Share

Bagian 5

Author: Iva puji J
last update Last Updated: 2025-07-08 22:34:42

Zevan menyeruput es kopi susu favoritnya hingga tinggal separo. "Jadi, lelaki itu adalah mantan suamimu?"

Anindya mengangguk lesu. Masih nampak gurat kesedihan akibat perceraian beberapa hari lalu. Anindya bukan tak bisa move on, namun baginya sulit melupakan cinta lelaki yang sudah membersamainya selama beberapa tahun terakhir, meski cintanya sudah dihianati. Tentu saja hatinya sedih dan terluka akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh Adrian dan Viona, teman dekatnya. Tapi, ia hanya manusia biasa, masih ada sedikit rasa tertinggal di dalam hatinya untuk Adrian. Bahkan ia selalu membayangkan bahwa apa yang ia alami hanyalah sebuah mimpi belaka. Ia sadar bahwa dirinya tak bisa berlarut dalam kesedihan. Ia juga tak mau ditertawakan oleh Viona ataupun sang mantan mertua karena keputusan cerai yang ia ambil malah membuatnya terpuruk.

"Maaf ya tadi aku ngakuin kamu sebagai kekasih baruku," ucap Anindya merasa bersalah. Ia sadar hal itu tak pantas ia lakukan, apalagi tanpa seizin Zevan.

"Nggak pa-pa kok. Santai aja," tukas Zevan tenang. Ia bisa memaklumi kenapa wanita yang duduk disampingnya melakukan hal itu secara spontan.

Anindya menghela napas panjang mengeluarkan semua rasa sesak yang menghimpit dadanya. "Kami baru saja bercerai. Wanita yang bersamanya itu adalah teman baikku. Dulu. Tepatnya sebelum ia mengicar mantan suamiku dan menyusuo sebagai orang ketiga dalam rumah tangga kamu. Sekarang ia menggantikan posisiku disana."

Mata Zevan membulat. "What?! Itu artinya mantan suamimu berselingkuh dengan teman baikmu sendiri??" Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sekali lagi Anindya menganggukkan kepalanya. "Ya begitulah. Aku baru mengetahui hubungan gelap yang terjalin di belakangku, setelah ada seseorang misterius mengirimkan foto-foto mesra mereka."

"Aku tak tahu siapa pengirim foto-foto itu, tapi aku sangat berterima kasih karena berkat dia, aku jadi tahu penghianatan dua manusia menjijikkan itu. Aku langsung mengajukan perceraian hari itu juga, karena tak gunanya mempertahankan sebuah rumah tangga yang sudah hancur," lanjut Anindya.

"Terus kapan kalian bercerai? Sebulan? Dua bulan? Setahun? Berapa tahun?" Tanya Zevan menyelidik ingin tahu.

"Baru beberapa hari lalu kami resmi bercerai. Tepatnya saat aku tak sengaja menabrak motormu dari belakang. Itu pun setelah proses yang panjang dan melelahkan yang tak hanya menguras tenaga tapi juga uang tabunganku yang tak seberapa," jawab Anindya menerangkan dengan nada sedikit jengkel mengingat uang tabungan miliknya yang terkuras hampir habis untuk mengurus perceraiannya.

Zevan geleng-geleng kepala. "Astaga! Ini benar-benar gila. Makin marak aja teman makan teman sampai membuat rumah tangga hancur berantakan."

"Dia teman satu kos saat aku masih kuliah dulu. Aku dan dia juga bukan penduduk asli kota ini. Malah kami tinggal satu kamar saat itu." Anindya menceritakan perihal Viona pada Zevan.

"Aku tak tahu kapan dan bagaimana awal mereka berhubungan layaknya pasangan kekasih di belakangku. Mungkin mantan suamiku sedikit kecewa karena sampai sekarang aku belum bisa memberinya keturunan. Padahal dokter menyatakan bahwa aku sehat, normal dan semua baik-baik saja. Entah kenapa sampai di usia pernikahan kami yang menginjak 5 tahun, kami belum dikaruniai momongan. Entah apa yang salah pada diriku." Tanpa sadar Anindya menceritakan masalah pribadinya pada pemuda yang baru saja dikenalnya itu.

