi ini, sedangkan Sandra—sepupu Nona, juga bingung kenapa Nona dijemput menggunakan unit sedan mewah. Belum lagi Prabu tampak begitu hormat ke Emir, membuat Arum semakim bertanya-tanya siapa gerangan pria itu. Namun, dia dan sang putri tak berani mendekat, mereka banya bisa memandang dari depan pintu. “Ingat, jaga sikapmu,” ucap Prabu saat mengantar Nona sampai ke mobil Emir. Nona terlihat takut, dia benar-benar merasa seperti dijual oleh pamannya. Namun, Nona juga tidak bisa mengelak hingga terpaksa masuk mobil Emir. “Kami pergi dulu,” ucap Emir ke Prabu. “Oh iya, sampaikan salamku untuk Pak Segara,” balas Prabu menjilat dan berusaha bersikap baik demi keberlangsungan perusahaannya. Emir hanya mengangguk, kemudian masuk mobil dan pergi bersama Nona. Setelah Emir dan Nona pergi. Arum dan Sandra langsung menghampiri Prabu, karena ingin tahu siapa Emir dan kenapa membawa Nona. “Memangnya siapa pria itu? Kenapa Papa sangat sopan kepadanya?” tanya Arum penasaran. “Dia itu anak buah Pak Segara. Nona secara tidak langsung sudah membantu kita bernapas lega selama satu tahun ini. Jadi kalian perlakukan dia dengan baik, jangan menyinggung perasaannya,” ujar Prabu menjelaskan. Arum dan Sandra pun mengangguk, meski tidak paham apa yang sebenarnya sudah dilakukan Nona untuk keluarga mereka. *** Di dalam mobil, Nona melirik tajam ke Emir yang sedang menyetir. Dia takut jika pria itu dan Segara melakukan sesuatu kepadanya. “Sebenarnya kamu ingin membawaku ke mana? Kenapa sepagi ini sudah mengajak pergi?” tanya Nona dengan sedikit nada ketus. “Memangnya kamu tidak takut aku laporkan ke polisi? Kamu bisa ditangkap dengan tuduhan penculikan, ini tindakan kriminal” imbuhnya. Emir malah tertawa mendengar ucapan Nona, hingga kemudian berkata- "Kriminal apa? Kamu seharusnya senang bisa menikah dengan Pak Segara. Hidupmu pasti terjamin jika menikah dengannya. Apa kamu tidak tahu kalau Pak Segara itu keponakan Daniel Tyaga? Pak Nic-papanya adalah pemilik ABI TV, ABI Market, dan juga ABI water park - taman bermain terbesar di kota ini," ucap Emir. "Oh...ya, Jangan lupakan bibinya pemilik KIM Hospital. Harusnya kamu bersyukur,” imbuhnya meledek Nona yang malah menuduh yang bukan-bukan. Nona diam mendengar Emir mengabsen bibit, bobot, bebet Segara, meski begitu dia tetap tidak tertarik, apalagi melihat Segara yang bersikap dingin dan galak. "Kenapa? Apa kamu bingung ada orang sehebat itu?" cibir Emir. Nona masih tak menjawab, dia memilih membuang muka ke arah jendela di sisa perjalanannya. Wanita itu tak menyangka, kalau Emir akan membawanya pergi ke mall. Dia semakin bingung karena mall pun masih tutup. “Untuk apa ke mall pagi-pagi? Lihat saja mall ini masih tutup,” kata Nona yang melihat pintu utama tertutup dan masih terlihat sepi. “Mall ini milik keluarga Pak Segara, jadi suka-suka dialah mau masuk dan belanja kapan,” jawab Emir santai. “Lagipula, meski mallnya tutup, tapi pegawai setiap Marchant yang ada pasti sudah datang. Jadi kamu tidak perlu cemas." Emir pun mengajak Nona masuk, dia sadar wanita itu terpaksa karena bibirnya cemberut. Emir membawa Nona ke salon, di sana pria itu menginstruksi pegawai salon, agar melakukan manicure dan pedicure ke Nona. “Jangan lupa, ganti potongan rambutnya agar lebih modis." “Apa?” Nona sangat terkejut mengetahui Emir dengan seenaknya meminta orang memotong rambutnya. “Kenapa?” tanya Emir dengan santai. “Aku tidak mau potongan rambutku diubah sesuai keinginan bosmu, aku tidak mau rambutku jadi aneh!” tolak Nona. Emir menatap Nona dengan tegas, lantas meminta kapster untuk langsung saja memotong rambut Nona, sesuai permintaan Segara. Nona mencoba menghalau kapster yang berusaha memotong rambutnya, bahkan wanita itu menjerit histeris seperti hendak dianiaya. Emir tertawa terpingkal