Tanpa pikir panjang lagi, aku segera menitipkan Vian ke Mama dan bergegas ke rumah sakit. Sesampainya di sana aku langsung bertanya pada petugas rumah rumah sakit. Rupanya Ningsih sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.
Saat aku tiba di sana, seorang Dokter baru saja keluar dari ruangannya. Dokter Reza, begitu yang tertulis di tanda pengenal yang dia kenakan."Bagaimana keadaan istri saya, Dokter?" tanyaku padanya tanpa basa-basi.Pria tampan berkulit putih itu mempethatikanku sejenak."Anda suaminya?" tanyanya kemudian."Iya Dok," jawabku cepat."Pasien mengalami dehidrasi berat. Syukurlah nyawanya bisa terselamatkan," jawab Dokter itu kemudian.Aku membuang napas lega. Aku tahu Ningsih bukan wanita selemah itu, sampai begitu gampangnya tumbang hanya karena tidak makan."Jika berkenan, silahkan Bapak ikut ke ruangan saya untuk bisa mengetahui kondisi beliau dengan lebih jelas."Dokter Reza berjalan mendahuluiku, dan akhirnya aku mengikutinya menuju ruangannya."Bapak meminta istri Bapak untuk diet?" Dokter yang usianya sepertinya tak jauh dariku itu menatapku dengan netra sedikit membulat setelah mendengar penjelasanku."Iya, Dok. Berat badan istri saya sudah di luar kendali. Saya ingin dia sehat," jawabku beralasan. Tidak mungkin kukatakan padanya kalau aku ingin istriku kembali cantik dan langsing seperti dulu.Dokter Reza terlihat membuang napas."Bapak tahu kenapa badan istri Bapak berubah selama hamil dan setelah melahirkan?""Pasti karena dia tidak bisa mengontrol nafsu makan lah, Dok. Makan dia banyak," jawabku cepat. Apa lagi kalau bukan karena itu?Dokter Reza membuang napas lagi."Benar, Pak, ibu hamil dan menyusui kadang selalu merasa lapar karena nutrisi mereka diserap oleh si bayi. Tapi bukan hanya karena itu saja alasannya."Aku seketika mengernyitkan kening. Dokter ini sepertinya mengada-ngada, batinku."Ada beberapa penyebab kenapa seorang wanita mengalami kenaikan berat badan drastis setelah melahirkan, yaitu gangguan tiroid, perubahan hormon, kurang tidur, stress atau depresi."Aku tersentak mendengar ucapan dokter Reza. Memang selama ini aku tidak pernah membantu istriku menjaga anak kami saat terbangun di malam hari, tapi Ningsih tidak mungkin stress. Tidak, Ningsih tidak mungkin sampai seperti itu. Selama ini aku memberikan gaji yang lebih dari cukup untuknya setiap bulan, jadi tidak mungkin dia stress karena masalah keuangan.Ningsih sendiri lahir di keluarga sederhana, dan dia telah yatim piatu. Dia sudah terbiasa bekerja keras, jadi masalah mengurus rumah tangga tentu hal kecil baginya. Aku memang sejak awal tidak ingin mengambil ART, karena tidak suka ada orang asing di rumahku.Jadi, Ningsih tidak mungkin stress atau depresi!"Satu lagi, apa Bapak tahu kalau istri Bapak menderita tukak lambung kronis?"Lagi-lagi aku tersentak. Ningsih selama ini tidak pernah mengeluh. Atau mungkin aku yang tidak peka? Ah, aku hanya yakin Ningsih adalah wanita yang mandiri. Itu alasan utama aku menikahi dia. Aku tidak suka wanita cengeng yang hanya bisa mengandalkan laki-laki. Sedangkan Ningsih adalah tipe wanita yang tidak butuh ditanya setiap saat, sudah makan atau belum. Dia bisa mengurus semuanya sendirian."Jadi maksud Dokter istri saya tidak boleh diet?" tanyaku kemudian."Tidak, tentu saja istri Bapak boleh melakukan diet, tapi bukan dengan cara yang ekstrim. Istri Bapak mengalami mal nutrisi, artinya dia selama beberapa waktu ini melakukan diet yang ketat, bahkan hampir tidak mendapatkan asupan makanan sama sekali.Ditambah lagi istri Bapak sedang menyusui, jadi harus melakukan konsultasi pada spesialis gizi lebih dulu. Kalau tidak, akan fatal akibatnya."Aku seketika terdiam. Aku memang hanya mengikuti petunjuk dari Mbak Mei bagaimana cara untuk membuat Ningsih kembali langsing, tanpa perlu konsultasi ke