Selama 10 tahun terakhir, Hana selalu menjadi pacar yang setia menemani Farhan sejak SMA sampai pria itu menjadi seorang dokter di sebuah rumah sakit ternama. Apabila Farhan kekurangan uang, Hana pasti memberinya. Padahal perempuan itu hanya bekerja di sebuah catering. Hana dipaksa untuk menerima kenyataan ketika Farhan memutuskan hubungan mereka dengan alasan ingin melanjutkan kuliah. Kemudian, hidup Hana berubah setelah dia bertemu dan membantu Ibu yang dijambret di dekat sebuah rumah sakit lalu menikah anaknya dengan Hana. Pria itu adalah Akbar Aria Bramantya, seorang direktur rumah sakit tempat Farhan bekerja. Apa yang akan terjadi selanjutnya?
View More“Hana, aku mau kita putus. Mulai sekarang kita tidak usah ketemu lagi!” Farhan baru saja memutuskan hubungannya dengan Hana–pacar yang sudah menemaninya selama sepuluh tahun terakhir. Saat ini mereka sedang bertemu di koridor rumah sakit ketika Hana mengantarkan bekal makan siang untuknya.
Bagai mendengar suara petir di siang bolong, Hana merasa heran dengan apa yang diucapkan Farhan padanya. “Putus? Kenapa? Apa alasannya, Sayang?” “Aku mau fokus sama pendidikanku. Sebentar lagi aku mau ambil spesialis penyakit dalam, kalau sudah mulai kuliah lagi aku akan sibuk dan kita bakalan susah ketemu.” Wajah Farhan terlihat datar. “Selama sepuluh tahun terakhir, aku selalu menemanimu, Sayang. Kamu kuliah kedokteran, koas, sampai sekarang kamu jadi dokter di rumah sakit ini, aku selalu menemani kamu dan hubungan kita selama ini baik-baik saja. Apa aku ada kesalahan sama kamu, Sayang?” Hana berusaha membuat Farhan menatap matanya karena pria itu memalingkan pandangannya. “Kenapa kamu enggak mau menatap aku?” “Iya. Selama ini memang hubungan kita baik-baik aja, tapi sekarang kondisinya berbeda. Aku akan jadi sangat sibuk dan kita akan jadi sulit ketemu.” “Aku akan menunggu kamu sampai selesai pendidikan spesialis itu. Katakan berapa lama aku harus menunggu tanpa mengganggu kamu?” Hana tidak rela jika hubungannya dengan Farhan harus berakhir hanya karena pria itu harus mengambil spesialis penyakit dalam. “Kali ini kondisinya beda, Hana. Nanti kamu bahkan enggak bisa menghubungi aku selama berminggu-minggu dan kita enggak akan bisa ketemu.” Farhan terlihat kukuh dengan keinginannya. “Itu bukan masalah yang besar, Sayang. Aku enggak akan ganggu selama kamu ambil spesialis itu. Aku janji. Jadi, kita jangan putus, ya.” Hana tetap berusaha membujuk Farhan. “Aku enggak mau kamu mengeluh karena kita enggak bisa ketemu atau kamu–” “Sayang, aku janji enggak akan protes ke kamu, hm. Kita jangan putus, ya.” Selama sepuluh tahun terakhir, Farhan adalah dunianya Hana. Dia merasakan bahagia dan sedih bersama pria itu. Orang tuanya sudah meninggal sejak dia masih kecil. Kemudian, Hana tinggal di sebuah panti asuhan dan dia bertemu dengan Farhan sejak SMA. Dengan kepintarannya Hana bisa sekolah di SMA dengan beasiswa full. Namun, dia tidak melanjutkan kuliah karena tidak ada biaya dan memilih bekerja di sebuah catering sebagai