melihat lucunya Nona, dia pun mengambil foto wanita itu yang sedang memberontak, kemudian mengirimkannya ke Segara. *** Di perusahaan, Segara sedang berada di ruang rapat. Pria itu tertawa melihat foto-foto Nona yang dikirimkan Emir. Nic dan Biru yang juga ada di ruangan itu, tampak keheranan melihat Segara yang tiba-tiba tertawa sendiri sambil menatap layar ponsel. “Apa terjadi sesuatu?” tanya Nic berbisik ke Biru. “Entahlah, Pa.” Biru menggeleng karena juga bingung. Segara menyadari semua orang di ruangan itu kebingungan karena tingkahnya. Hingga dia pun berdeham dan mencoba duduk dengan tegap. “Maaf, aku sedang senang hari ini. Apa rapatnya bisa dilanjutkan?” Segara kembali bersikap tegas setelah meminta maaf. Rapat pun dimulai, tapi senyum tak lekang dari bibir Segara kala mengingat betapa lucunya ekspresi wajah Nona. Setelah rapat selesai, Nic mengajak bicara Segara sebelum mereka pergi dari ruang rapat. “Ga, jangan lupa untuk datang makan malam keluarga untuk membahas pernikahan Biru dan Senja,” ucap Nic mengingatkan. Segara yang sudah bersiap pergi pun berhenti melangkah, lantas menoleh Nic dan menyindir sang papa. “Mau membahas pernikahan dengan siapa? Senja saja anak Papa, dia tidak punya keluarga lainnya.” Nic terkejut mendengar ucapan ketus Segara, hingga Biru juga kaget dan membalas ucapan Saudara kembarnya itu. “Kenapa kamu bicara seperti itu?” tanya Biru keheranan. Segara tersenyum miring mendengar pertanyaan Biru, tapi tidak berniat menjawab. Dia lantas menatap Nic, sebelum kemudian berkata, “Papa tenang saja, aku pasti akan pulang untuk makan malam, sekalian ingin memperkenalkan seseorang ke kalian semua.” Setelah mengucapkan kalimat itu, Segara pun pergi meninggalkan Nic dan Biru yang pikirannya dipenuhi dengan tanda tanya. Segara pergi ke butik di mana Nona sudah menunggu di sana. Nona sendiri menggerutu karena sudah menunggu dua jam lamanya di butik dan Segara baru saja datang, seolah pria itu sengaja ingin berlaku semena-mena terhadapnya. Belum lagi Emir tiba-tiba pergi entah ke mana tidak pamit, meninggalkan Nona dan membuat bingung karena sendirian di sana. “Tutup tokonya!” perintah Segara saat masuk ke butik. Pegawai butik pun langsung menutup toko, hal itu dilakukan dengan tujuan agar tidak ada yang mengganggu. Segara menghampiri Nona, lantas duduk dengan santai di samping wanita itu. Nona sedikit bergeser saat Segara duduk di sebelahnya, hanya merasa kurang nyaman berada terlalu dekat dengan pria itu. “Keluarkan gaun model terbaru yang kalian miliki!” perintah Segara ke pegawai butik. “Baik.” Beberapa gaun indah pun diperlihatkan ke Segara, hingga pria itu memilih beberapa yang sesuai dengan seleranya. “Kamu coba pakaian itu, apakah pas di badanmu!” perintah Segara ke Nona. Nona sebenarnya enggan, tapi melihat tatapan tajam Segara, membuat Nona akhirnya mengikuti perintahnya. Nona mencoba gaun yang dipilihkan Segara, tapi merasa tidak nyaman karena kelihatan bagian punggung juga belahan dadanya. “Sepertinya ini tidak cocok untukku,” ucap Nona seraya menaikkan ujung atas gaun untuk menutupi belahan dada. “Itu bagus.” Segara mengamati penampilan Nona. “Apa dia gila? Bagaimana bisa aku diminta memakai pakaian seperti ini?” Nona menggerutu dalam hati. Nona pun berpikir, hingga akhirnya mencoba bernegosiasi. “Memangnya kamu mau mengajakku ke mana? Kalau aku memakai pakaian yang kurang cocok, dan tidak nyaman memakainya, pasti aku terlihat aneh dan kamu sendiri yang akan malu nantinya. Apa kamu tidak bisa membiarkanku memilih pakaian yang sesuai dengan karakter dan cocok di tubuhku,” ujar Nona mencoba membujuk Segara agar tidak memaksakan kehendak. Segara menaikkan satu sudut alis, kemudian bertanya, “Memang bagaimana karaktermu?”Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel