Share

Bab 8

Penulis: Kharamiza
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-01 12:27:25

“Dam, aku mohon, tinggallah dulu … demi Vano. Sudah lama, dia tidak merasakan makan malam bersama ayahnya, jadi dia sangat berharap bisa makan malam bersamamu, meskipun kamu bukan ayah kandungnya. Setidaknya, kehadiranmu bisa mengobati rindu pada ayahnya.”

Damian mengusap wajah frustrasi, perasaannya campur aduk. Ia makin bingung apakah harus menyusul istrinya untuk menyelesaikan kesalahpahaman ini atau tinggal menemani Vano yang juga sangat mengharapkan kehadirannya.

Sekali lagi, Damian menatap putra Selena yang masih berdiri di dekat pintu dengan tampang polosnya membuat hati kecil ayah anak satu itu tak bisa mengabaikan begitu saja.

Akhirnya, setelah berpikir, Damian dengan berat hati mengangguk. “Baiklah ….”

Selena tersenyum samar mendengar keputusan Damian. Matanya berbinar, merasa puas atas keberhasilan rencananya menahan Damian berada di sisinya lebih lama.

Mereka berjalan kembali ke rumah Selena. Damian berusaha tersenyum di depan Vano walau nyatanya beban di dadanya makin terasa berat. Pikiran tentang Inara terus menghantui, meski ia sudah mencoba menyakinkan diri kalau ini hanya sementara. Dan, setelahnya, dia berjanji akan kembali pada keluarga kecilnya.

Makan malam berlangsung. Sesekali tawa kecil Vano terdengar saat Damian menanggapi celotehnya dengan penuh perhatian.

Selesai makan malam, suami Inara itu menemani Vano belajar. Dengan sabar mengajari bocah 5 tahun tersebut menulis dan membaca, sebagaimana yang sering ia lakukan juga pada Alma. Tak sampai di situ saja, Damian juga membacakan dongeng untuk Vano hingga anak itu tertidur pulas.

Sementara di lain tempat, Inara duduk di sisi ranjang putrinya, mencoba tersenyum di hadapan Alma walaupun kini hatinya terasa seperti ditusuk ribuan duri. Bayangan Damian tersenyum hangat pada Selena tadi, bak keluarga harmonis membuat dadanya kian sesak kala mengingatnya.

“Kamu sudah terlalu banyak berubah semenjak kehadiran wanita itu, Mas,” ujarnya dalam hati. Air matanya lagi-lagi mengalir tanpa bisa tertahan, tetapi buru-buru dihapus sebelum Alma melihatnya. “Bahkan, kamu rela berbohong hanya untuknya.”

Inara melamun, entah akan seperti apa rumah tangganya dengan Damian ke depan nanti, jika alasannya untuk bertahan makin kecil?

“Bunda, kapan Papa pulang?” Suara kecil Alma seketika membuyarkan lamunannya.

Inara menatap putrinya, mencoba bersikap tenang. “Papa lembur, Sayang. Banyak kerjaan di kantor yang harus diselesaikan.” Jelas, ia berbohong. Inara mengingat jelas bagaimana Damian menemui Selena tadi. Namun, dia tidak ingin Alma tahu apa yang sebenarnya tadi karena buah hatinya ini masih terlalu dini untuk tahu masalah orang dewasa.

“Tapi aku rindu Papa bacain dongeng sebelum tidur. Udah lama banget Papa enggak bacain dongeng buatku lagi.” Perkataan Alma lagi-lagi bagaikan palu yang menghantam hati Inara.

Dalam hati, membenarkan perkataan putrinya, bahkan ia sendiri sudah lama kapan terakhir Damian membacakan dongeng untuk Alma?

“Papa pasti akan bacain dongeng buat Alma lagi, kok. Tapi, sekarang biar Bunda aja yang bacain, ya?” Inara mencoba menenangkan dengan mengalihkan perhatian Alma meski dadanya juga sesak.

