Share

Part 2. Diusir

Author: TrianaR
last update Last Updated: 2025-07-07 15:19:53

Part 2

“Kalau kamu mau tinggal di rumah orang tuamu lagi, silakan. Tapi jangan pernah datang ke sini lagi," katanya dengan nada menghina. “Aku sudah capek, Berlian! Hidupku penuh drama sejak kamu datang!”

Berlian memejamkan mata, menahan isak. “Aku cuma butuh kamu, Mas, satu-satunya orang yang kupunya…”

Leo mengibaskan tangan, geram. “Masih untung aku gak nuntut kamu bayar biaya rumah sakit! Kamu pikir melahirkan itu murah? Puluhan juta, Berlian! Dari kamar perawatan sampai ruang operasi! Itu semua aku yang tanggung!”

Ia tertawa hambar, sinis, menusuk. “Dan lihat hasilnya? Bayinya mati. Sia-sia.”

“Aku … aku gak pernah minta kejadian ini, aku gak pengin bayi kita pergi …” lirihnya. “Tapi kamu suamiku, Mas. Kamu tempat aku pulang.”

“Salah!” Leo mendesis. “Mulai hari ini, kamu bukan siapa-siapa. Dan aku akan urus perceraian kita secepatnya.”

Deg.

Ucapan itu seperti palu besar yang menghantam jantungnya. Berlian terisak, dan kali ini ia tak sanggup berdiri. Lututnya lemas, tubuhnya jatuh berlutut di lantai teras yang dingin dan basah.

“Mas … jangan … tolong …” ucapnya pelan.

Tapi Leo sudah memutar tubuhnya, kembali masuk ke dalam rumah. Tanpa menoleh lagi. Tanpa sedikit pun rasa iba.

Pintu ditutup dengan kencang.

BRAAKK ...

Hujan masih deras. Petir menyambar sesekali, menggetarkan langit sore itu.

Berlian menunduk. Matanya basah, napasnya tersengal. Tangannya yang memegang perut mulai bergetar. Rasa panas menusuk bekas jahitan operasinya.

Namun tidak ada tangan yang memeluknya. Tidak ada yang bertanya apakah ia baik-baik saja. Tidak ada yang peduli.

Dengan langkah tertatih, Berlian berjalan perlahan menjauh dari rumah.

Melewati gerbang, menyusuri trotoar basah. Kaki kirinya menjejaki genangan air, lututnya gemetar.

Sementara itu, Leo hanya menatap dari balik jendela kamar lantai atas.

Dengan tangan memegang gelas anggur dan perempuan muda yang bersandar di dadanya, ia tetap diam, tanpa rasa iba. Seolah hatinya telah mati.

Langkah demi langkah, darah mulai merembes. Di bawah gamis panjang yang ia kenakan, cairan merah meresap membentuk noda gelap. Berlian menggigit bibirnya, menahan isak dan nyeri yang tak bisa dibedakan lagi. Tapi ia terus berjalan. Tak tahu arah, tak peduli tujuan. Ia hanya ingin pergi. Pergi sejauh mungkin.

Satu … dua langkah lagi…

Namun tubuhnya tak sanggup. Pandangannya tiba-tiba gelap. Ia jatuh.

Tubuhnya rebah di trotoar. Kepala terbentur keras di jalan basah. Plastik obat dan map rumah sakit tercecer. Darah bercampur air hujan.

Namun detik itu juga, sebuah suara panik terdengar.

“Ya ampun! BERLIAN?!”

Seseorang berlari menghampiri. Sosok perempuan muda dengan jaket merah, kantong belanja kecil tergantung di tangannya, ia baru saja pulang kerja sebagai kasir Alfamart di ujung jalan.

“Ya Allah, kamu kenapa?! Berlian?! Sadar dong … Astaga … ini darah ya?!”

Anggun panik. Tangannya gemetar saat menyentuh pipi Berlian yang dingin.

Tanpa pikir panjang, ia langsung menghentikan ojek online yang kebetulan lewat dan membawa Berlian ke klinik terdekat.

***

Malam Hari di rumah Leo

Lampu kamar utama redup. Tirai tipis menari pelan diterpa angin dari jendela yang sedikit terbuka. Aroma parfum mewah menguar di udara, bercampur dengan suara tawa pelan seorang perempuan muda.

Perempuan berambut panjang dengan baju tidur tipis nyaris transparan, tengah bersandar manja di lengan Leo. Jemarinya mengusap pelan garis rahang pria itu, sementara Leo meneguk wine dari gelas kristal di tangan.

“Kamu yakin nggak bakal nyesel ninggalin istrimu cuma buat aku?” bisik Clara dengan senyum menggoda.

Leo mendengus pelan. “Dia hanya wanita pembawa sial dan terlalu banyak drama. Aku butuh yang lebih fresh dan menggoda,” ujarnya sambil mengecup kening Clara. “Dan kamu ... kamu tahu caranya bikin aku lupa segalanya.”

Clara tertawa genit, lalu bangkit dan berdiri di depan Leo, membiarkan cahaya lampu malam memantul dari kulitnya yang bersih.

“Kamu janji ya, Mas ... Aku nggak mau cuma jadi selingan. Kamu udah usir dia, berarti mulai malam ini … rumah ini milik kita, kan?”

Leo menatap Clara lalu meletakkan gelasnya dan menarik perempuan itu kembali ke pelukannya.

“Rumah ini, ranjang ini, semuanya cuma untuk kamu sekarang,” bisiknya penuh nafsu.

"Jadi kapan kamu mau nikahin aku?"

Leo terdiam. Tak ada sepatah kata apapun yang keluar, hanya napas dan detik jam yang beradu.

Clara menyandarkan tubuhnya, tapi kali ini senyumnya menghilang. Tatapannya berubah serius. Jemarinya kini menggenggam kerah piyama pria itu, seolah tak ingin dia menghindar.

“Kamu belum jawab pertanyaanku,” bisiknya pelan tapi tegas. “Kapan kamu mau nikahi aku, Mas?”

Leo menarik napas panjang. Ia memejamkan mata sebentar, lalu menatap ke arah jendela yang basah oleh hujan. Hatinya tak tenang.

“Clara … sekarang bukan waktunya bahas itu.”

“Kenapa bukan sekarang?” Clara langsung bangkit dari pelukannya. “Kamu udah tinggalin istrimu. Kamu usir dia dari rumah. Kamu bilang semuanya buat aku. Terus kenapa kamu nggak bisa kasih aku kepastian?”

Leo bangkit dari tempat tidur, berjalan ke arah meja, menuang wine lagi ke dalam gelas. “Banyak hal yang harus diberesin dulu.”

Clara memelototinya. “Apa lagi yang harus diberesin?! Kamu pikir aku bodoh? Aku udah tidur sama kamu, melakukan semuanya demi kamu, kamu pikir aku mau digantung kayak gini, Mas?!”

Leo berbalik, wajahnya mulai gelap. “Jangan paksa aku sekarang, Clara.”

“Tapi kamu udah janji, Mas! Kamu sendiri yang bilang kamu bakal nikahin aku! Atau semua ini cuma permainan buat kamu?”

Leo memlempar gelasnya ke meja dengan keras, membuat Clara tersentak.

“Aku udah cukup pusing, Clara!” Suaranya meninggi. “Jangan tambah tekanan lagi!”

