Share

Bab 4

Author: Kharamiza
last update Last Updated: 2025-01-05 08:54:24

Dalam perjalanan pulang, suasana di mobil cukup sunyi. Alma sibuk memeluk kelinci mainan barunya, sedangkan Inara memandang jalan dengan tatapan kosong.

Bayangan Damian bersama Selena dan bocah laki-laki itu terus terputar di kepalanya. Mereka terlihat bahagia sekali. Namun, bukankah Damian bilang akan mengantarnya ke rumah sakit? Lantas, mengapa mereka ada di mal?

Hati Inara sakit mengingat pemandangan itu, tetapi dia menahan setiap emosi agar tidak terlihat oleh putrinya.

Tiba di rumah, Inara langsung membawa Alma ke kamarnya. “Sayang, kamu istirahat dulu, ya. Pasti capek dari jalan-jalan.”

Alma mengangguk, setidaknya raut wajahnya sudah tak lagi menyiratkan kesedihan seperti tadi. “Oke, Bunda.”

Setelah memastikan sang putri nyaman di tempat tidurnya. Inara menutup pintu kamar dengan perlahan, kemudian melangkah ke kamarnya yang berada di sebelah kamar Alma.

Sampai di kamar, dia bersandar di balik pintu, menatap kosong ke arah lantai. Napasnya berat, pikirannya sangat kacau, tetapi ia tetap berusaha menahan amarah yang rasanya sudah meluap-luap.

Beberapa saat berlalu, suara kendaraan berhenti. Suaminya telah pulang. Langkah kakinya terdengar mendekat, hingga tak lama pintu kamar terbuka perlahan.

Damian masuk dengan raut wajah lelah, menyimpan kunci mobil di laci sesekali mencuri pandang ke arah istrinya yang tengah membaca buku di dekat jendela.

“Kam—”

Belum sempat ia berbicara, Inara lebih dulu memotong. “Gimana luka anaknya Selena?”

Damian tampak terkejut mendengar pertanyaan itu. Inara biasanya tak peduli dengan Vano, putranya Selena.

Dia yang tak menyadari nada sinis dalam suara istrinya, langsung menjawab antusias. “Untungnya enggak terlalu parah. Dia ternyata jatuh dari sepeda karena ditendang teman-temannya. Kasihan banget dia, Sayang. Dia di-bully katanya gara-gara enggak punya Papa. Aku enggak tega lihat dia nangis kayak tadi.”

Gerakan Inara yang tengah membolak-balikkan lembaran buku tiba-tiba terhenti mendengar perkataan Damian. Dia melirik suaminya sebentar, kemudian kembali menatap buku di tangannya.

“Tidak tega melihat anak orang lain menangis, tetapi tega meninggalkan anak sendiri demi anak itu,” ujarnya dalam hati.

Inara hanya mampu tersenyum kecil penuh arti. “Syukurlah kalau enggak parah.”

Damian yang masih tak menyadari perubahan sikap istrinya, lantas bertanya, “Gimana Alma? Bahagia jalan-jalannya?”

“Oh, tadi aku ke taman. Kupikir kalian masih di sana, tapi ternyata sudah enggak ada. Aku benar-benar mau nyusul kalian, seperti janjiku sebelumnya,” imbuhnya.

Inara tersenyum licik. Menutup buku dan meletakkan sedikit kasar pada meja kecil di hadapannya. Dia menatap Damian dengan sorot yang sulit ditebak.

“Alma bahagia,” katanya pelan. Namun, penuh penekanan, “mungkin ke depannya dia akan terbiasa tanpa papanya.”

Damian sedikit terkesiap dengan ucapan Inara. “Maksud kamu apa, Ra?”

Inara itu berdiri dari tempatnya, berjalan perlahan mendekatinya. Menatap sang suami dengan tajam. Dengan sinis berkata, “Karena papanya terlalu sibuk menemani anak orang lain yang enggak punya Papa, tapi membiarkan putrinya sendiri tanpa ditemani Papa.”

Damian tertegun. “Ra, kamu bicara apa?”

Tawa kecil yang getir dari sudur bibir Inara membuat Damian makin merasa tidak nyaman. “Aku bicara fakta. Tadi, sebenarnya kamu enggak ke rumah sakit, kan?”

“Aku ke rumah sakit.”

“Harusnya dari rumah sakit, kamu langsung menemui kami, bukan malah asik membawa mereka jalan-jalan. Kamu membelikan pesawat mainan untuk putranya Selena, kan? Oh, enggak hanya itu, ada beberapa mobilan juga.” Inara berkata miris. Suaranya bergetar, menahan perih di hatinya. “Kalian terlihat seperti ... keluarga bahagia. Seru, ya, nyenengin anak orang?”

“Ra, aku bisa jelasin ....” Damian hendak meraih tangan Inara, tetapi wanita itu menghindar.

“Putranya Selena menangis mau ditemani bermain, Ra. Katanya pengen ngerasain punya Papa, walaupun aku bukan papa kandungnya. Aku enggak ada maksud lain, tapi aku benar-benar mikirin kalian juga, tapi aku bingung ... aku takut tambah menyakiti hati anak itu.” Damian berusaha menjelaskan.

“Takut menyakiti anak orang, tapi kamu enggak takut menyakiti anakmu sendiri, gitu?”

Membisu. Damian, hanya mampu memandangi Inara dengan segala kata yang ingin diucapkan. Sayangnya, kata-kata itu hanya tertahan di lehernya. Tanpa bisa dikeluarkan hingga Inara kembali membuka pembicaraan.

“Mas, apa kamu benar-benar tidak melihat ada yang salah dari semua ini? Dari hubungan kita?”

Damian terdiam sejenak, keningnya mengerut, mencoba memahami maksud ucapan sang istri. “Maksudnya, Ra?”

Inara tersenyum masam, bibirnya bergetar saat berbicara. “Kamu enggak sadar kalau semenjak kehadiran mantan kekasihmu, kamu selalu mengabaikan aku. Kamu membuatku merasa sendirian dalam pernikahan ini, tetapi untungnya karena ada Alma, jadi aku tak begitu kesepian.”

Damian menghela napas berat. Berusaha menjelaskan dengan tenang, meskipun perasaannya mulai berkecamuk. “Sayang, aku sudah bilang kalau Selena membutuhkan bantuanku. Dia tidak punya kenalan yang bisa membantunya di sini, selain aku, tapi itu bukan berarti aku mengabaikan kalian.”

“Faktanya begitu,” kata Inara, sambil menatap Damian dengan tajam, seolah-olah menantangnya untuk membantah. “Kalau kamu seperti ini terus, kamu bisa-bisa kehilangan aku dan Alma.”

Pria itu tertegun, dadanya terasa sesak mendengar ancaman yang tersirat dalam kalimat istrinya. “Ra, jangan bicara seperti itu. Kamu tau kalau aku sayang sama kamu.”

“Sayang?” Inara terkekeh pahit, air matanya mulai mengalir, meskipun ia mencoba menahannya. “Sayang macam apa yang menjadikan mantan kekasihnya sebagai prioritas?”

“Aku lelah dengan semua ini, Mas. Lebih baik lepaskan aku,” lanjutnya sedikit melirih.

“Ra, kamu sangat lelah, ya? Jadi, omongannya ngelantur.” Damian yang terkejut dengan kalimat istrinya, mencoba mengalihkan pembicaraan. Dia tak sanggup mendengar kalimat seperti itu keluar dari mulut Inara lagi.

“Kembalilah pada mantan kekasihmu,” ujar Inara lagi, kali ini penuh penekanan. Ia memalingkan wajah, tak sanggup lagi menatap Damian.

“Ra, kamu sadar bicara apa?” tanya Damian, tak percaya dengan perkataan itu.

“Aku sadar, makanya aku mengatakannya. Dia lebih butuh kamu, daripada aku, kan?”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Extra Part

    Balon warna-warni yang dipadukan dengan dekorasi lain khas anak-anak terlihat menghiasi halaman belakang rumah megah bertingkat itu. Meja panjang berisi hidangan dan beberapa macam snack tertata dengan rapi, sementara musik riang anak-anak juga sudah mengalun pelan. Alma tampak berdiri diapit kedua orang tuanya dengan gaun putih selutut. Di kepalanya bertengger mahkota mungil yang membuatnya terlihat seperti seorang peri kecil. Senyum cerianya tak pernah berhenti terpancar. Cukup menjelaskan kalau ia sangat senang karena tepat hari ini adalah hari ulang tahunnya yang keenam. Tentu, bukan semata karena ulang tahun itu yang membuatnya senang, tetapi karena acara ulang tahunnya kali ini berbeda dari biasanya. Dulu, dia hanya merayakan bersama kedua orang tuanya, terkadang keluarga dari sang papa juga ikut merayakan, kadang juga merayakan bersama teman-teman sekolah dan para anak-anak tetangga rumahnya. Sekarang, keluarga dari sang bunda juga turut serta di hari pentingnya ini, be

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    End

    Karena tidur terlalu larut, akhirnya Inara dan Damian masih terlelap di atas ranjang ketika pagi telah menyingsing. Saling mendekap erat seakan takut kehilangan. Hingga beberapa saat kemudian, Inara mengerjap pelan. Hendak melepaskan diri dari rengkuhan sang suami, tetapi Damian justru makin merapatkan pelukan, seolah enggan membiarkan istrinya pergi. “Tidurlah kembali. Biarkan aku memelukmu sebentar lagi.” Damian mengatakan itu dengan suara serak, bahkan matanya masih setengah terpejam. Tak bisa berbuat banyak, Inara terpaksa kembali bergelung di dada pria itu. Hanya saja, ketika berusaha mencari posisi ternyaman, dia tak sengaja menoleh ke depan ranjang. Tepat saat itu, ia nyaris terlonjak begitu pandangannya tertumbuk pada bocah yang berdiri di sana dengan kedua tangan di pinggang. Wajah mungilnya cemberut. Pipinya mengembung, menunjukkan kalau ia sedang kesal, meski ekspresinya justru terlihat begitu menggemaskan. Inara langsung mendorong Damian agar melepas peluk

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 187 - Janji

    Inara yang saat ini tengah duduk santai di sofa, sesekali meneguk air minum sambil mengutak-atik ponsel ketika dikejutkan dengan sebuah sebuah lengan kekar yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya, memeluknya erat. Dia menoleh sedikit, melihat suaminya sudah duduk di sebelahnya dan meletakkan dagu di bahunya. Embusan napasnya yang hangat bisa dirasakan menyapu kulit lehernya. “Bagaimana performaku barusan, Sayang?” suara Damian berat, sesekali mengecup bahu Inara. “Lumayan,” jawab Inara santai, sambil menahan senyum. “Lumayan?” Damian bertanya dengan nada suara yang terdengar tak terima. Ia langsung melepas tangan dari tubuh istrinya itu, lantas merebut ponsel Inara dan meletakkannya ke meja kecil di sisinya. “Kamu ini tega sekali, Sayang. Masa cuma lumayan. Padahal, aku sudah berusaha keras agar kamu merasa puas. Tau respons kamu begitu, aku bikin kamu tidak bisa jalan sekalian.” Melihat ekspresi cemberut sang suami membuat Inara menyemburkan tawanya pelan. Ia memutar

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 186 - Tergila-Gila (21+)

    “Sayang ....”Mendengar itu, Inara yang berdiri di dekat dinding kaca kamarnya langsung berbalik. Sudut bibirnya tertarik, membentuk sebuah senyuman manis ketika melihat Damian masuk ke kamar dan melangkah ke arahnya.Pria itu langsung memeluk dengan dagu diletakkan di bahunya seakan melampiaskan rindu.“Mereka baru membiarkanku menemuimu,” lirih Damian.“Mereka siapa?”“Ayah, Rafiq, dan Rafa. Mereka terus mengajakku mengobrol, padahal aku sudah ingin menghabiskan waktu bersama istriku.” Nada suara Damian terdengar setengah kesal.Ya, mereka sudah sepakat kembali menjadi suami istri semenjak beberapa jam lalu. Akad dilangsungkan di mansion keluarga Inara.Meskipun begitu, sebelumnya Damian dan ayah Inara sempat bersitegang. Di mana Pak Baskara marah pada Damian yang sudah menyia-nyiakan putrinya di masa lalu. Damian mengakui kesalahan dan menyesal, bahkan sampai berlutut di hadapan orang tua Inara meminta maaf.Ia juga berjanji untuk menebus dan memperbaiki semuanya. Ia sadar, selam

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 185 - Ingin Rujuk

    Brak! Pintu ruangan kantor Pak Baskara dibuka dengan keras oleh Inara. Ibunda Alma itu melangkah masuk menghampiri sang ayah yang duduk di kursi kebesarannya. “Inara apa-apaan kamu ini? Kenapa kamu seperti tidak punya sopan santun? Setidaknya, ketuk pintu dulu sebelum masuk?” Pak Baskara protes dengan sikap Inara yang menurutnya sudah kelewat batas kurang ajar. Hanya saja, putrinya itu tidak menjawab. Justru langsung meletakkan ponsel ke atas meja, tepat di hadapan sang ayah dengan gerakan sedikit kasar. “Sekarang, Ayah jelaskan ini apa?” tanyanya dengan sorot mata yang tajam. Pak Baskara mengernyit heran, tidak sepenuhnya mengerti ada apa? Namun, tetap mengambil ponsel di hadapannya itu dengan gerakan perlahan. Layar ponsel seketika menampilkan sebuah rekaman video yang diambil dari kamera CCTV dashboard yang sengaja dipasang Damian di mobilnya. Rekaman itu memutar ulang adegan yang terjadi beberapa saat lalu. Pak Baskara tentu mengetahui kejadian dan orang dalam rekaman itu

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 184 - Butuh Kamu

    Damian masih diam, ketika Inara bangkit dari duduknya. Tangannya bergetar menahan sesak yang membuncah dalam dadanya.Pandangannya sengaja dialihkan karena merasa tak sanggup menatap wajah pria yang pernah dan masih menjadi penghuni tetap di hatinya itu. “Aku harus balik ke kantor, jaga dirimu baik-baik setelah ini, Mas Dam,” ucapnya lirih, nyaris tak terdengar.Ada perasaan sedih saat mengatakan kalimat itu, seolah baru saja mengucapkan kalimat perpisahan.Inara hendak beranjak, tetapi baru satu langkah, Damian langsung mencekal tangannya. Tidak begitu kuat, tetapi juga seperti tidak ingin melepaskan.Inara menoleh cepat. Di saat yang bersamaan, Damian ikut berdiri.Ada sepercik kekecewaan yang tak dapat disembunyikan dalam raut wajahnya itu.“Aku ... tidak bisa, Ra,” katanya akhirnya, “aku tidak mau jaga jarak darimu. Dan, mungkin memang aku tidak akan sanggup untuk melakukan hal itu.”Deg.Inara ter

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status