Nona terlihat ketakutan saat Segara meminta Prabu dan Emir meninggalkan mereka, dia mengepalkan tangannya yang gemetaran dan menyembunyikannya di sisi badan.
“Paman!” Nona mencegah Prabu pergi, tapi sang paman malah melengos mengabaikan. Pria itu dan Emir keluar dari ruangan, meninggalkan Nona bersama Segara sendirian. “Kamu tahu berapa hutang pamanmu kepadaku?” tanya Segara saat pintu sudah ditutup oleh Emir. Nona menggelengkan kepala karena jelas tidak tahu tentang urusan pribadi Prabu. “Hutang pamanmu, tidak sebanding dengan tubuhmu. Aku merasa heran karena dia ingin menukarmu untuk membalas hutangnya. Memangnya kamu masih perawan?” tanya Segara. Ucapannya itu cukup menohok hati Nona. Wanita itu pun membulatkan bola mata lebar mendengar pertanyaan Segara. Hingga kemudian menjawab, “Aku sudah pernah menikah.” Nona merasa Segara menjatuhkan harga dirinya dengan melontarkan pertanyaan itu, tapi Segara malah tertawa mengejek mendengar jawabannya. “Ternyata kamu janda.” Terlihat jelas ekspresi cibiran di wajah pria itu. “Memangnya kenapa kalau janda? Pria seperti Anda memang pernah merasakan seperti apa tidur dengan perawan? Apa ada salah dengan janda?” Nona bicara ketus karena Segara meremehkan dirinya. Pria itu terlihat kesal karena dia berani melawannya. Hingga Segara pun berdiri dan mendekat ke tempat Nona duduk. Dia menggunakan kedua tangan untuk bertumpu di sandaran sofa dan mengunci Nona di sana. Dia bahkan memberikan tatapan dingin ke wanita itu. Nona terkejut melihat apa yang dilakukan Segara, belum lagi tatapan dingin yang begitu menusuk pria itu membuatnya sampai menelan ludah susah payah. “Kamu tahu apa yang paling aku benci?” tanya Segara masih menatap tajam Nona. Nona bergeming menatap Segara, dia bahkan bisa merasakan embusan napas pria itu menerpa wajahnya karena jarak mereka yang sangat dekat. “Aku benci dengan wanita sombong. Dan kamu, kamu bukanlah lawan yang sebanding denganku, jadi jangan pernah berpikir untuk bermain-main denganku!” Segara bicara dengan penuh penekanan. Nona begitu ketakutan melihat tatapan Segara, hingga memukul lengan pria itu untuk menyingkir dari hadapannya. “Menyingkir dari hadapanku!” Nona berusaha membuat Segara menjauh darinya. Segara malah tertawa melihat Nona yang ketakutan, hingga kemudian menegakkan badan dan menjauh dari Nona. Segara lantas berjalan menuju pintu, meminta Emir dan Prabu kembali masuk. Prabu masuk bersama Emir, hingga tampak bingung menatap Segara yang terlihat tenang, sedangkan Nona tampak ketakutan. “Aku menerima tawaranmu untuk menukar keponakanmu. Tapi bukan untuk melunasai hutangmu, hutangmu akan tetap berjalan, aku hanya akan memberikan kelonggaran waktu pembayaran selama satu tahun,” ujar Segara memberikan penawaran. Meski awalnya terkejut, tapi Prabu sedikit senang karena setidaknya dia tidak akan kehilangan perusahaannya, satu tahun cukup untuk mengumpulkan uang guna membayar hutangnya ke Segara. Nona membulatkan bola mata lebar, apakah benar kalau dia akan dijadikan alat tukar hutang, serta harus melayani pria itu. Nona tidak bisa melakukannya. Dia takut dan menggelengkan kepala ke Prabu tanda menolak, tapi Segara melihat hal itu dan langsung memberikan tatapan licik ke Nona. “Kamu harus menjadi istriku,” ucap Segara ke Nona. Semua orang di sana terkejut mendengar ucapan Segara. Nona bahkan menatap pria itu dengan rasa tidak percaya, berpikir apa yang sebenarnya diinginkan Segara. “Ap-apa maksudnya itu?” Nona sampai tergagap karena terkejut. “Apa pun maksudku, itu urusanku. Ingat kamu sudah dijual kepadaku!” Segara bicara lantas memulas seringai di wajah. ** Setelah Prabu dan Segara mencapai kesepakatan, akhirnya Nona pun pulang bersama Prabu. Nona sangat kesal karena sang paman tega menjualnya ke pria tak dikenal. “Kenapa Paman melakukan ini? Kenapa Paman tega menjualku!” amuk Nona saat berada di mobil. “Kamu ini tidak tahu diuntung! Bukankah bagus kalau kamu dijadikan istri olehnya! Dia itu kaya, aku jamin hidupmu tidak akan susah!” Prabu malah balas memarahi Nona. “Apanya yang bagus? Aku yakin dia menikahiku hanya untuk dijadikan tawanan karena hutang Paman!” sanggah Nona masih kesal. “Paman benar-benar tega dengan melakukan ini semua!” “Diam kamu! Sampai kapan kamu akan terus membantah! Apa kamu tidak sadar posisimu sekarang, hah! Seandainya saja perusahaan papamu tidak jatuh ke Rafa, pasti aku masih bisa bertahan dengan bantuan dari perusahaannya. Tapi apa? Gara-gara kebodohan dan kamu yang dibutakan cinta, semua jadi seperti ini!” Prabu malah menyalahkan Nona. Nona tak percaya mendapati sikap pamannya yang seperti ini. Padahal saat pertama kali mengadu ke Prabu, sang paman tidak bersikap licik dan tampak baik kepadanya. Namun, kenapa sekarang seolah menikamnya dari belakang, menjerumuskannya ke jurang yang sama gelapnya seperti saat disakiti Rafa dan kehilangan bayinya. Sementara itu, Emir mengantar Segara pulang seperti biasa. Dia masih bingung karena tiba-tiba atasannya itu ingin menikah. “Kenapa Anda tiba-tiba ingin menikah?” tanya Emir. “Kamu tidak perlu tahu alasannya,” jawab Segara tanpa menatap ke arah sekretarisnya itu. “Apa ini karena kembaran Anda? Anda pasti tidak mau kalah dengan kembaran Anda, sebab itu Anda juga ingin menikah,” ujar Emir menebak. Segara berdecak mendengar ucapan Emir, hingga kemudian berkata, “Kenapa kamu sekarang sangat cerewet?” Segara sedikit kesal karena Emir terlalu banyak bicara. Ia memasang muka masam dan memalingkan wajah ke arah jendela. “Saya hanya ingin tahu,” balas Emir dengan santainya. “Tidak ada yang perlu kamu tahu. Yang terpenting sekarang, lakukan saja apa yang aku perintahkan. Besok jemput Nona di rumah Prabu, ajak dia belanja pakaian dan segala kebutuhannya. Dandani dia seperti wanita berkelas!” perintah Segara agar Emir tidak lagi bicara. “Kenapa Anda melakukan itu? Untuk apa?” tanya Emir lagi. Ia malah semakin tak bisa membendung rasa penasarannya. Bukannya menjawab, Segara malah tampak tersenyum miring mendengar pertanyaan Emir. “Dia harus mulai bekerja untukku.”Delapan bulan kemudian.Suasana sebuah rumah sakit tampak ramai seperti biasa. Di salah satu ruang inap yang ada di sana, Nona berbaring dengan wajah pucat dan tampak lemas karena baru saja melahirkan.Nona memandang orang-orang yang ada di ruangan bersamanya, meski dia lelah, tapi semua itu terbayarkan dengan melihat senyum orang-orang yang ada di sana, terutama Segara.“Dia menggemaskan, ‘kan?” tanya Segara ke Mina yang sedang menggendong anaknya dan Nona.“Iya, dia tampan sekali,” balas Mina dengan tatapan tidak teralihkan dari bayi yang ada di gendongan.Nona melahirkan anak laki-laki yang sangat tampan. Di saat Nona bahagia dengan kelahiran bayinya, ada Senja yang dua kali lipat merasakan kebahagiaan, sebab sebentar lagi dia bisa menikah dengan Biru.“Bisa tampan begini, dia mirip siapa ya?” Mina memperhatikan dengan seksama wajah cucunya.“Sepertinya mirip Nona dan Se
Setelah makan siang di kantin. Nona kembali ke ruang kerja bersama Segara. Di sana dia duduk di sofa sambil memandang suaminya yang kini sudah fokus ke pekerjaan.“Apa benar kalau kamu yang melaporkan Austin ke polisi?” tanya Nona yang sejak tadi penasaran.“Bukan, aku hanya cepu,” jawab Segara dengan entengnya.Nona berdecak mendengar jawaban sang suami. “Itu sama saja,” balasnya gemas.Segara melirik Nona yang terlihat cemberut dan kesal karena ucapannya, hingga dia tersenyum-senyum dan membuat Nona akhirnya tertawa.“Oh ya. Tante Maya ingin pergi dari panti asuhan bu Dewi untuk melanjutkan hidupnya.”Segara mengerutkan kening menatap Nona sekilas, kemudian berkata, “Baguslah, setidaknya dia tidak patah semangat dan tidak terus bergantung kepada orang lain.”“Hem … meski sebenarnya aku merasa sangat kasihan, tapi mau bagaimana lagi,” ujar Nona sambi
