"Tidak, Sayang. Kami masih belum resmi, jadi panggilannya masih seperti biasa," jawabku.Kendaraan roda empat yang kami tumpangi sudah hampir sampai di pusat kota. Mobil berhenti di sebuah apotik dan toko alat kesehatan yang cukup besar. “Kita berhenti di sini, Tuan?” tanya Arga. Adik kecilku memang terlihat antusias.“Iya, turun dulu yuk. Kita perlu cari alat bantu jalan buat bapak,” sahut Tuan Putra yang membuatku tertegun.Kami langsung turun dari mobil. Tuan Putra masuk ke dalam apotek sementara kami menunggu di luar saja. Lelaki itu benar-benar membeli alat bantu jalan untuk lansia atau walker.Setelah itu kami pun pergi menuju ke toko alat tulis dan perlengkapan sekolah. “Kok kesini, Tuan?” tanya Arga lagi. Adik laki-lakiku ini memang-benar-benar kritis. Banyak tanya dan rasa ingin tahunya begitu tinggi.“Iya, sekarang kamu pilih saja apa yang ingin kamu beli," jawab Tuan Putra.“Beneran, Tuan?” tanyanya dengan mata berbinar. “Iya, silakan pilih saja. Tas, sepatu, buku atau a
Part 24"Cieee ... Tuan benar-benar jatuh cinta ya sama teteh?" seru Husna yang tiba-tiba datang menggoda kami. "Mana hanphone Tuan? Sini biar saya foto," ujar gadis itu lagi. Entah kenapa Tuan Putra justru menuruti ucapan adikku. Handphone sudah ada di tangan Husna dan menggulirkannya ke bagian kamera. Persis kameramen saja dia mengatur gaya.Aku berdiri bersisian dengan Tuan Putra yang tengah menggendong Alvaro. Entah berapa kali Husna memotretku. Gadis itu tersenyum kala melihat hasil jepretannya di galeri handphone."Terima kasih ya, Husna, kamu memang adik ipar yang pengertian," ucap Tuan Putra saat melihat ponselnya. Lagi-lagi dia tersenyum.Selepas dari butik, kami segera mencari warung makan. Tapi kali ini tidak makan di tempat, melainkan dibungkus untuk oleh-oleh agar bisa makan bersama di rumah.Tak hanya makanan berupa nasi dan lauk pauknya, Tuan Putra membelikan buah-buahan serta susu dan cemilan lain.Di luar dugaanku, Tuan Putra juga membelikan aneka sembako alias baha
Part 25“Tuan, jangan nyosor dulu, kalian kan belum resmi menikah!” teguran dari Husna membuat Putra salah tingkah.Entah kenapa, nalurinya sebagai lelaki saat berdekatan dengan Hana membbuatnya tak bisa menahan diri. Seolah ada magnet yang menariknya. Setelah berpamitan pada semuanya, Putra langsung masuk ke dalam mobil.Lian, sang sopir sekaligus asisten pribadinya segera melajukan mobilnya. “Kita langsung pulang, Tuan?” “Ya.”Putra menghela napasnya dalam-dalam. Ia mengambil ponsel dan kembali menatap foto-foto yang dipotret oleh Husna. Tersenyum sejenak saat menatap Hana. Entahlah kapan tepatnya perasaan itu datang, tiba-tiba saja dadanya berdebar kencang saat tengah bersamanya. Ada gelenyar aneh saat berdekatan dengannya. Lelaki itu tersenyum sejenak, menjadikan foto bertiga itu menjadi wallpaper handphonenya. Senyuman Hana yang terlihat tulus makin membuatnya cantik.YA, setidaknya sejak mengenal Hana kehidupannya berubah menjadi lebih berwarna. Terlebih Alvaro pun sangat
Part 26"A-apa? Me-meniikah?""Apa kamu udah gak waras, Putra? Kau akan menikah dengan seorang pembantu?" seru Reni tak percaya.Bahkan Bambang pun sampai kesulitan menelan makanan. Mendadak hatinya diliputi perasaan cemburu. Kenapa bisa sang mantan istri justru akan menikah dengan Putra? "Sudah, jangan ribut. Lanjutkan makan kalian. Setelah ini, kita perlu bicara, Putra," ucap Mahesa tegas.Putra menanggapinya dengan santai. Tak peduli dengan tatapan penuh tanya para saudaranya, terlebih Mariana yang tampak begitu shock. Putra melanjutkan makannya lalu minum air putih tanpa ragu lagi.Baik Reni maupun saudara yang lainnya menatap Putra dengan heran. Masa sih seorang majikan menikah dengan pembantu, seperti cerita dongeng saja!Pagi ini diwarnai dengan ketegangan yang luar biasa, bagi yang lain, bila Putra sampai menikah dengan Hana, itu artinya sebuah musibah. Mereka tak mau keluarga Mahesa direndahkan oleh yang lain, baik partner bisnisnya maupun keluarga besan dan semua keluarga
Part 27Putra tertegun mendengar jawaban ayahnya. Ia tak percaya semudah itu mendapatkan persetujuan dari sang ayah. Dia memang tahu, almarhumah ibunya memang dari kalangan tak berada, tapi ia pikir ayahnya akan menolak seperti saudaranya yang lain. Ternyata sang ayah justru merestui, mungkin karena beliau mengingat kisah cintanya dulu dengan wanita yang menjadi ibu bagi mereka. "Terima kasih atas kebijakanmu, Ayah. Jadi, apakah Ayah bersedia menjadi saksi pernikahanku nanti?" "Kapan kau akan menikah?""Secepatnya, Ayah. Kami sudah mendaftarkan diri di KUA setempat."Mahesa dibuat terkejut oleh anaknya. Ia benar-benar tak menyangka akan menggelar pernikahan secepat itu. "Tunggu, tunggu, kenapa kamu terkesan buru-buru ingin menikah? Apa kau sudah pernah menidurinya?" tanya Mahesa dengan pertanyaan menohok. "Tidak, itu tidak benar, Ayah.""Lalu kenapa mendadak sekali?"Putra justru tersenyum. "Iya, Ayah. Aku sudah tak sabar ingin punya istri lagi. Ditemani olehnya dan--"Mendadak s
Part 28Putra tersenyum menatap Bambang yang tampak gelisah. Pria itu tak berkutik. Tubuhnya membeku, ia tak pernah menyangka Hana akan membocorkan ini semua. Seketika rasa pusing meledak di kepala. Ia takut Mariana mengetahui rahasianya. Bisa habis dia nanti."Kenapa heran? Hana sudah cerita semua tentangmu juga tentang keluargamu. Kau yang tiba-tiba menceraikannya tanpa sebab lalu tiba-tiba menikah dengan cucu orang kaya," tandas Putra sembari tersenyum kecut.Bambang hanya bisa menelan ludahnya sendiri. Karena tak ingin permaalahannya bertambah, Bambang akhirnya pamit keluar dari ruangan. Meski jantungnya berdebar dengan kencang, takut istrinya yang pencemburu itu tahu. Ia menggelengkan kepalanya perlahan. 'Tidak, masalah ini tidak boleh bocor sampai ke telinga Mariana. Aku harus menyimpannya rapat-rapat.'"Tunggu!" cegah Putra saat Bambang hendak membuka pintu. Pria itu mendekati suami sang keponakannya. "Wanita yang sudah kau ceraikan akan kubahagiakan sepanjang hidupku. Jadi,
"Hentikan ucapanmu, Reni. Namanya juga jodoh, kita tak bisa menghalangi itu!" sahut Mahesa tegas. "Tapi kan, pernikahan ini bisa dibatalkan""Tidak ada pembatalan pernikahan. Kalau Putra saja mau menjalaninya kenapa kalian mau menghalangi?"Semua terdiam, memandang sang ayah yang tampak begitu tegas. "Apa kau lupa dari mana asal usul ibumu? Mendiang ibumu yang ayah cintai juga dari keluarga sederhana, tapi ayah bisa bahagia bersamanya bahkan ibumu mempersembahkan putra putri seperti kalian. Ingat, Nak, harta ataupun tahta hanya bersifat sementara. Jangan serakah, Nak. Jangan serakah."Mahesa sebenarnya kecewa dengan anak-anak yang yang terlalu mendewakan harta. Sebenarnya itu fitrah manusia yang gampang terlena karena harta. "Kaya ataupun miskin itu sama. Asalkan dia baik dan mau menerima kekurangan dan kelebihan pasangan masing-masing. Ayah paham apa yang dirasakan Putra sekarang. Tujuannya mulia dia ingin menikah, bukan berzina. Jadi kalian harus dengar ini, tak ada lagi yang me
Part 29Tangan Mariana mengepal ia merasa kesal karena disindir oleh Hana.Mahesa tertawa lirih untuk mencairkan suasana yang tampak canggung."Maafkan cucu saya ya, dia sepertinya kurang jalan-jalan. Hahah.""Kakek! Bahkan jalan-jalanku itu ke luar negeri bukan pelosok desa seperti ini!" protes Mariana cemberut. Reni menepuk-nepuk paha Mariana biar dia berhenti berdebat. Karena orang-orang yang berada di luar tampak memperhatikannya. "Jaga sikap, Mariana. Kita orang kaya harus kelihatan anggun dan elegan!" bisik Reni di telinganya."Sudah, sudah, ayo kita makan hidangan dari tuan rumah. Menghormati mereka yang sudah susah payah dan sibuk menyambut kita," ujar Mahesa menengahi. Lelaki tua yang masih gagah dan tegas itupun mengambil salah satu kue nagasari. Dibukanya bungkus daun pisang itu lalu mengunyahnya. Ia tampak menikmatinya.Begitu juga dengan Putra. Ia mengambil salah satu kue dan memakannya. Alvaro langsung beralih dari pangkuan Hana ke pangkuan sang ayah.Mereka pun akhi