"Mungkin bukan kamu yang bermasalah kali, tapi dia si mantan suamimu itu yang ada masalah reproduksi," tukas Zevan menanggapi mencoba menghibur Anindya.

"Hem...entahlah, aku tak tahu pasti soal itu karena mantan suami dan ibu mertua selalu menekanku agar memeriksakan diri ke dokter kandungan. Mas Adrian merasa dirinya normal, jadi ia tak pernah mau memeriksakan diri sekalipun ke dokter kandungan."

"Kayak cerita-cerita di novel aja kisah hidupmu, tapi ini kenyataan," tandas Zevan terheran-heran.

"Maaf...maaf...aku jadi curhat sama kamu." Anindya tersadar dan merasa tak enak hati.

"Ah...tak apa. It's okay, nggak masalah kok." Zevan mengacungkan jempolnya. Pemuda itu tersenyum lebar.

"Baiklah kalo begitu, kita lanjutkan mengerjakan tugas ini agar secepatnya selesai. Aku harus cepat pulang soalnya karena ada pekerjaan yang harus aku selesaikan malam ini." Anindya kembali menatap layar laptop milik Zevan.

Zevan pun segera menggeser kursinya dan duduk dekat dengan Anindya. Ia terlihat serius mendengarkan semua penjelasan dari wanita itu yang terdengar sangat jelas dan gamblang di telinganya daripada dosennya sendiri. Ia juga diam-diam mengagumi wanita dewasa itu.

'Dia cantik, sayangnya disia-siakan oleh suaminya dan tersisih. Sayang sekali,' batinya.

"Setelah ini selesai, kau bisa menuangkan desainnya ke atas kertas. Ingat, harus sesuai dengan pola dan ukuran yang telah kita buat bersama," ujar Anindya menjelaskan. Kedua matanya yang indah masih tetap fokus menatap layar laptop. Sementara itu, jemarinya demikian lincah menari diatas keyboard. Namun, tidak untuk Zevan yang fokusnya terpecah antara tugas dan pemandangan menawan di depannya.

"Bagaimana kalo besok kamu juga bantu aku menggambar desain ini?" Zevan berharap wanita di depannya itu mau membantunya menuangkan ide desain itu keatas kertas. Ia lupa kalo kurang pintar menggambar sebuah desain diatas kertas. "Jujur gambarku jelek dan aku selalu kesulitan mengerjakannya."

"Ehm...gimana ya? Aku mau bantu kamu tapi nggak bisa janji juga, karena belum tahu besok aku sibuk atau nggak," jawab Anindya ragu. Ia mengingat-ingat apakah ia ada janji dengan klien ataukah ada lemburan besok.

"Kapan tugasmu harus dikumpulkan?" Tanya Anindya lagi.

"Lusa," jawab Zevan pendek.

"Em..lihat besok deh. Mudah-mudahan besok nggak ada jadwal dadakan," ujar Anindya lagi.

"Oke. Hubungi aku kalo besok kamu bisa membantuku lagi."

Anindya menganggukkan kepalanya. Ia segera memasukkan ponselnya ke dalam tas dan bersiap untuk pergi.

"Mau kuantar?" Tawar Zevan sopan.

"Ah...tidak. Tidak usah repot-repot. Aku bawa kendaraan sendiri kok," tolak Anindya halus. "Terima kasih banyak atas tawarannya."

Anindya pun berdiri dari tempat duduknya. "Kalo begitu aku permisi pulang dulu. Besok aku akan mengabarimu lagi."

"Yup. Aku akan menunggu."

Pemuda itu menatap kepergian Anindya, wanita yang baru ia kenal secara tak sengaja dan kini menjadi patnernya dalam mengerjakan tugas.

"Sayang sekali wanita secantik dan sepintar itu harus dibuang dan disia-siakan oleh lelaki bodoh," gumam Zevan lirih.

*****

"Bagus sekali Nindy. Klien tertarik dengan desain yang kamu buat. Mereka meminta kamu mengerjakan rumah impiannya sekaligus menata desain interiornya juga," puji Pak Lukman, bos sekaligus pemilik perusahaan dimana Anindya berkerja sekarang.

"Terima kasih Pak." Anindya menganggukkan kepalanya.

"Jangan khawatir, mereka akan memberikan bonus tambahan setelah pekerjaan ini selesai," imbuh pak Lukman.

"Hanya Nindy saja yang dapat bonus?" Tanya Kalila cemberut pura-pura iri.

"Menurutmu?" Pancing si bos.

"Kalo cuma Nindy yang mendapatkan bonus, kurasa Pak Bos sekarang jadi pilih kasih. Saya kan juga satu tim dengan Nindy dalam mengerjakan proyek ini Pak," protesnya.

Pak Lukman tertawa. "Kau ini, yang benar saja. Tentu saja itu bonus untuk tim kalian, bukan hanya milik Nindy semata. Lalu sejak kapan saya pilih kasih? Mengada-ngada kamu."

"Kirain Pak." Kalila terkekeh. Ia melirik kearah Anindya seraya mengedipkan mata.

"Oh iya Nindy, saya senang kamu kembali bekerja di perusahaan ini lagi. Saya yakin perusahaan ini akan lebih bersinar dibanding kompetitor lain," ujar pak Lukman senang.

"Iya Pak. Saya juga senang bisa kembali bekerja dan mengejar mimpi saya yang sempat terkubur," timpal Anindya.

"Baiklah, kalian bisa kembali ke meja masing-masing dan lanjutkan pekerjaan kalian," perintah lelaki setengah baya itu.

"Baik Pak," sahut Anindya dan Kalila bersamaan. Mereka pun beranjak dan segera keluar dari ruangan pak Lukman.

"Nin, selesai kerja aku mampir ke kontrakanmu ya." Kalila menoleh setelah meletakkan berkasnya diatas meja.

"Duh... jangan dulu Lil, aku masih ada janji ketemu seseorang nanti sore," tolak Anindya. Ia ingat akan membantu Zevan sepulang kerja seperti kemarin jika tidak sibuk.

"Perasaan dari kemarin ada janji mulu deh. Jangan-jangan kamu janjian kencan sama seseorang ya?!" Tebak Kalila yang mendekati meja Anindya. "Hayo....ngaku? Sama siapa coba ceritain ke aku?!"

"Hush! Sembarangan kamu kalo ngomong," hardik Anindya cepat. "Bukan kencan Lila, aku ada urusan pekerjaan."

"Ah....yang bener." Kalila tak percaya.

"Bener Lila. Aku nggak bohong. Anggap saja ini tugas sebagai guru les," ujar Anindya meyakinkan.

"Oooohhh...kirain." Kalila membulatkan bibirnya. "Kalo pun kamu ada janji kencan ya nggak masalah juga sih. Kan kamu udah resmi cerai dari Adrian brengsek itu. Aku malah seneng kalo kamu punya kenalan cowok baru, bisa cepet ngelupain mantan kamu itu."

Kalila terkekeh sambil menggoda Anindya. "Rugi kalo kamu masih mikirin laki-laki penghianat itu. Mending lupain aja dan cari pasangan baru. Iya nggak?!"

Anindya menghela napas. Ia meletakkan pulpen yang sudah dipegangnya keatas meja. "Kamu benar Lila, tapi bagaimana pun juga untuk melupakan dia yang sudah bertahun-tahun ini menemaniku, tak semudah membalikkan telapak tangan. Bukan karena aku terlalu cinta, tapi luka yang ia berikan menorehkan rasa trauma yang teramat dalam. Hal itu membuatku takut untuk membuka hati dan memulai hubungan baru."

"Ya, aku ngerti kok gimana perasaanmu, Nin. Aku cuma nggak mau kamu sedih terus," ujar Kalila sambil menepuk-nepuk bahu Anindya.

