Share

Bab 5

Penulis: Kharamiza
last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-07 16:35:47

Di depan pintu kamarnya, Inara berdiri mematung. Tangannya gemetar saat menyeka air mata yang mulai membasahi pipinya.

Ia menarik napas panjang, mencoba menahan isakan yang hampir meluncur dari bibirnya. Hatinya hancur oleh sikap suaminya sendiri yang seakan-akan tak bisa menentukan pilihan.

“Bunda ....”

Inara terkejut. Cepat-cepat berbalik dan melihat Alma sudah berdiri di hadapannya, memeluk boneka kelinci barunya dengan tatapan bingung.

“Kenapa Bunda menangis? Bunda bertengkar sama Papa?” tanya Alma dengan raut polos, matanya menatap langsung ke arah ibunya.

Inara tergagap, mencoba mencari alasan tepat. Dia menggeleng, kemudian berjongkok agar sejajar dengan Alma.

Sambil tersenyum sedikit terpaksa, Inara menjawab, “Enggak, kok, Sayang. Bunda cuma kelilipan aja, tadi ada hewan kecil yang masuk mata Bunda.”

Alma terlihat ragu dengan jawaban Inara sebelum akhirnya berkata, “Bunda ... Alma enggak apa-apa, kok, kalau Papa belum punya waktu buat main sama Alma.”

Kata-kata itu seakan-akan menembus hingga ke dasar hati Inara seperti ribuan belati tajam yang menghantam. Dia tak lagi mampu membendung air mata yang tiba-tiba kembali jatuh. Tanpa berpikir panjang, Inara memeluk Alma erat-erat.

“Bunda sayang banget sama kamu, Sayang,” bisiknya dengan suara bergetar di telinga Alma.

Gadis kecil itu mengangguk dalam pelukan ibunya, meskipun sejatinya ia masih belum sepenuhnya mengerti apa yang sebenarnya terjadi?

“Alma juga sayang sama Bunda.”

Sementara itu, di dalam kamar, Damian berdiri di balik pintu yang sedikit terbuka.

Dia mendengar setiap kata yang diucapkan putrinya. Suara lembut Alma tadi seakan-akan mengguncang dunianya. Dia mulai berpikir, kalau sudah terlalu jauh mengabaikan keluarga kecilnya.

***

Keesokan paginya.

Di meja makan, Alma sedang fokus menyendokkan sereal ke mulutnya, Inara duduk di sampingnya dengan secangkir teh di depannya. Kedua wanita itu langsung menoleh begitu Damian menarik kursi dan duduk di seberang mereka.

“Alma, hari ini Papa yang antar kamu ke sekolah, ya,” ujar Damian sambil tersenyum hangat pada putrinya.

Dia bertekad untuk memperbaiki hubungan dengan anak istrinya karena tak ingin Inara benar-benar meninggalkannya.

Alma langsung meletakkan sendok, menatap Damian dengan mata berbinar. Itu saat yang ditunggu-tunggu sedari kemarin. “Beneran, Pa? Papa mau antar Alma?” tanyanya penuh semangat, nyaris tak percaya.

Damian tersenyum tipis, lalu mengangguk cepat. “Iya, beneran. Papa enggak sibuk, kok. Lagi pula, kaki Bunda masih sakit. Harus istirahat dulu. Jadi, Alma biar berangkat sama Papa aja.”

Tanpa pikir panjang, Alma tiba-tiba meloncat dari kursinya, berlari ke arah Damian, dan memeluknya erat. “Alma senang banget Papa yang antar aku hari ini.”

Melihat reaksi Alma, senyum Inara merekah. Hatinya menghangat saat melihat putrinya bahagia, meskipun sebenarnya ia sedikit bingung dengan sikap Damian yang mendadak ingin mengantar Alma ke sekolah pagi ini. Biasanya, dia selalu beralasan sudah telat atau ada meeting pagi-pagi.

Hanya saja, meskipun tersenyum yang tampak tulus, Inara masih menyimpan keraguan di balik senyumnya itu, apakah kebahagiaan kecil ini akan bertahan lama atau hanya sekadar omong kosong Damian?

“Alma, ayo cepat habiskan sarapanmu. Jangan sampai Papa jadi telat ke kantor karena nunggu kamu,” titah Inara lembut.

“Iya, Bunda.” Alma kembali ke kursinya dengan antusias.

Selesai sarapan, Inara mengantar suami dan putrinya hingga ke depan. Bocah berseragam TK itu, jelas terlihat bahagia akan diantar oleh papanya.

Setelah Alma duduk nyaman. Damian menutup pintu mobil dengan lembut. Kemudian, menghampiri Inara yang masih berdiri di teras rumah memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan.

“Ra, istirahatlah dulu di rumah, ya. Kaki kamu masih perlu pemulihan,” ujarnya dengan suara lembut dan penuh perhatian, “biar aku yang jemput Alma ketika ia pulang nanti.”

Tatapan Inara pada Damian jelas menyiratkan keraguan. Dia sedikit trauma jika mengingat kejadian kemarin, di mana Damian tak menjemput putri mereka. Bagaimana kalau dia mengulanginya lagi hari ini?

