Akbar sudah menghubungi Della dan Rio melalui telepon. Dia hubungi mereka satu persatu untuk diundang makan malam bersama di rumahnya. Della tentu senang diundang makan malam di rumah Akbar, apalagi Rio, dia sangat senang karena bisa bertemu dengan Hana lagi.
“Syukurlah kamu sudah balik ke rumah, Bar. Aku jadi bisa ketemu Hana lagi,” ucap Rio di saat Akbar meneleponnya.“Rio, ingat Hana itu istriku, aku melarangmu jatuh cinta sama Hana lagi karena aku tidak akan menceraikan istriku.” Akbar kali ini tegas pada Rio karena tidak mau membuat sahabatnya itu jatuh cinta makin dalam pada Hana karena ujungnya dia akan merasa sakit hati saja.“Yah … kok gitu sih, Bar. Kamu tahu enggak? Aku tuh susah jatuh cinta, sekalinya jatuh cinta aku suka sama Hana. Emang kayaknya kisah percintaan aku enggak bisa berjalan mulus kayak jalan tol. Dapet cewek yang aku mau susah banget, sekalinya ketemu eh ternyata dia istri orang. Selanjutnya apa? Kenapa enggak ada cewek yangSetelah menginap dua hari di rumah sakit dan kondisinya membaik, Hana akhirnya diberi izin untuk pulang. Langit sore itu cerah, menyambut kedatangannya kembali ke rumah. Bayinya yang cantik, yang baru saja dilahirkan dengan perjuangan penuh, digendongnya dengan lembut. Setiap gerakan kecil sang bayi membuat hati Hana berdebar bahagia.Sesampainya di rumah mertuanya, dia disambut dengan senyum hangat dari Ririn, ibu mertua yang selalu penuh perhatian. "Selamat datang, Hana. Kamu pasti lelah," ujar Ririn dengan lembut, sambil memeluk menantunya yang sudah seperti anak kandungnya sendiri. Ririn kemudian menyambut cucunya dengan penuh kasih sayang, sementara Hana merasa diterima sepenuhnya. "Istirahat dulu ya, Hana, Mama sudah siapkan kamar buat kamu dan bayi yang cantik ini. Sini biar Mama yang gendong bayi kamu." Ririn menyapa bayi dalam gendongan Hana. "Hai cantik! Sini biar Nenek yang gendong ya."Hana bersama dengan Akbar menuju lantai dua rumah Ririn. Mereka masuk ke kamar yang bi
“Biarkan saja istrinya berbaring, Pak. Nanti kalau sudah bukaan tujuh, langsung siap-siap.”Akbar menemani Hana yang berbaring di brankar. Dia memang tidak tahu seperti apa rasa sakitnya setiap kontraksi yang dirasakan oleh Hana. Yang dia tahu memang rasanya sakit sekali. Seandainya bisa rasa sakit itu bisa dipindahkan padanya, dia rela menanggung rasa sakit itu agar Hana tidak merasakan sakitnya sendirian. Hana mengatur napas setiap kali kontraksi itu terasa. Akbar menggenggam tangan Hana dengan erat setiap kali Hana merasakan sakit. “Masih kuat, Hana?”Perempuan itu mengangguk. Dia sendiri sangat ingin melahirkan dengan cara normal, siapa pun yang membantu mau itu dokter atau bidan dia tidak peduli. Yang penting anaknya lahir dalam keadaan selamat. “Masih, Mas.” “Kalau kamu enggak kuat nahan rasa nyerinya, kamu bilang aja, nanti Mas yang minta dokter kandungan buat operasi kamu.” Mata Akbar terlihat berkaca-kaca karena tidak tega melihat Hana. Hana sendiri tidak mau dikasihani.
“Kalau itu sih jangan, Bar. Biar aku aja. Doain ya biar sahabatmu yang ini segera menikah, biar sama kayak kamu dan yang lain. Eh ya, kamu ngajak yang lain enggak, Bar? Kok belum pada keliatan?” Rio celingak-celinguk mencari sahabat mereka yang lain. “Ngundang kok, cuma emang belum pada dateng aja. Nanti juga sampe di sini kok, tapi, Rio kamu udah yakin kan sama Della? Ya orang kan pasti ada kekurangan dan kelebihannya, kamu bisa terima itu semua?” “Bisa, Bar, aku bisa. Mau cari yang gimana lagi? Hana sudah kamu kekepin dan enggak akan kamu ceraikan, jadi aku sama Della aja. Della juga kan termasuk anak rumahan, enggak suka banyak jalan apalagi dugem, jauh dia sih. Ya enggak ada salahnya aku buka hati buat Della.” “Papanya maksa kamu cepetan nikahin Della enggak, Rio?” Akbar tahu pasti papanya Della ingin putrinya segera menikah. Seperti dengan Farhan dulu, papanya Della yang terus mendesak mereka menikah. “Pastilah. Kayak
Satu hari sebelum acara syukuran tujuh bulanan kehamilan Hana, dia dan suaminya sudah berada di rumah orang tua Akbar. Mereka menyaksikan sendiri orang-orang di rumah itu tampak sibuk dengan persiapan acara syukuran. Sejak tadi Hana sudah ikut membantu, tetapi Ririn terus melarangnya melakukan apa pun. Hana tidak boleh menyapu, mengepel, bantu-bantu merapikan rumah. Perempuan itu mejadi kesal sendiri karena tidak boleh melakukan apa pun. Dia segera pergi ke kamarnya menemui sang suami. Hari itu Akbar sedang cuti karena persiapan acara syukuran untuk Hana, tetapi dia masih tetap memeriksa laporan dari karyawannya. Hana datang dengan wajah kesalnya lalu duduk di samping Akbar dengan tangan yang dilipat di depan dada. “Kamu kenapa, Hana?” tanya Akbar yang bingung melihat Hana yang tiba-tiba datang dengan wajah ditekuk. “Aku sebel sama mama, masa aku enggak boleh bantuin sih, Mas, aku enggak boleh nyapu, ngepel dan lain-lain.”
Rio terkejut mendengar pertanyaan dari papanya Della. Selama ini mana pernah dia jatuh cinta pada Della, tetapi haruskah dia berkata jujur pada pria yang menjadi direktur rumah sakit di tempat dia bekerja? Rio menggelengkan kepalanya. “Belum, Pak. Saya belum pernah jatuh cinta sama Della. Memangnya ada apa ya, Pak?” Papanya Della menghela napas. Dia merasa kasihan pada anaknya yang baru putus dengan Farhan dan gagal menikah, padahal acara pertunangannya sudah diselenggarakan waktu itu. “Kamu pasti sudah tahu kan tentang rencana pernikahan Della? Anak itu sedang patah hati saat ini. Dia butuh seseorang yang bisa menghibur perasaan sedihnya. Untungnya, acara pernikahannya belum direncanakan. Hanya sampai pertunangannya saja. Kalau misalnya acara pernikahan itu jadi dan Della putus dengan Farhan dan saya harus mencari pengganti Farhan, maka saya akan memilih kamu, Nak Rio.” Papanya Della tersenyum penuh arti. Rio pun merasa bingung saat ini.
Akbar sudah menghubungi Della dan Rio melalui telepon. Dia hubungi mereka satu persatu untuk diundang makan malam bersama di rumahnya. Della tentu senang diundang makan malam di rumah Akbar, apalagi Rio, dia sangat senang karena bisa bertemu dengan Hana lagi. “Syukurlah kamu sudah balik ke rumah, Bar. Aku jadi bisa ketemu Hana lagi,” ucap Rio di saat Akbar meneleponnya. “Rio, ingat Hana itu istriku, aku melarangmu jatuh cinta sama Hana lagi karena aku tidak akan menceraikan istriku.” Akbar kali ini tegas pada Rio karena tidak mau membuat sahabatnya itu jatuh cinta makin dalam pada Hana karena ujungnya dia akan merasa sakit hati saja. “Yah … kok gitu sih, Bar. Kamu tahu enggak? Aku tuh susah jatuh cinta, sekalinya jatuh cinta aku suka sama Hana. Emang kayaknya kisah percintaan aku enggak bisa berjalan mulus kayak jalan tol. Dapet cewek yang aku mau susah banget, sekalinya ketemu eh ternyata dia istri orang. Selanjutnya apa? Kenapa enggak ada cewek yang