“Tapi, aku maunya Papa ….” Alma merengek kecil, membuat mata Inara kembali panas.

Tak ada yang bisa dilakukan, selain memeluk sambil mengusap lembut kepala Alma. “Nanti Bunda bilangin kalau Alma kangen dibacain dongeng oleh Papa, tapi untuk sekarang biar Bunda dulu aja yang bacain.”

Akhirnya, Alma mengangguk kecil meskipun terlihat kecewa.

Dengan cepat, Inara meraih buku dongeng lalu membacanya. Dia berusaha agar suaranya terdengar ceria mengikuti cerita yang dibacanya meski sesekali tenggorokannya terasa tercekat.

Hatinya makin hancur begitu melihat wajah polos putrinya yang merindukan sang papa kini sudah tidur, sedangkan Damian saat ini tengah menghabiskan malam bersama Selena dan Vano, bahkan untuk buru-buru pulang menyelesaikan masalah mereka saja tidak dilakukan, bahkan mungkin tidak berniat.

Tatapannya mengarah ke langit-langit kamar, mencoba menahan air mata yang lagi-lagi hendak menerobos keluar.

“Kamu lebih memilih menemani mereka, tanpa tau kalau di sini, Alma juga sangat merindukanmu, Mas.”

***

“Terima kasih, Mas Damian. Kamu memang orang baik. Dan, aku tau, kamu pasti tidak tega membiarkan Vano merasa sedih.” Selena memuji sambil tersenyum sumringah ketika Damian pamit pulang.

“Hm. Tapi, ini yang terakhir. Aku tidak bisa terus-menerus menemui kalian.”

Senyum Selena seketika memudar, merasa tak terima dengan keputusan Damian yang tiba-tiba. “Kenapa? Istrimu cemburu padaku?”

Damian terdiam, hati kecilnya membenarkan. Jadi, sekarang ia tak memiliki tujuan lain, selain memperbaiki hubungan dengan Inara yang dirusak oleh kebohongannya. Semua ini guna melindungi pernikahannya.

“Nanti aku akan membantumu menjelaskan pada Inara kalau kita tidak ada hubungan apa-apa, tapi tolong jangan mengatakan kalau ini terakhir kali kamu ke sini. Bagaimana dengan Vano ketika ia merindukanmu? Dia hanya anak kecil yang tidak mengerti masalah orang dewasa seperti kita. Dan, bagaimana denganku jika membutuhkan bantuanmu? Kamu tau kalau aku tidak punya siapa-siapa di sini … selain kamu.” Selena mengatakan itu dengan wajah memelas, berharap Damian akan tetap selalu ada untuknya seperti belakangan ini.

“Nanti kita bicarakan lagi. Sekarang, kamu masuk dan istirahat.”

Setelah mengatakan itu, Damian buru-buru pulang ke rumah. Hanya saja, tiba di sana, ia tak mendapati istrinya berada di kamar.

Beralih ke kamar Alma, ternyata Inara berada di sana. Untungnya, karena istrinya itu masih terjaga sehingga Damian bisa masuk dan mengajak Inara bicara. “Aku mau bicara sebentar denganmu.”

Inara mengembuskan napas berat, terlihat sangat malas, tetapi tetap bangkit dari tempat tidur dan mengikuti Damian ke kamar mereka.

“Aku terpaksa ke rumah Selena tadi.” Pembelaan diri Damian meluncur saat mereka tiba di kamar.

“Kenapa lagi kali ini?” Inara bertanya dengan nada datar. Merasa sudah tak ada energi membahas masalah yang sama, berulang kali, apalagi harus marah-marah mengatakan kalau ini menyakitinya. Sebab, sudah seringkali ia mengatakan, tetapi Damian tetap melakukan seolah-olah memang tak peduli perasaannya.

“Vano merindukan momen makan malam bersama ayahnya. Jad—”

“Ya, kamu memang cocok jadi ayahnya Vano, Mas.”

Inara mengatakan itu dengan sinis membuat Damian tertegun.

Ia tahu istrinya sedang kecewa dan marah padanya, tetapi tak menyangka kalau Inara sampai melontarkan kalimat seperti itu?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Togatorop Togatorop
baru aja di baca,udh di suruh lihat iklan,menyebalkan,mana iklan nya pun susah di buka
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Extra Part

    Balon warna-warni yang dipadukan dengan dekorasi lain khas anak-anak terlihat menghiasi halaman belakang rumah megah bertingkat itu. Meja panjang berisi hidangan dan beberapa macam snack tertata dengan rapi, sementara musik riang anak-anak juga sudah mengalun pelan. Alma tampak berdiri diapit kedua orang tuanya dengan gaun putih selutut. Di kepalanya bertengger mahkota mungil yang membuatnya terlihat seperti seorang peri kecil. Senyum cerianya tak pernah berhenti terpancar. Cukup menjelaskan kalau ia sangat senang karena tepat hari ini adalah hari ulang tahunnya yang keenam. Tentu, bukan semata karena ulang tahun itu yang membuatnya senang, tetapi karena acara ulang tahunnya kali ini berbeda dari biasanya. Dulu, dia hanya merayakan bersama kedua orang tuanya, terkadang keluarga dari sang papa juga ikut merayakan, kadang juga merayakan bersama teman-teman sekolah dan para anak-anak tetangga rumahnya. Sekarang, keluarga dari sang bunda juga turut serta di hari pentingnya ini, be

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    End

    Karena tidur terlalu larut, akhirnya Inara dan Damian masih terlelap di atas ranjang ketika pagi telah menyingsing. Saling mendekap erat seakan takut kehilangan. Hingga beberapa saat kemudian, Inara mengerjap pelan. Hendak melepaskan diri dari rengkuhan sang suami, tetapi Damian justru makin merapatkan pelukan, seolah enggan membiarkan istrinya pergi. “Tidurlah kembali. Biarkan aku memelukmu sebentar lagi.” Damian mengatakan itu dengan suara serak, bahkan matanya masih setengah terpejam. Tak bisa berbuat banyak, Inara terpaksa kembali bergelung di dada pria itu. Hanya saja, ketika berusaha mencari posisi ternyaman, dia tak sengaja menoleh ke depan ranjang. Tepat saat itu, ia nyaris terlonjak begitu pandangannya tertumbuk pada bocah yang berdiri di sana dengan kedua tangan di pinggang. Wajah mungilnya cemberut. Pipinya mengembung, menunjukkan kalau ia sedang kesal, meski ekspresinya justru terlihat begitu menggemaskan. Inara langsung mendorong Damian agar melepas peluk

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 187 - Janji

    Inara yang saat ini tengah duduk santai di sofa, sesekali meneguk air minum sambil mengutak-atik ponsel ketika dikejutkan dengan sebuah sebuah lengan kekar yang tiba-tiba melingkar di pinggangnya, memeluknya erat. Dia menoleh sedikit, melihat suaminya sudah duduk di sebelahnya dan meletakkan dagu di bahunya. Embusan napasnya yang hangat bisa dirasakan menyapu kulit lehernya. “Bagaimana performaku barusan, Sayang?” suara Damian berat, sesekali mengecup bahu Inara. “Lumayan,” jawab Inara santai, sambil menahan senyum. “Lumayan?” Damian bertanya dengan nada suara yang terdengar tak terima. Ia langsung melepas tangan dari tubuh istrinya itu, lantas merebut ponsel Inara dan meletakkannya ke meja kecil di sisinya. “Kamu ini tega sekali, Sayang. Masa cuma lumayan. Padahal, aku sudah berusaha keras agar kamu merasa puas. Tau respons kamu begitu, aku bikin kamu tidak bisa jalan sekalian.” Melihat ekspresi cemberut sang suami membuat Inara menyemburkan tawanya pelan. Ia memutar

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 186 - Tergila-Gila (21+)

    “Sayang ....”Mendengar itu, Inara yang berdiri di dekat dinding kaca kamarnya langsung berbalik. Sudut bibirnya tertarik, membentuk sebuah senyuman manis ketika melihat Damian masuk ke kamar dan melangkah ke arahnya.Pria itu langsung memeluk dengan dagu diletakkan di bahunya seakan melampiaskan rindu.“Mereka baru membiarkanku menemuimu,” lirih Damian.“Mereka siapa?”“Ayah, Rafiq, dan Rafa. Mereka terus mengajakku mengobrol, padahal aku sudah ingin menghabiskan waktu bersama istriku.” Nada suara Damian terdengar setengah kesal.Ya, mereka sudah sepakat kembali menjadi suami istri semenjak beberapa jam lalu. Akad dilangsungkan di mansion keluarga Inara.Meskipun begitu, sebelumnya Damian dan ayah Inara sempat bersitegang. Di mana Pak Baskara marah pada Damian yang sudah menyia-nyiakan putrinya di masa lalu. Damian mengakui kesalahan dan menyesal, bahkan sampai berlutut di hadapan orang tua Inara meminta maaf.Ia juga berjanji untuk menebus dan memperbaiki semuanya. Ia sadar, selam

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 185 - Ingin Rujuk

    Brak! Pintu ruangan kantor Pak Baskara dibuka dengan keras oleh Inara. Ibunda Alma itu melangkah masuk menghampiri sang ayah yang duduk di kursi kebesarannya. “Inara apa-apaan kamu ini? Kenapa kamu seperti tidak punya sopan santun? Setidaknya, ketuk pintu dulu sebelum masuk?” Pak Baskara protes dengan sikap Inara yang menurutnya sudah kelewat batas kurang ajar. Hanya saja, putrinya itu tidak menjawab. Justru langsung meletakkan ponsel ke atas meja, tepat di hadapan sang ayah dengan gerakan sedikit kasar. “Sekarang, Ayah jelaskan ini apa?” tanyanya dengan sorot mata yang tajam. Pak Baskara mengernyit heran, tidak sepenuhnya mengerti ada apa? Namun, tetap mengambil ponsel di hadapannya itu dengan gerakan perlahan. Layar ponsel seketika menampilkan sebuah rekaman video yang diambil dari kamera CCTV dashboard yang sengaja dipasang Damian di mobilnya. Rekaman itu memutar ulang adegan yang terjadi beberapa saat lalu. Pak Baskara tentu mengetahui kejadian dan orang dalam rekaman itu

  • Dicampakkan Suami Setelah Mantan Kekasihnya Kembali    Bab 184 - Butuh Kamu

    Damian masih diam, ketika Inara bangkit dari duduknya. Tangannya bergetar menahan sesak yang membuncah dalam dadanya.Pandangannya sengaja dialihkan karena merasa tak sanggup menatap wajah pria yang pernah dan masih menjadi penghuni tetap di hatinya itu. “Aku harus balik ke kantor, jaga dirimu baik-baik setelah ini, Mas Dam,” ucapnya lirih, nyaris tak terdengar.Ada perasaan sedih saat mengatakan kalimat itu, seolah baru saja mengucapkan kalimat perpisahan.Inara hendak beranjak, tetapi baru satu langkah, Damian langsung mencekal tangannya. Tidak begitu kuat, tetapi juga seperti tidak ingin melepaskan.Inara menoleh cepat. Di saat yang bersamaan, Damian ikut berdiri.Ada sepercik kekecewaan yang tak dapat disembunyikan dalam raut wajahnya itu.“Aku ... tidak bisa, Ra,” katanya akhirnya, “aku tidak mau jaga jarak darimu. Dan, mungkin memang aku tidak akan sanggup untuk melakukan hal itu.”Deg.Inara ter

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status