“Aku ... aku enggak yakin padamu, Mas,” ucapnya pelan, tetapi berhasil membuat dada Damian terasa sesak. “Aku takut kamu tidak menjemput Alma lagi seperti kemarin.”

Kepercayaan Inara setidaknya sudah terkikis, sehingga kata-kata itu keluar begitu saja dari mulutnya.

Damian menelan ludah, menatap istrinya penuh rasa bersalah. Namun, semua ini terjadi juga karenanya.

Penolakan halus dari sang istri itu tak membuat Damian menyerah. Ia meraih tangan Inara dan menggenggamnya dengan lembut, berusaha meyakinkan.

“Ra, aku minta maaf,” lirihnya, suaranya terdengar berat. Aku sadar, dua bulan ini mengabaikan kamu dan Alma.”

Dia menghela napas panjang sebelum kembali melanjutkan ucapan. “Tapi, kali ini, aku benar-benar akan menepati janjiku, Ra. Kamu tenang saja karena aku sudah berjanji akan memperbaiki semuanya, tapi aku mohon ... jangan tinggalkan aku. Aku tidak bisa kehilangan kamu dan Alma.”

Inara tertegun mendengar kata-kata Damian yang terdengar penuh penyesalan. Hatinya memang masih sedikit ragu, tetapi ia juga dapat merasakan kesungguhan sang suami.

“Aku ingat janjimu.” Berharap, ini adalah secercah harapan untuk kebahagiaan keluarga kecil mereka ke depannya.

Hari itu berlalu dengan Damian yang berusaha memperbaiki hubungan dengan keluarga kecilnya.

Dia menepati janji menjemput putri mereka tepat waktu, bahkan sepulang dari kantor, dia menghabiskan waktu bersama Alma.

Begitu malam sudah larut, keheningan menyelimuti kamar saat Inara terbangun tiba-tiba. Begitu berbalik, tangannya tak sengaja menyapu kasur membuatnya seketika menyadari kalau Damian tidak ada di sebelahnya.

Inara mengangkat kepala, menatap ke arah sisi tempat tidur yang kosong. Jantungnya berdegup kencang.

“Mas?” panggilnya pelan, tetapi hanya kesunyian yang menjawab.

Dia mencoba menghalau pikiran-pikiran buruk yang mulai memenuhi kepalanya, meskipun hatinya terlanjur gelisah.

Perlahan, ia bangkit dari ranjang, mengenakan sandal rumah, lalu melangkah keluar kamar untuk mencari Damian.

Matanya menelusuri setiap sudut rumah yang gelap dan sepi. Namun, suaminya tetap tak terlihat.

“Apa dia pergi menemui Selena lagi?” gumam Inara dalam hati. Air matanya tiba-tiba saja terjatuh.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Extra Part

    Balon warna-warni yang dipadukan dengan dekorasi lain khas anak-anak terlihat menghiasi halaman belakang rumah megah bertingkat itu. Meja panjang berisi hidangan dan beberapa macam snack tertata dengan rapi, sementara musik riang anak-anak juga sudah mengalun pelan. Alma tampak berdiri diapit kedua orang tuanya dengan gaun putih selutut. Di kepalanya bertengger mahkota mungil yang membuatnya terlihat seperti seorang peri kecil. Senyum cerianya tak pernah berhenti terpancar. Cukup menjelaskan kalau ia sangat senang karena tepat hari ini adalah hari ulang tahunnya yang keenam. Tentu, bukan semata karena ulang tahun itu yang membuatnya senang, tetapi karena acara ulang tahunnya kali ini berbeda dari biasanya. Dulu, dia hanya merayakan bersama kedua orang tuanya, terkadang keluarga dari sang papa juga ikut merayakan, kadang juga merayakan bersama teman-teman sekolah dan para anak-anak tetangga rumahnya. Sekarang, keluarga dari sang bunda juga turut serta di hari pentingnya ini, be

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    End

    Karena tidur terlalu larut, akhirnya Inara dan Damian masih terlelap di atas ranjang ketika pagi telah menyingsing. Saling mendekap erat seakan takut kehilangan. Hingga beberapa saat kemudian, Inara mengerjap pelan. Hendak melepaskan diri dari rengkuhan sang suami, tetapi Damian justru makin merapatkan pelukan, seolah enggan membiarkan istrinya pergi. “Tidurlah kembali. Biarkan aku memelukmu sebentar lagi.” Damian mengatakan itu dengan suara serak, bahkan matanya masih setengah terpejam. Tak bisa berbuat banyak, Inara terpaksa kembali bergelung di dada pria itu. Hanya saja, ketika berusaha mencari posisi ternyaman, dia tak sengaja menoleh ke depan ranjang. Tepat saat itu, ia nyaris terlonjak begitu pandangannya tertumbuk pada bocah yang berdiri di sana dengan kedua tangan di pinggang. Wajah mungilnya cemberut. Pipinya mengembung, menunjukkan kalau ia sedang kesal, meski ekspresinya justru terlihat begitu menggemaskan. Inara langsung mendorong Damian agar melepas peluk