Dokter."Beruntung sekali nyawa istri Bapak masih bisa tertolong. Jadi saya harap setelah ini Bapak harus lebih bisa menjaga istri Bapak lagi."Aku hanya bisa membuang napas berat. Aku tahu kalau aku bersalah karena sudah memaksanya diet secara sembarangan, tapi ini juga demi kebaikannya. Dia pasti juga malu setiap saat Mama, Mbak Mei dan para tetangga setiap hari mengejeknya karena gemuk.Saat aku berjalan masuk ke dalam ruangan Ningsih, tiba-tiba gawaiku berdering. Telepon masuk dari Mama. Aku menatap Ningsih yang netranya masih terpejam, lalu mengangkat telepon."Halo, Dicki! Kamu lama sekali sih, perginya? Vian rewel terus dari tadi! Kemana aja sih, kamu?" omel Mama dari seberang telepon."Maaf, Ma. Kondisi Ningsih ternyata tidak bagus, jadi harus dirawat inap," jawabku kemudian."Halah, alasan saja dia itu. Mana ada orang sekarat hanya karena diet? Lagian wanita kampung seperti dia pasti sudah biasa kelaparan! Jadi pasti cuma alasan dia saja!" ucap Mama lagi."Tapi, Ma ....""Pokoknya besok suruh istrimu keluar dari rumah sakit, rawat jalan saja. Biar dia tinggal dulu di rumah Mama kalau kamu tidak tega. Mama tidak sanggup merawat anak kamu terus!"Aku membuang napas. Vian memang selama ini tidak begitu dekat dengan neneknya, jadi wajar kalau dia rewel. Apalagi Vian membutuhkan asi, dan tidak biasa dengan susu formula. Apa boleh buat, akhirnya aku mengiyakan ucapan Mama.Saat menutup telepon, kulihat netra Ningsih sudah terbuka, menatap kosong ke arah langit-langit rumah sakit. Aku perlahan mendekatinya. Belum sempat mengucapkan sepatah kata, Ningsih membuang mukanya dariku."Kita pisah saja, Mas ...," ucapnya pelan.Dokter Reza membulatkan netranya, menatap ke arah Vanesa tak percaya."Tunggu apa lagi? Kalau tak segera kamu kejar, nanti dia diambil orang loh," ucap Vanesa lagi."Ta- tapi, Vanes ...." Dokter Reza masih belum mengerti apa yang dilakukan oleh Vanesa. Bukankah dia yang memintanya untuk ikut dengannya ke Singapura? Tapi kenapa ....Vanesa membuang napas, lalu tersenyum sambil menatap ke arah Dokter Reza yang masih dengan wajah kebingungannya."Kamu dan Mbak Ningsih saling mencintai, tapi kalian mengorbankan semuanya hanya karena kasihan padaku. Aku tidak butuh dikasihani," ucap nya kemudian."Bukan begitu maksud kami, Vanes," ucap Dokter Reza cepat."Sudahlah, jangan membohongi diri sendiri lagi," sahut Vanesa cepat. "Tadinya aku begitu takut kehilangan semua ingatan tentang kita. Tapi ternyata aku lebih takut hidup dalam kebohongan, dan rasa sedih kalian berdua.""Vanes ....""Tenang saja, aku yang akan menjelaskan pada Mama dan Papa, dan mereka pasti akan mengerti." Vanesa menepuk p
Vanesa menatap lekat ke arah Dokter Reza. Sungguh, ini pertama kalinya sahabatnya sejak kecil itu berkata begitu tegas padanya."Aku bukan orang jahat, Reza. Kamu mengenalku, dan aku tidak mungkin melakukannya," ucapnya kemudian.Dokter Reza terdiam mendengar ucapan Vanesa. Apa yang terjadi padanya? Dia tahu Vanesa bukan tipe wanita yang suka merendahkan orang lain. Tapi kenapa dia begitu takut Vanesa akan mempermalukan Ningsih? Dokter Reza seketika mengacak rambutnya."Sekarang jawab pertanyaanku," tegas Vanesa."Memangnya kamu punya hubungan apa sama dia, Reza?" tanyanya.Dokter Reza tersentak, lalu seketika membuang muka. Dia tak tahu harus menjawab apa."Lihat? Kamu bahkan tak bisa bilang tentang dia di depanku. Kenapa kamu jadi sok peduli?"Dokter Reza seketika menoleh, bibirnya terbuka hendak mengatakan sesuatu."Loh, ada apa ini?" Vanesa dan Dokter Reza menoleh. Nyonya Diana berjalan ke arah mereka."Tadi bukannya Ningsih yang datang? Ke mana dia?" Nyonya Diana menatap ke arah