[Terima kasih Nona, karena kamu sudah mau membantu kami.][ Oh… ya apa mungkin kamu mau membeli rumah Papa? Kami akan menjual rumah itu untuk mencari rumah yang agak kecil ]Nona terdiam. Ia tiba-tiba saja merasa kasihan, tapi tidak mungkin bisa membantu dengan membeli rumah itu. Mencoba untuk bersikap biasa, Nona pun membalas pesan Sandra.[Bagaimana kondisi Paman?]Nona mengirimkan pesan itu dan menunggu jawaban dari sang sepupu, hingga beberapa saat kemudian Sandra membalas.[ Kondisi Papa sudah membaik setelah menjalani operasi.]Meski membenci prabu, tapi Nona merasa lega. Ia pun meminta Sandra untuk terus menjaga Prabu dengan baik.Segara yang baru selesai rapat tampak berjalan sambil memasukkan tangan kirinya ke saku celana. Ia pun menyapa Emir dan diberitahu kalau Nona ada di ruangan. Segara terlihat senang dan langsung masuk. Begitu melihat Nona yang sedang fokus menatap ponsel, pria itu pun mendekat dan langsung mereb
Mata Nona langsung berbinar, dia senang mendengar kata rujak yang baru saja Senja ucapkan.“Kamu turun dulu, aku akan menyusul,” balas Nona.Senja mengangguk dan meninggalkan Nona lebih dulu. Kakak iparnya itu berniat pamit ke Segara.“Mama bikin rujak, aku mau ikut makan,” kata Nona tanpa mendekat karena takut ditahan oleh sang suami.“Tidak! kamu tidak boleh keluar dari sini. Kamu harus membayar hutang dulu,” balas Segara.“Tapi aku pengen banget. Kamu harus tahan dulu nafsumu, ini demi anak kita.”Setelah mengatakan itu, Nona pun kabur keluar kamar. Ia berjalan cepat takut jika sampai sang suami mencegah.Segara pun berteriak-teriak frustasi melihat Nona kabur, hingga akhirnya dia pun memilih keluar dari kamar dan menyusul Nona ke bawah.Segara ikut makan rujak, sengaja menunggui Nona agar cepat selesai dan segera kembali ke kamar.
Hari Minggu pagi Nona memilih pergi ke rumah mertuanya bersama sang suami. Pembantu rumah mengatakan jika Mina dan Senja ada di belakang sedang berkebun, sehingga Nona pun memilih menyusul ke sana meninggalkan Segara yang berbelok ke dapur untuk mengambil minum.Saat sampai di belakang rumah. Nona melihat Senja sedang membantu Mina menanam bunga, Nona pun mendekat dan langsung menyapa.“Eh, kamu datang sama Segara 'kan?” tanya Mina saat melihat sang mantu.“Iya, Ma. Dia di dalam tuh, langsung mau minum katanya,” jawab Nona.“Kayak habis lari-lari aja dia, datang-datang langsung minum,” seloroh Senja.Mina dan Nona pun tertawa mendengar candaan Senja. Semenjak dibantu gadis itu dari penculik yang ingin membuatnya celaka, Nona memang bersikap baik ke Senja.“Ngomong-ngomong Nona, apa kamu tidak ngidam?” tanya Mina tiba-tiba. Ia sampai menghentikan gerakan tangannya yang sedang memegang sekop kecil untuk menoleh Nona.&nb
Segara benar-benar berubah menjadi suami idaman yang sangat perhatian. Sosoknya yang kaku seperti kanebo kering kini hangat bak selimut bulu.Nona melebarkan senyum, dia senang karena Segara menemaninya seharian. Mereka duduk sofa yang terdapat di kamar, menikmati buah sambil menonton acara televisi.Hingga saluran televisi yang sedang ditonton Nona, menayangkan acara sekilas info, yang berisi berita atau peristiwa terbaru.“Buka mulutmu,” perintah Segara yang siap menyuapi Nona dengan potongan buah mangga.Nona membuka mulut dan membiarkan sang suami menyuapi, bahkan mengabaikan pembawa berita yang sedang membacakan berita terkini.‘Seorang wanita menjadi korban penusukan. Di depan banyak pengunjung sebuah kafe, pria berinisial RF menusuk wanita bernama KR berulang kali, hingga membuat korban terluka sebelum akhirnya meninggal dunia.’Mendengar inisial nama yang seperti familiar di tel