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 187 - Janji

    Inara yang saat ini tengah duduk santai di sofa, sesekali meneguk air minum sambil mengutak-atik ponsel ketika dikejutkan dengan sebuah sebuah lengan kekar yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya, memeluknya erat. Dia menoleh sedikit, melihat suaminya sudah duduk di sebelahnya dan meletakkan dagu di bahunya. Embusan napasnya yang hangat bisa dirasakan menyapu kulit lehernya. “Bagaimana performaku barusan, Sayang?” suara Damian berat, sesekali mengecup bahu Inara. “Lumayan,” jawab Inara santai, sambil menahan senyum. “Lumayan?” Damian bertanya dengan nada suara yang terdengar tak terima. Ia langsung melepas tangan dari tubuh istrinya itu, lantas merebut ponsel Inara dan meletakkannya ke meja kecil di sisinya. “Kamu ini tega sekali, Sayang. Masa cuma lumayan. Padahal, aku sudah berusaha keras agar kamu merasa puas. Tau respons kamu begitu, aku bikin kamu tidak bisa jalan sekalian.” Melihat ekspresi cemberut sang suami membuat Inara menyemburkan tawanya pelan. Ia memutar

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 186 - Tergila-Gila (21+)

    “Sayang ....”Mendengar itu, Inara yang berdiri di dekat dinding kaca kamarnya langsung berbalik. Sudut bibirnya tertarik, membentuk sebuah senyuman manis ketika melihat Damian masuk ke kamar dan melangkah ke arahnya.Pria itu langsung memeluk dengan dagu diletakkan di bahunya seakan melampiaskan rindu.“Mereka baru membiarkanku menemuimu,” lirih Damian.“Mereka siapa?”“Ayah, Rafiq, dan Rafa. Mereka terus mengajakku mengobrol, padahal aku sudah ingin menghabiskan waktu bersama istriku.” Nada suara Damian terdengar setengah kesal.Ya, mereka sudah sepakat kembali menjadi suami istri semenjak beberapa jam lalu. Akad dilangsungkan di mansion keluarga Inara.Meskipun begitu, sebelumnya Damian dan ayah Inara sempat bersitegang. Di mana Pak Baskara marah pada Damian yang sudah menyia-nyiakan putrinya di masa lalu. Damian mengakui kesalahan dan menyesal, bahkan sampai berlutut di hadapan orang tua Inara meminta maaf.Ia juga berjanji untuk menebus dan memperbaiki semuanya. Ia sadar, selam

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 185 - Ingin Rujuk

    Brak! Pintu ruangan kantor Pak Baskara dibuka dengan keras oleh Inara. Ibunda Alma itu melangkah masuk menghampiri sang ayah yang duduk di kursi kebesarannya. “Inara apa-apaan kamu ini? Kenapa kamu seperti tidak punya sopan santun? Setidaknya, ketuk pintu dulu sebelum masuk?” Pak Baskara protes dengan sikap Inara yang menurutnya sudah kelewat batas kurang ajar. Hanya saja, putrinya itu tidak menjawab. Justru langsung meletakkan ponsel ke atas meja, tepat di hadapan sang ayah dengan gerakan sedikit kasar. “Sekarang, Ayah jelaskan ini apa?” tanyanya dengan sorot mata yang tajam. Pak Baskara mengernyit heran, tidak sepenuhnya mengerti ada apa? Namun, tetap mengambil ponsel di hadapannya itu dengan gerakan perlahan. Layar ponsel seketika menampilkan sebuah rekaman video yang diambil dari kamera CCTV dashboard yang sengaja dipasang Damian di mobilnya. Rekaman itu memutar ulang adegan yang terjadi beberapa saat lalu. Pak Baskara tentu mengetahui kejadian dan orang dalam rekaman itu

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 184 - Butuh Kamu

    Damian masih diam, ketika Inara bangkit dari duduknya. Tangannya bergetar menahan sesak yang membuncah dalam dadanya.Pandangannya sengaja dialihkan karena merasa tak sanggup menatap wajah pria yang pernah dan masih menjadi penghuni tetap di hatinya itu. “Aku harus balik ke kantor, jaga dirimu baik-baik setelah ini, Mas Dam,” ucapnya lirih, nyaris tak terdengar.Ada perasaan sedih saat mengatakan kalimat itu, seolah baru saja mengucapkan kalimat perpisahan.Inara hendak beranjak, tetapi baru satu langkah, Damian langsung mencekal tangannya. Tidak begitu kuat, tetapi juga seperti tidak ingin melepaskan.Inara menoleh cepat. Di saat yang bersamaan, Damian ikut berdiri.Ada sepercik kekecewaan yang tak dapat disembunyikan dalam raut wajahnya itu.“Aku ... tidak bisa, Ra,” katanya akhirnya, “aku tidak mau jaga jarak darimu. Dan, mungkin memang aku tidak akan sanggup untuk melakukan hal itu.”Deg.Inara ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status