juru masak. Sejak Farhan kuliah di Fakultas Kedokteran, Hana tidak hanya memberikan dukungan semangat, dia juga membantu biaya kuliah pria itu sampai dia harus merelakan semua gajinya untuk pria itu agar Farhan bisa lulus kuliah dan menjadi dokter karena Farhan adalah segala-galanya untuk Hana. Dia tidak mau jika sampai pria itu tidak bisa melanjutkan kuliah karena kesulitan keuangan. “Lebih baik kita putus saja, Hana. Setelah lulus nanti kalau kita masih berjodoh kita akan ketemu lagi.” Kata-kata yang diucapkan Farhan membuat hati Hana terasa sakit. Hubungan yang dia perjuangkan selama ini agar berujung ke pernikahan berakhir sia-sia. Tanpa disadari bulir bening mengalir di kedua matanya. “Apa artinya aku selama sepuluh tahun terakhir ini untukmu?” tanya Hana dengan suara bergetar sambil menahan tangisnya agar tidak meledak di hadapan Farhan. “Kamu adalah perempuan paling baik yang pernah aku kenal.” “Percuma aku baik sama kamu kalau semua itu enggak ada artinya di matamu.” Hana menunduk. Air matanya semakin deras. “Enggak, Hana, aku bisa melihat semua kebaikanmu itu. Terima kasih karena sudah mau mendukungku selama ini sampai sekarang, tapi maaf hubungan kita harus berakhir.” Farha mendekati Hana dan memegang bahunya. “Kamu pasti kuat meski tanpa aku di sampingmu.” Hana merasakan sakit karena dicampakkan begitu saja oleh Farhan. Dia tidak tahu apa kesalahannya sampai pria itu memutuskan hubungan mereka. Tidak mungkin dia diputuskan hanya karena pria itu ingin mengambil pendidikan spesialis. “Apa ada orang lain yang kamu suka selain aku?” Tiba-tiba saja terlintas dalam pikiran Hana kemungkinan itu. “Enggak, Hana. Cuma ada kamu perempuan yang ada dalam hati aku.” “Aku enggak mau kita putus.” “Kita harus putus. Pulanglah. Jangan datang lagi ke sini karena hubungan kita sudah berakhir.” “Kamu tega banget sama aku.” Hana akan memukul dada Farhan tetap pria itu menahan tangannya. “Aku masih ada pasien.” Lalu Farhan tinggalkan Hana begitu saja di koridor itu. Setelah kepergian Farhan, tubuh Hana luruh ke lantai. Dia ingin menangis sejadi-jadinya, tetapi dia ingat jika dia sedang berada di rumah sakit. Perempuan itu hanya bisa terisak meratapi nasibnya yang diputuskan secara tiba-tiba. Setelah puas menangis, walaupun hatinya masih sakit, Hana bangkit. Sekuat tenaga dia bangkit lalu menegakkan tubuhnya Hana pun pergi meninggalkan rumah sakit itu. Baru beberapa langkah meninggalkan gerbang rumah sakit, Hana melihat seorang Ibu yang sedang mempertahankan tasnya agar tidak dijambret oleh dua orang pria di atas kendaraan bermotor. Salah satu pria itu mengacungkan pisaunya agar tidak ada satu orang pun yang membantu Ibu itu. Melihat kejadian ini, dengan cepat Hana melempar kotak bekal yang dia bawa ke arah dua orang penjambret lalu dia berteriak. “Pak polisi di sini ada jambret! Pak polisi di sini ada jambret!” Teriakan Hana membuat dua orang penjambret itu pergi dengan kecepatan tinggi. Hana merasa lega. Dia bergegas menghampiri ibu itu. “Ibu enggak apa-apa?” Hana