POV Author"Jadi benar, wanita yang kamu cintai itu Ningsih, Reza?" Nyonya Diana menatap lekat ke arah putranya.Reza tak langsung menjawab pertanyaan Mamanya. Dia menatap jauh ke arah taman di depannya dengan pandangan sendu."Iya, Ma," jawabnya kemudian.Nyonya Diana memejamkan netranya, seraya memijat pelipisnya. "Astaga, Reza, kenapa kamu tidak bilang dari awal?" tanyanya, menatap sedih ke arah putra kesayangannya itu.Dokter Reza mengacak rambutnya, lalu membalas tatapan Mamanya dengan wajah sendu."Apa yang harus aku lakukan, Ma?" tanyanya. "Aku pikir kemarin bisa memberi Mama kejutan atas hubungan kami."Nyonya Diana menarik napas panjang, lalu berjalan mendekat ke arah Dokter Reza. Diusapnya rambut putra semata wayangnya itu dengan hati pedih. Baru kali ini dia melihat kedua bola mata Dokter Reza begitu sedih, begitu mematahkan hatinya.Teringat pula bagaimana dia membicarakan kedekatan antara Dokter Reza dan Vanesa di depan Ningsih. Desaigner kesayangannya itu tentu amat sak
POV AuthorDicki membaca map yang dilempar oleh ayah mertuanya itu dengan tangan gemetar. Alangkah terkejutnya dia, jika di sana Nella juga menuntut harta gono-gini setelah perceraian. Padahal harta dia yang tersisa hanya perusahaan yang sudah di ujung tanduk, hampir bangkrut."Cepat tanda tangani, Dicki! Jangan buang-buang waktu kami!" ucap Mama mertuanya lagi sambil menyodorkan bolpoin padanya."Aku tidak mau bercerai dari Nella, Ma," tolak Dicki."Kalau begitu kami akan melaporkan kamu ke pihak berwajib atas tuduhan KDRT!" sahut Papa mertuanya."KDRT?" Netra Dicki mendelik, tak percaya dengan apa yang dia dengar. "Saya tidak melakukan apapun pada Nella, Pa!"Papa mertuanya itu menarik krah baju Dicki dengan geram, lalu menunjuk ke arah pintu ruang operasi."Buka mata kamu, Dicki! Menurutmu, siapa yang menyebabkan putriku meregang nyawa sekarang, hah?" ucapnya penuh emosi. "Itu karena kamu tidak becus jadi suami!"Papa mertuanya melepaskan Dicki dengan kasar, hingga Dicki terdorong
POV Author"Maaf Pak Dicki, sepertinya kondisi Bu Nella semakin kritis, dan janin yang dikandungnya tidak mengalami perkembangan. Sepertinya kami harus melakukan operasi untuk menyelamatkan nyawa Bu Nella," ucap Dokter yang saat itu menangani Nella."Maksud Dokter ... bayi saya tidak selamat?" tanya Dicki dengan badan gemetar karena terkejut."Benar, Pak. Dari hasil tes laboratorium, selain kekurangan asupan nutrisi, sepertinya Bu Nella juga mengkonsumsi obat diet dalam dosis tinggi di tengah kehamilannya, sehingga mengakibatkan infeksi. Jadi dengan berat hati kami terpaksa mengangkat janin yang ada dalam kandungannya, untuk menyelamatkan nyawa istri Bapak.""Astaga, Dicki." Bu Yulia memeluk tubuh putranya, sambil menangis tersedu-sedu."Kami akan menyiapkan beberapa surat yang harus ditanda tangani sebelum memulai operasi. Tapi sebelumnya perlu saya sampaikan pada Bapak, jika kemungkinan setelah ini Bu Nella akan sangat sulit sekali untuk mendapatkan keturunan."Tangis Bu Yulia semak
POV AuthorSemua tamu undangan berkumpul karena melihat keributan itu. Dokter Reza mengangkat tubuh Vanesa, lalu membawanya masuk. Orang tua Vanesa juga mengikuti mereka, begitupun Ningsih yang langsung menggendong Vian dan ingin tahu keadaan Vanesa."Mohon maaf karena terjadi sesuatu di luar keinginan kami." Nyonya Diana berusaha menenangkan para tamunya. "Silahkan nikmati kembali pestanya. Kami akan segera kembali."Nyonya Diana kemudian bergegas masuk ke dalam. Beberapa orang pelayan kembali melayani para tamu, sambil menyampaikan pada mereka bahwa semuanya baik-baik saja.Dokter Reza membaringkan tubuh Vanesa di kamar tamu, lalu dengan cekatan memeriksanya. Ningsih hanya melihat dari pintu kamar dengan cemas, takut jika terjadi sesuatu pada Vanesa.Nyonya Tania juga sudah memanggil ambulan. Dia tidak bisa berhenti menangis sedari tadi."Padahal sudah kupinta padanya untuk operasi," ucapnya di pelukan suaminya.Beberapa saat kemudian, Vanesa membuka kedua matanya. Dia berusaha untu