Share

Dicampakkan Setelah Malam Pertama
Dicampakkan Setelah Malam Pertama
Penulis: Loyce

Part 1. Dicampakkan

“Maksudmu apa, Axel?” 

Seharusnya hari ini menjadi hari yang membahagiakan bagi Permata, bukan sebuah duka yang menyesakkan. Tepat 24 jam yang lalu, dia dinikahi dengan seorang lelaki yang dicintai bernama Axel. Lelaki itu Menjanjikan sebuah kebahagiaan semu yang kini lenyap begitu saja. Permata tidak tahu apa yang terjadi ketika tiba-tiba Axel mengakhiri hubungan mereka. 

“Apa ucapanku kurang jelas? Aku tidak ingin bersama denganmu lagi. Kita cukup sampai di sini.” 

Awalnya, lelaki itu menjanjikan kebahagiaan. Namun, kebahagiaan itu rupanya hanya sebuah kebahagiaan semu yang lenyap tanpa sisa setelah ungkapan Axel tersebut. Gelombang pasang seakan menghantam tubuh Permata sampai hancur. Permata seakan kehilangan nyawanya detik itu juga. Untuk beberapa saat, dia tidak bisa memahami apa yang terjadi. 

Meskipun tubuhnya terasa bergetar, tapi bibir Permata masih sanggup mengulas senyum manis. “Jangan bercanda, Axel. Kita baru saja menikah dan semalam kita bahkan sudah melakukan malam pertama. Aku tahu kamu tidak akan melakukan ini kepadaku.” 

“Karena memang itulah yang menjadi tujuan awalku. Aku menikahimu dan mengambil kesucianmu hanya untuk sebuah taruhan.” Kaki Permata terasa lemas saat kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Axel. Seperti ada sambaran petir yang begitu dahsyat di atas kepalanya. Wajah Permata pucat pasi seperti darahnya tersedot habis.

 “Sekarang, tujuanku sudah tercapai, untuk apa lagi aku tetap bersamamu? Dan mulai sekarang, kamu tidak perlu mencariku lagi karena aku tidak akan pernah peduli denganmu.” 

Bagaimana bisa lelaki yang selalu bersikap baik kepadanya selama tiga bulan ini berubah menjadi begitu sangat kejam? 

“Axel, tolong jangan keterlaluan.” Begitu katanya dengan suara bergetar. “Kamu bukan Axel yang aku kenal. Kamu tidak mungkin sejahat ini.” Setengah mati Permata menahan air matanya agar tidak tumpah. 

Namun ketika tatapan Axel mengarah lurus pada mata Permata dengan dingin, Permata menyadari Axel tidak sedang bercanda. Permata merasa menggigil di tempatnya. Sikap hangat dan tatapan cinta yang Axel berikan selama ini lenyap tak berbekas. 

“Keterlaluan?” Axel menyeringai kecil menatap Permata. “Sejak kapan aku suka bercanda?” tanya Axel dengan serius. “Ini benar-benar sebuah permainan, Permata. Selama ini aku tidak pernah mencintaimu. Tidak sama sekali. Dan inilah aku yang sebenarnya.” Axel menjawab santai seolah dia sedang membicarakan prakiraan cuaca bersama dengan teman-temannya. 

Lelaki itu berdiri dari sofa yang diduduki kemudian melangkah mendekati Permata yang berdiri di depan ranjang. “Kamu tidak berpikir kenapa aku memutuskan menikah secara diam-diam kalau bukan hanya untuk bermain-main?” Axel menyilangkan tangannya di depan dada, kemudian melanjutkan, “Tentu saja karena aku tidak serius dengan pernikahan ini.” 

Tidak ada orang tua atau teman-teman Axel saat mereka menikah. Axel beralasan kalau orang tuanya sedang ada di luar negeri dan dengan bodohnya Permata mempercayai ucapan lelaki itu. 

“Apa … alasanmu melakukan ini, Axel?” Permata bersuara, tapi itu terdengar sebuah gumaman. Namun, Axel masih bisa mendengarnya. 

“Hanya untuk bersenang-senang. Apalagi?” 