Anindya tersenyum tipis. "Meski sulit aku akan bersaha melupakannya dan membuka lembaran hidup yang baru. Tapi, mungkin butuh waktu."

Kalila mengacungkan dua jempolnya. "Top!"

Anindya meringis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Ia mengambil ponselnya dan mengetikkan sesuatu pada layar setelah Kalila kembali ke meja kerjanya. Anindya hendak mengirimkan pesan pada Zevano seperti janjinya kemarin.

(Aku tak sibuk sore ini, jadi aku bisa membantumu. Dimana kita akan bertemu??)

*****

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 9

    "Bisakah kita menjalin hubungan lebih sekedar teman?" Pinta Zevan penuh harap."Maaf, aku tak bisa Zevan," jawab Anindya tegas. Tentu saja ia masih menutup pintu hatinya rapat-rapat karena banyaknya luka yang masih belum sembuh total. Ia tahu Zevan akan kecewa dengan ucapannya, namun dia belum mau menjalin hubungan dengan lawan jenis dalam waktu dekat ini."Kenapa? Apa karena kamu takut akan statusmu saat ini? Atau karena aku hanya seorang pemuda yang masih berkuliah? Atau kau takut jika aku tak bisa menafkahimu dan membuatmu bahagia?" Cecar Zevan sedikit kecewa."Bukan....bukan soal itu. Ada hal lain yang membuatku tak bisa menerimamu lebih dari sekedar teman." Kepala Anindya menunduk. Hatinya masih terasa sakit mengingat penghianatan yang dilakukan oleh orang terdekatnya. Mereka menorehkan luka yang teramat dalam dan sulit untuk sembuh. "Katakan padaku apa yang membuatmu sulit menjalin hubungan lebih dari sekedar teman? Barangkali aku bisa membantumu untuk lebih percaya diri, mungk

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 8

    Anindya sedikit ragu saat akan memasuki gedung itu. Ia tahu itu restoran mewah, harga makanan di dalamnya tentu tidaklah murah. Jika ingin merayakan sebuah keberhasilan kenaikan nilai ujian, ini terlalu berlebihan untuknya. "Kita beneran mau makan disini?" Tanya Anindya ragu. "Apa jangan-jangan uang yang akan kubayar untuk nraktir aku makan disini?!""Yakin!" Tegas Zevan. "Memang kenapa? Lagipula nggak pa-pa juga kan kalo misalnya separo hutang yang kamu bayar, kita gunain buat makan disini.""Tapi mungkin makanan disini mahal, kamu nggak sayang sama duitnya?" Anindya mengingatkan. Kepala Zevan menggeleng tegas. "Kan nggak tiap hari. Hanya sekali doang. Udah, yuk turun."Zevan segera melepas seatbeltnya dan bersiap untuk turun dari mobil. Anindya mengikutinya saja walau wajahnya menunjukkan sikap ragu-ragu. Tentu saja ini pun pertama kalinya ia datang ke sebuah restoran mewah. Selama menikah dengan Adrian, lelaki itu belum pernah mengajaknya dinner berdua di restoran se-mewah ini. L

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 7

    Sudah satu bulan berlalu sejak pertemuan pertama mereka kala itu. Zevan terlihat semakin dekat dan nyaman berada di dekat Anindya. Ia jatuh cinta pada Anindya. Ia juga tak peduli pada status jandanya dan jarak umur diantara mereka. Baginya, Anindya lah yang bisa menggetarkan hatinya dan membuatnya membuka hati. Hari ini tepat dimana Anindya akan membayar separo dari total hutang perbaikan motornya seperti yang dijanjikan. Semula Anindya akan mentransfer melalui rekening, namun Zevan menolak dan meminta uangnya dibayar secara langsung. Ia beralasan memiliki hutang pada seorang teman dan berjanji akan membayarnya, jadi sekalian saja ia tak perlu capek mengambil uang di atm. "Kamu ini menyusahkanku saja. Padahal ada yang mudah tinggal tranfer beres, malah minta dibayar cash dan ketemuan," dengus Anindya kesal. Ia merasa dikerjai oleh Zevan. Ia masih memegang ponselnya "Pasti ini cuma modus kamu kan?" Tuduh Anindya. "Sembarangan!" Seru Zevan melalui sambungan telepon. "Modus ap