Clara menatapnya, berusaha menahan diri. "Oke. Tapi, jangan salahkan aku kalau semuanya akan bocor ke publik. Termasuk hubungan kita, alasan kamu mencampakkan istrimu, tentang bayimu dan semua hal yang kamu coba sembunyikan selama ini.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 6. Bertemu Sang Bayi

    Part 6“Kamu tahu, bayi ini tidak bisa menunggu. Dia bisa lapar kapan saja, jam berapa saja. Karena itu, saya ingin tahu apakah kamu bersedia tinggal di sini? 24 jam. Agar kapan pun dia butuh, kamu siap menyusuinya.”Berlian menelan ludah. Ia melirik Anggun, lalu kembali memandang Kaivan. “Kalau memang itu yang terbaik untuk bayi ini, saya bersedia.”Kaivan mengangguk pelan. “Terima kasih. Saya hanya ingin memastikan bayi ini mendapat perawatan terbaik. Dia sudah kehilangan ibunya sejak hari ketujuh kelahirannya. Saya tidak ingin dia merasa kekurangan kasih sayang.”Mata Berlian mulai berkaca-kaca lagi, perasaannya campur aduk jadi satu.Tak lama setelah Berlian menyatakan kesediaannya, seorang perempuan paruh baya berpakaian rapi masuk ke ruang tamu. Wajahnya ramah namun berwibawa, dengan stetoskop menggantung di lehernya.“Selamat siang,” sapanya hangat. “Saya Dokter Nirmala. Dokter pribadi keluarga Tuan Kaivan.”Berlian dan Anggun berdiri spontan, memberi salam sopan.“Dokter Nirma

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 5. Jadi Ibu Susu

    Part 5"Ayo siap-siap!" ajak Anggun yang udah berganti baju."Sekarang?""Iya dong, Li! Kasihan bayi itu, pasti kelaperan," tukasnya sambil memoles wajahnya dengan bedak.Berlian mengangguk dan segera bangkit .Dengan langkah tergesa, Ia masuk ke kamar kecil dan berganti pakaian seadanya. Tangannya sempat bergetar saat merapikan kerudung. Sesekali ia menghela napas, menenangkan degup jantung yang berdetak cepat.Di ruang depan, Anggun sudah siap dengan tas kecil berisi perlengkapan penting."Ayo, kita naik ojek online aja biar cepet. Aku udah catat alamatnya!"***Rumah mewah berarsitektur Eropa itu berdiri megah di ujung jalan kompleks elite. Pilar-pilar putih tinggi menjulang di depan bangunan berlantai dua, dikelilingi taman luas yang tertata rapi. Anggun dan Berlian berdiri terpaku di depan gerbang besi hitam yang menjulang, mulut keduanya sama-sama sedikit terbuka.“Ya ampun, Nggun, ini rumah apa istana ya?” bisik Berlian kagum, matanya menyapu setiap sudut taman dan jendela kaca

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 4. Kabar Baik

    Part 4[Mas, tolong beri tahu aku, dimana makam bayi kita? Aku ingin mengunjunginya.]Pesan terkirim. Berlian menatapnya cukup lama, berharap ada balasan dari sang suami.Tidak ada.Ia menunggu hingga sepuluh menit. Lalu mencoba mengirim pesan lagi.[Mas, aku mohon … Setidaknya izinkan aku mendoakan anak kita. Aku ibunya.]Masih tidak ada balasan. Dan tiba-tiba …Pesan-pesan sebelumnya berubah status menjadi tidak terkirim. Matanya membulat. Ia coba buka profil Leo, tapi sudah tidak ada. Dan yang muncul hanyalah satu kalimat menyakitkan;'Anda tidak dapat mengirim pesan ke kontak ini.'Leo memblokirnya.Berlian menggertakkan gigi, menghela napas panjang kesal sekaligus sedih. Anggun yang sedang menyeduh teh di dapur, mendengar isakan lirih itu. Ia melangkah cepat, lalu duduk di samping Berlian.“Kamu kenapa, Li? Leo jawab pesanmu?”Berlian menggeleng pelan, lalu menyerahkan ponselnya. “Nggak. Dia blokir aku. Dia bahkan nggak izinkan aku tahu di mana makam anakku sendiri, Nggun.” Mat

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 3. Terpuruk

    Part 3Clara menatapnya, berusaha menahan diri. "Oke. Tapi, jangan salahkan aku kalau semuanya akan bocor ke publik. Termasuk hubungan kita, alasan kamu mencampakkan istrimu, tentang bayimu dan semua hal yang kamu coba sembunyikan selama ini.”Leo menghela napas berat. Matanya menatap tajam ke arah Clara, lalu perlahan melembut.“Oke … aku akan nikahi kamu,” ucapnya singkat, suara rendah tapi penuh kepastian.Clara terdiam, terkejut, lalu senyum kecil muncul di bibirnya. “Kapan?”Leo menghela napas panjang, memandang ke luar jendela yang basah hujan. “Secepatnya. Kamu sabar ya, sebentar lagi semuanya akan beres.”***Klinik Medika Berlian sudah dibaringkan di ranjang kecil, tubuhnya diselimuti handuk hangat oleh perawat. Dokter perempuan paruh baya memeriksa kondisinya dengan telaten.“Luka operasi sesarnya terbuka sebagian karena aktivitas fisik yang terlalu berat dan kondisi emosional tidak stabil. Dia kehilangan cukup banyak darah, tapi untungnya kamu cepat membawanya ke sini,” uj

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 2. Diusir

    Part 2“Kalau kamu mau tinggal di rumah orang tuamu lagi, silakan. Tapi jangan pernah datang ke sini lagi," katanya dengan nada menghina. “Aku sudah capek, Berlian! Hidupku penuh drama sejak kamu datang!”Berlian memejamkan mata, menahan isak. “Aku cuma butuh kamu, Mas, satu-satunya orang yang kupunya…”Leo mengibaskan tangan, geram. “Masih untung aku gak nuntut kamu bayar biaya rumah sakit! Kamu pikir melahirkan itu murah? Puluhan juta, Berlian! Dari kamar perawatan sampai ruang operasi! Itu semua aku yang tanggung!”Ia tertawa hambar, sinis, menusuk. “Dan lihat hasilnya? Bayinya mati. Sia-sia.”“Aku … aku gak pernah minta kejadian ini, aku gak pengin bayi kita pergi …” lirihnya. “Tapi kamu suamiku, Mas. Kamu tempat aku pulang.”“Salah!” Leo mendesis. “Mulai hari ini, kamu bukan siapa-siapa. Dan aku akan urus perceraian kita secepatnya.”Deg.Ucapan itu seperti palu besar yang menghantam jantungnya. Berlian terisak, dan kali ini ia tak sanggup berdiri. Lututnya lemas, tubuhnya jatuh

  • Dicampakkan Suami, Dinikahi Konglomerat   Part 1. Bayinya Meninggal

    Part 1“Bayi Anda meninggal dunia, Bu. Kami sudah melakukan yang terbaik …”Ucapan itu terasa seperti palu godam yang menghantam dada Berlian. Tubuhnya masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit, wajahnya pucat, mata sayu dan sembab karena belum sempat tidur sejak kontraksi semalam. Dia menoleh pelan, seolah berharap mendengar kalimat lanjutan yang menenangkan bahwa semua ini hanya mimpi buruk. Tapi tidak ada. Hanya tatapan dingin dari Leo, suaminya, yang berdiri kaku di samping ranjang.“A-apa?” bisiknya nyaris tak terdengar. “Tidak mungkin … tidak … Aku, aku dengar tangisnya tadi … aku dengar ...”Perawat yang berdiri di sampingnya menunduk dalam. “Itu tangisan sesaat, Bu. Bayinya lahir prematur. Parunya belum sempurna. Kami mohon maaf …”Air mata jatuh begitu saja, membasahi pipi pucatnya. Tangan Berlian menggenggam selimut rumah sakit erat-erat, gemetar hebat. Dia bahkan belum sempat menyentuh anaknya. Belum sempat memberi nama. Belum sempat membisikkan doa. "Aku ingin memeluk

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status