memeriksa apa ada luka di tubuh Ibu itu. “Syukurlah Ibu tidak apa-apa. Ayo saya antar, Ibu mau ke mana?” Perempuan paruh baya bernama Ririn itu menatap kotak bekal yang dilempar Hana tadi. “Terima kasih sudah membantu saya, kalau tidak ada kamu, bukan cuma tas saya yang kena jambret tapi kita nyawa saya bisa hilang. Itu bekal makan siang kamu? Ayo ikut saya, biar saya ganti makan siang kamu.” Ririn menarik lengan Hana agar mengikuti langkahnya menuju rumah sakit. Namun, bukan menuju ruang perawatan, tetapi ruangan direktur rumah sakit. Perempuan itu mengajak Hana masuk ruangan. Di ruangan itu ada sang direkrut rumah sakit bernama Akbar. Ririn mengenalkan Akbar pada Hana. Lalu satu kalimat selanjutnya membuat keduanya terkejut. “Akbar, Hana ini sudah menyelamatkan nyawa Mama. Sebagai balas budi, Mama mau kamu menikah dengan Hana.” Ririn tersenyum lebar. 🌹🌹🌹🌹🌹 Terima kasih buat yang sudah mampir baca. Jika berkenan mampir yuk ke karya saya yang lain. 1. Dokter Cantik Pemilik Hati CEO 2. Dear Mantan SuamiSetelah menginap dua hari di rumah sakit dan kondisinya membaik, Hana akhirnya diberi izin untuk pulang. Langit sore itu cerah, menyambut kedatangannya kembali ke rumah. Bayinya yang cantik, yang baru saja dilahirkan dengan perjuangan penuh, digendongnya dengan lembut. Setiap gerakan kecil sang bayi membuat hati Hana berdebar bahagia.Sesampainya di rumah mertuanya, dia disambut dengan senyum hangat dari Ririn, ibu mertua yang selalu penuh perhatian. "Selamat datang, Hana. Kamu pasti lelah," ujar Ririn dengan lembut, sambil memeluk menantunya yang sudah seperti anak kandungnya sendiri. Ririn kemudian menyambut cucunya dengan penuh kasih sayang, sementara Hana merasa diterima sepenuhnya. "Istirahat dulu ya, Hana, Mama sudah siapkan kamar buat kamu dan bayi yang cantik ini. Sini biar Mama yang gendong bayi kamu." Ririn menyapa bayi dalam gendongan Hana. "Hai cantik! Sini biar Nenek yang gendong ya."Hana bersama dengan Akbar menuju lantai dua rumah Ririn. Mereka masuk ke kamar yang bi
“Biarkan saja istrinya berbaring, Pak. Nanti kalau sudah bukaan tujuh, langsung siap-siap.”Akbar menemani Hana yang berbaring di brankar. Dia memang tidak tahu seperti apa rasa sakitnya setiap kontraksi yang dirasakan oleh Hana. Yang dia tahu memang rasanya sakit sekali. Seandainya bisa rasa sakit itu bisa dipindahkan padanya, dia rela menanggung rasa sakit itu agar Hana tidak merasakan sakitnya sendirian. Hana mengatur napas setiap kali kontraksi itu terasa. Akbar menggenggam tangan Hana dengan erat setiap kali Hana merasakan sakit. “Masih kuat, Hana?”Perempuan itu mengangguk. Dia sendiri sangat ingin melahirkan dengan cara normal, siapa pun yang membantu mau itu dokter atau bidan dia tidak peduli. Yang penting anaknya lahir dalam keadaan selamat. “Masih, Mas.” “Kalau kamu enggak kuat nahan rasa nyerinya, kamu bilang aja, nanti Mas yang minta dokter kandungan buat operasi kamu.” Mata Akbar terlihat berkaca-kaca karena tidak tega melihat Hana. Hana sendiri tidak mau dikasihani.