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 6

    Mobil Anindya berhenti di sebuah apartemen mewah. Ia berpikir jika pemuda itu bukan anak dari orang sembarangan. Tak akan mungkin dia tinggal di apartemen semewah itu jika dia anak orang dari kalangan biasa. "Pantas saja motornya mahal begitu. Cuma lecet sedikit doang udah habis belasan juta untuk biaya perbaikan, ternyata dia anak orang kaya rupanya," gumam Anindya sambil memperhatikan apartemen itu. Anindya segera menyalakan mobilnya kembali dan masuk ke area parkiran apartemen. Dia keluar mobil dan segera masuk ke dalam apartemen itu mencari lift untuk naik ke lantai 5. Pemuda itu sudah mengirimkan alamat lengkap dimana dia tinggal pada Anindya. Wanita itu berdiri di depan sebuah pintu dan memastikan nomor yang tertera di alamat yang ada di ponselnya sebelum ia memencet bel. Tak berapa lama, pintu pun terbuka dan sesosok wajah yang ia kenal muncul dari balik pintu. "Selamat datang," ucap Zevan menyambut kedatangan Anindya. Dengan kikuk Anindya melangkahkan kakinya

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 5

    Zevan menyeruput es kopi susu favoritnya hingga tinggal separo. "Jadi, lelaki itu adalah mantan suamimu?" Anindya mengangguk lesu. Masih nampak gurat kesedihan akibat perceraian beberapa hari lalu. Anindya bukan tak bisa move on, namun baginya sulit melupakan cinta lelaki yang sudah membersamainya selama beberapa tahun terakhir, meski cintanya sudah dihianati. Tentu saja hatinya sedih dan terluka akibat perselingkuhan yang dilakukan oleh Adrian dan Viona, teman dekatnya. Tapi, ia hanya manusia biasa, masih ada sedikit rasa tertinggal di dalam hatinya untuk Adrian. Bahkan ia selalu membayangkan bahwa apa yang ia alami hanyalah sebuah mimpi belaka. Ia sadar bahwa dirinya tak bisa berlarut dalam kesedihan. Ia juga tak mau ditertawakan oleh Viona ataupun sang mantan mertua karena keputusan cerai yang ia ambil malah membuatnya terpuruk. "Maaf ya tadi aku ngakuin kamu sebagai kekasih baruku," ucap Anindya merasa bersalah. Ia sadar hal itu tak pantas ia lakukan, apalagi tanpa seizin Ze

  • Dibuang suami, dikejar berondong manis    Bagian 4

    Saat Anindya dan Zevan tengah sibuk berdiskusi dan mengerjakan tugas, tak jauh dari tempat mereka duduk, terlihat Adrian dan Viona berdiri celingukan mencari meja kursi yang masih kosong. "Mas, itu bukannya Nindy?" Jari Viona menunjuk mengarah ke depan tempat dimana Anindya dan Zevan duduk. Wanita yang perutnya mulai membesar itu memperhatikan Anindya yang duduk bersama dengan Zevan. Mata Adrian langsung mengarah kearah jari telunjuk Viona. Ia menyipitkan matanya. "Sama siapa dia? Adiknya?" Tanya Viona memancing reaksi Adrian. Ia sebenarnya juga tahu pemuda yang duduk disamping Anindya bukanlah adiknya. Ia hanya ingin menunjukkan pada Adrian jika Anindya bersama laki-laki lain. Dengan begitu, Adrian akan menganggap Anindya sudah melupakan dirinya. Kepala Adrian menggeleng setelah memperhatikan lelaki yang bersama dengan mantan istrinya itu. " Bukan adik Nindy deh kayaknya. Aku kenal bagaimana wajah adik lelaki Nindy." "Lha terus siapa dong? Apa jangan-jangan itu pacar baru

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status