“Bersenang-senang?” Permata tersenyum kecil saat mendengar itu. “Apa begini cara orang kaya bersenang-senang? Dengan menghancurkan hidup orang lain?” 

“Entahlah.” Axel mengedikkan bahunya tak acuh. “Aku tidak tahu bagaimana orang lain menikmati hidupnya. Yang pasti, aku sekarang merasa puas.” 

Untuk beberapa saat, tidak ada  dari mereka ya yang bersuara. Axel memperhatikan Permata yang membeku di tempatnya. Perempuan itu bahkan masih mengenakan jubah mandi karena Axel memberinya ‘kejutan’ saat Permata baru saja membersihkan tubuhnya karena pergumulan semalam. 

Pagi ini seharusnya menjadi pagi pertama untuk Axel dan Permata. Sarapan pagi, jalan-jalan di pinggir pantai, dan melakukan hal-hal menyenangkan seperti pasangan pengantin pada umumnya. Tapi bayangan itu hilang begitu saja tak tersisa. 

“Kamu sudah mengambil sesuatu yang berharga dari diriku Axel, dan kamu tahu akibatnya.” Permata menatap Axel dengan mata bergetar. Dia ragu melanjutkan ucapannya takut dengan reaksi Axel. 

Tapi mau tak mau dia tetap melanjutkan, “Bagaimana kalau aku hamil, Axel?” Permata memberanikan diri bertanya. Perempuan itu benar-benar menunggu reaksi Axel dengan kecemasan yang terus berputar di dalam hatinya. 

Permata masih muda, bahkan dia belum menyelesaikan kuliahnya. Ketakutan dengan pikirannya sendiri, Permata terhuyung sampai dia terduduk di atas kasur. Kakinya terasa seperti jeli. 

“Hamil?” Axel akhirnya bersuara meskipun itu terdengar seperti sebuah hinaan. “Astaga, Permata, kamu benar-benar sangat polos. Kita hanya melakukannya sekali. Kamu berpikir akan semudah itu kamu hamil?” 

“Bagaimana kalau itu terjadi?” Permata mendongak menatap Axel dan kali ini air matanya tidak bisa dibendung. “Meskipun sekali, kemungkinan itu tetap ada.” 

Axel terdiam. Lelaki itu tampak berpikir, namun tak lama dia kembali bersuara. “Itu anakmu. Terserah kamu akan apakan dia. Kamu bisa menggugurkannya, atau kamu bisa tetap mempertahankannya. Keputusan itu ada di tanganmu sepenuhnya.” Gamblang sekali saat menjawab pertanyaan Permata seolah dia tak bersalah. Kemudian Axel melanjutkan, “Seperti yang sudah aku katakan tadi. Menikahimu dan mengambil kesucianmu adalah sebuah permainan. Jadi, seandainya itu menghasilkan sesuatu, aku tidak akan ikut campur.” 

Pisau itu lagi-lagi menusuk, kemudian merobek hati Permata dengan cara yang sangat menyakitkan. Laki-laki yang dipercaya bisa menjaga hatinya, nyatanya begitu tega memperlakukannya dengan keji. 

“Aku sudah menyiapkan cek senilai 100 juta untukmu sebagai ganti rugi. Anggap saja aku membeli malam pertamamu. Dengan uang itu, kamu bisa menggunakannya untuk kehidupanmu di masa depan.” 

“Apa?” Permata tak percaya Axel akan kembali menusuk hatinya dengan ucapannya yang begitu tajam. Apa Axel mengira dia perempuan murahan? 

“Apa itu kurang?” tanya Axel dengan santai. “Bagaimana kalau 500 juta? Ah, atau kamu bisa menyebutkan berapa yang kamu inginkan. Aku akan memberikannya dengan senang hati.” 

Apa Axel berpikir jika uang bisa menyelesaikan semua masalah? Apa lelaki itu berpikir semudah itu Permata menerima hinaan yang diberikan? Axel bahkan mengatakannya tanpa beban sedikitpun. Lelaki itu bertindak seolah sakit hati yang dirasakan oleh Permata bisa disembuhkan dengan besarnya uang yang diberikan. 

“Axel, kamu benar-benar melakukan ini kepadaku? Kamu membeliku?” Tak tahan dengan perlakuan Axel, Permata masih mencoba meyakinkan ucapan Axel kepadanya. 

“Ya, tentu aku melakukannya. Terserah kamu mau berpikir apa. Apakah aku membelimu atau apa pun itu.” Axel menyodorkan selembar cek yang ada di tangannya di depan permata. “Aku sudah menuliskan ceknya.”

Permata bisa melihat dengan jelas tulisan di sana benar-benar seratus juta. Dengan tangan bergetar, permata menerima cek tersebut sehingga Axel menyeringai puas. Tapi selanjutnya, Permata menyobek kertas berharga itu menjadi lembar kecil sebelum melemparkan di depan Axel membuat Axel mengeratkan rahangnya. 

“Kamu pikir aku perempuan murahan? Kamu berpikir kamu bisa membeliku dengan uangmu?” Permata melotot marah dengan deraian air mata. “Kamu sudah merusak hidupku karena permainan bodohmu itu, Axel. Kamu bahkan tidak merasa bersalah.” 

Tangan Permata mengepal erat sebelum terbuka dan menampar Axel dengan keras. Wajah lelaki itu sampai terlempar ke kanan. “Ingatlah tamparan ini, Axel. Suatu saat nanti, kamu akan menyesali perbuatanmu hari ini.” 

Permata bangkit dari duduknya untuk kembali masuk ke dalam kamar mandi. Mengunci dirinya di sana dan mengeluarkan tangisnya dengan cara yang menyedihkan. Tubuhnya limbung dan dia terduduk di lantai kamar mandi yang dingin. Bibirnya digigit dengan kuat agar tangisnya tidak menguar keluar. Dia bersumpah akan membuat Axel membayar luka yang sudah diberikan kepadanya. 

Tak lama setelah itu, dia keluar dari kamar mandi dan Axel sudah tidak berada di sana. Sebuah catatan kecil tergeletak di atas kasur. 

‘Nikmati harimu. Aku sudah membayar kamar hotel sampai dua hari. Selamat bersenang-senang!’ Bahkan diakhiri dengan emoticon tersenyum. 

“Arghhh ….” Permata berteriak dengan kuat sambil meremas catatan tersebut menyalurkan rasa sakitnya yang begitu hebat menghantam hatinya. 

“Kamu akan mendapatkan balasannya, Axel. Tunggulah sampai hari itu, aku akan membuatmu merasakan rasa sakit yang aku rasakan!” 

Permata bergegas pergi meninggalkan hotel dengan dagu terangkat tinggi meskipun hatinya remuk redam tak karuan. Permata tidak tahu, jika seorang lagi tengah menunggunya di depan rumahnya. 

Saat itu waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Permata keluar dari taksi dan bergegas untuk masuk ke rumah kontrakannya. Sebuah suara memanggilnya dengan sebutan ‘Hei’ sehingga membuat Permata menghentikan langkahnya. Tanpa aba-aba, Permata mendapatkan tamparan tepat di pipinya membuat kepalanya terasa sakit. 

“Perempuan murahan. Jauhi Axel atau kamu akan menyesal!” Suara itu terdengar dingin menusuk telinga Permata. 

Permata menatap perempuan itu dengan diam sebelum bertanya. “Apa masalahmu?”

“Kamu tidak dengar? Jauhi Axel. Jangan berpikir kamu bisa mendapatkannya meskipun kamu sudah menginap di hotel bersamanya.” 

Tanpa pertimbangan sedikitpun, tangan Permata melayang ke pipi perempuan itu dengan keras. Membalas perbuatan perempuan itu kepadanya.

“Aku tidak peduli kamu memiliki hubungan apa dengan Axel, tapi aku tidak akan tinggal diam diperlakukan seperti ini oleh siapa pun. Termasuk kamu dan Axel. Enyahlah!” 

***

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Ariny arni
Bagus Permata..jadilah wanita yg kuat dan rasional
goodnovel comment avatar
Yulianti Rara
bagus cerita nya
goodnovel comment avatar
Naima naima
seru ceritanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status