“Kalau itu sih jangan, Bar. Biar aku aja. Doain ya biar sahabatmu yang ini segera menikah, biar sama kayak kamu dan yang lain. Eh ya, kamu ngajak yang lain enggak, Bar? Kok belum pada keliatan?” Rio celingak-celinguk mencari sahabat mereka yang lain. “Ngundang kok, cuma emang belum pada dateng aja. Nanti juga sampe di sini kok, tapi, Rio kamu udah yakin kan sama Della? Ya orang kan pasti ada kekurangan dan kelebihannya, kamu bisa terima itu semua?” “Bisa, Bar, aku bisa. Mau cari yang gimana lagi? Hana sudah kamu kekepin dan enggak akan kamu ceraikan, jadi aku sama Della aja. Della juga kan termasuk anak rumahan, enggak suka banyak jalan apalagi dugem, jauh dia sih. Ya enggak ada salahnya aku buka hati buat Della.” “Papanya maksa kamu cepetan nikahin Della enggak, Rio?” Akbar tahu pasti papanya Della ingin putrinya segera menikah. Seperti dengan Farhan dulu, papanya Della yang terus mendesak mereka menikah. “Pastilah. Kayak
Satu hari sebelum acara syukuran tujuh bulanan kehamilan Hana, dia dan suaminya sudah berada di rumah orang tua Akbar. Mereka menyaksikan sendiri orang-orang di rumah itu tampak sibuk dengan persiapan acara syukuran. Sejak tadi Hana sudah ikut membantu, tetapi Ririn terus melarangnya melakukan apa pun. Hana tidak boleh menyapu, mengepel, bantu-bantu merapikan rumah. Perempuan itu mejadi kesal sendiri karena tidak boleh melakukan apa pun. Dia segera pergi ke kamarnya menemui sang suami. Hari itu Akbar sedang cuti karena persiapan acara syukuran untuk Hana, tetapi dia masih tetap memeriksa laporan dari karyawannya. Hana datang dengan wajah kesalnya lalu duduk di samping Akbar dengan tangan yang dilipat di depan dada. “Kamu kenapa, Hana?” tanya Akbar yang bingung melihat Hana yang tiba-tiba datang dengan wajah ditekuk. “Aku sebel sama mama, masa aku enggak boleh bantuin sih, Mas, aku enggak boleh nyapu, ngepel dan lain-lain.”
Rio terkejut mendengar pertanyaan dari papanya Della. Selama ini mana pernah dia jatuh cinta pada Della, tetapi haruskah dia berkata jujur pada pria yang menjadi direktur rumah sakit di tempat dia bekerja? Rio menggelengkan kepalanya. “Belum, Pak. Saya belum pernah jatuh cinta sama Della. Memangnya ada apa ya, Pak?” Papanya Della menghela napas. Dia merasa kasihan pada anaknya yang baru putus dengan Farhan dan gagal menikah, padahal acara pertunangannya sudah diselenggarakan waktu itu. “Kamu pasti sudah tahu kan tentang rencana pernikahan Della? Anak itu sedang patah hati saat ini. Dia butuh seseorang yang bisa menghibur perasaan sedihnya. Untungnya, acara pernikahannya belum direncanakan. Hanya sampai pertunangannya saja. Kalau misalnya acara pernikahan itu jadi dan Della putus dengan Farhan dan saya harus mencari pengganti Farhan, maka saya akan memilih kamu, Nak Rio.” Papanya Della tersenyum penuh arti. Rio pun merasa bingung saat ini.
Akbar sudah menghubungi Della dan Rio melalui telepon. Dia hubungi mereka satu persatu untuk diundang makan malam bersama di rumahnya. Della tentu senang diundang makan malam di rumah Akbar, apalagi Rio, dia sangat senang karena bisa bertemu dengan Hana lagi. “Syukurlah kamu sudah balik ke rumah, Bar. Aku jadi bisa ketemu Hana lagi,” ucap Rio di saat Akbar meneleponnya. “Rio, ingat Hana itu istriku, aku melarangmu jatuh cinta sama Hana lagi karena aku tidak akan menceraikan istriku.” Akbar kali ini tegas pada Rio karena tidak mau membuat sahabatnya itu jatuh cinta makin dalam pada Hana karena ujungnya dia akan merasa sakit hati saja. “Yah … kok gitu sih, Bar. Kamu tahu enggak? Aku tuh susah jatuh cinta, sekalinya jatuh cinta aku suka sama Hana. Emang kayaknya kisah percintaan aku enggak bisa berjalan mulus kayak jalan tol. Dapet cewek yang aku mau susah banget, sekalinya ketemu eh ternyata dia istri orang. Selanjutnya apa? Kenapa enggak ada cewek yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments