Part 44"Kamu jangan menggodaku, Hana. Atau aku akan--"Hana tertawa melihat ekspresi sang suami yang terlihat salah tingkah.Putra berdehem untuk menetralkan rasa di hati. "Siang-siang begini aku jadi pengin ngemil!" "Ngemil apa, A?""Ngemilikin kamu seutuhnya."Hana tertawa lagi. "Hahahah. Aku gak nyangka Aa bisa gokil juga, belajar dari mana kata-kata itu?""Memangnya aku gak bisa bikin kamu tertawa, hmmm?""Bukan itu, tapi ini seperti bukan Aa yang sesungguhnya.""Lho, lho, memangnya aku gimana di mata kamu?""Biasanya ekpresinya seperti ini nih, diem, datar dan dingin banget kayak kulkas," jawab Hana sambil terbahak."Hmmm begitu ya?" sahut Putra seraya menatap istrinya dengan serius."Iya, apalagi pas pertama aku datang buat kerja, ampuuun aku takut sekali. Wajah Aa galaaak, ampe aku gak berani natap. Hahah," sahut Hana lagi mengenang masa lalu."Sekarang gimana?""Sekarang Aa sudah banyak berubah, sikapnya lebih hangat dan gak kaku lagi. Aku ikut senang dengan perubahan posit
Part 45Tapi tiba-tiba orang itu justru membekap mulutnya."Hhmmmpphh!" Sekuat tenaga, Hana berontak. Ia menyikut dan mendorong tubuh lelaki itu hingga tangannya terlepas dari cengkraman. Ia bergegas pergi, tapi kakinya tersandung barang hingga ia terjatuh. Lelaki itu kembali menariknya untuk berdiri, mencekal pergelangan tangan Hana hingga wanita itu meringis kesakitan."Lepaskan aku, Mas! Kau ini apa-apaan sih! Kenapa tiba-tiba--""DIAAMM!!""Aw, Mas, sakiiit ... Mas Bambang! Lepasin aku!" teriak Hana.Bambang tak kehilangan akal, gerakannya yang cepat membuat Hana tak berkutik. Lelaki itu mencengkeram pipi Hana hingga dia mendesis kesakitan. Dan mendorong tubuh Hana hingga terpentok ke dinding."Hana, diamlah sebentar!! Ada yang ingin kukatakan!" tukas Bambang Wijaya dengan nada membentak. Tatapannya menyorot tajam membuat Hana memalingkan pandangannya. Hana tak berdaya, rasanya ia ingin menangis dan berteriak sekencang-kencangnya dan memanggil sang suami untuk datang."Jangan b
Part 46"Kamu ngomong apaan sih, Mariana!""Kamu itu mencurigakan, Mas. Kamu ada hubungan ya sama Hana?"Menyadari sikapnya yang gegabah dan hampir membongkar dirinya sendiri membuat Bambang Wijaya gelagapan. Ia mengusap tengkuknya lalu menatap Mariana dan tantenya secara bergantian. Dua wanita itu tengah memandangnya tajam penuh curiga."Tidak! Tidak ada apa-apa. Hanya saja tadi dia sempat mau menggodaku, Sayang.""Kapan? Bukankah kamu tadi habis ada urusan dari luar?""Yah itu... Aku gak sengaja bertemu dengannya. Sudahlah, lupakan saja hal itu. Dia sudah pergi dari rumah ini bukankah kehidupan kita nantinya akan lebih baik?" kilah Bambang sengaja mengalihkan pembicaraan agar Mariana tidak terus menuntutnya.Setelah mengatakan hal itu Bambang beranjak pergi menuju kamarnya. Seharusnya dia masih berada di kantor, namun karena dapat panggilan dari istrinya, dia segera pulang. "Ada yang aneh dengan suamimu, Ana. Cobalah kamu selidiki sebenarnya ada apa. Jangan telan bulat-bulat apa ya
Part 47Hana tersenyum. Sedangkan Putra masih menatapnya."Kamu capek, Sayang?" tanya pria itu sembari menggenggam tangan istrinya dan mengecupnya pelan."Iya, maaf A, aku capek banget jadi gak sadar kalau ketiduran.""Hmmm ...""Aku lupa, A, Alvaro belum makan. Tadi aku sudah masak, tapi nungguin kamu dulu. Eh malah tau-tau ketiduran.""Alvaro sudah tidur, Sayang.""Ya ampun kalau dia kelaparan bagaimana, A? Ini salahku, harusnya tadi aku langsung suapin dia!"⁰"Hei, sayang, tenanglah! Tidak apa-apa, tadi kan dia sudah makan siang dan makan biskuit, kamu gak perlu khawatir berlebihan. Kalau dia terbangun terus merasa lapar dan minta makan, barulah kau suapi dia ya."Hana mengangguk. "Aa juga pasti lapar kan, habis kerja? Ayo kita makan, A. Sayang kan aku sudah masak, mubadzir kalau dibuang.""Hmmm, boleh tapi aku mau disuapi sama kamu ya!" Hana hanya mengulum senyum dan mengangguk. Mereka berdua akhirnya makan malam bersama. "Maaf A, cuma masak ini aja.""Tidak apa-apa ini sangat
Part 48Mariana membeku, ia shock dengan penuturan Putra. Untuk beberapa jeda ia mengatur napasnya yang terasa sulit. Lalu memandang ke arah sang suami."Apa itu semua benar, Mas?" tanya Mariana pelan tapi menohok.Bambang Wijaya hanya bisa diam seribu bahasa, ia memandang ke arah Putra yang langsung meninggalkan mereka penuh kekesalan."Mas, kenapa diam saja?! Apa itu semua benar?" teriak Mariana.Lagi dan lagi Wijaya masih bergeming."Kenapa kau tidak mau menjawabnya, Mas? Apa semua itu benar?! Jadi kau menyembunyikan hal sebesar ini dariku?! Kamu sudah menipuku! Tega kamu, Mas!!" teriak Mariana lagi. Ia masuk ke dalam kamar dengan perasaan yang hancur berkeping-keping. Melihat istrinya tampak begitu marah, Wijaya pun menghampirinya setelah kembali menutup pintu kamar."Sayang, aku bisa jelaskan--""Jadi benar, kamu itu mantan suaminya Hana?""Eemmh, itu ... ya, dulu kami memang pernah menikah."Bagaikan disambar petir mendengar jawaban sang suami. "Kenapa kamu menyembunyikan hal
Part 49Wijaya tercengang dengan permintaan istrinya. "Sayang, kenapa kamu bilang seperti ini?""Ya, itu karena mamamu bilang Hana mandul. Tapi apakah sebelumnya kalian sudah periksakan masalah kesuburan pada dokter? Apa hasilnya? Benarkah Hana mandul? Kalau iya, kasihan sekali Om Putra. Dia takkan bisa punya anak lagi. Tapi kalau tidak ... aku jadi bertanya-tanya siapa tahu yang mandul itu--"Wijaya menggeleng pelan. "No no no, hal ini tidak perlu dipermasalahkan, Sayang.""Gak perlu dipermasalahkan bagaimana? Aku takut tiba-tiba kau mencampakkanku karena tak bisa memberi keturunan.""Tidak, itu tidak akan terjadi, Sayang. Tolong jangan merajuk. Aku mencintai kamu sampai kapanpun.""Bohong! Buktinya kamu masih lirik-lirik Hana.""Tidak, Sayang ... Sudahlah, mulai sekarang lupakan tentang Hana. Dia hanyalah masa lalu. Kita fokus sama hubungan kita saja."Mariana menatap wajah tampan sang suami. Meski dia mantan suami orang, terlebih pembantunya, tapi ia tak bisa menampik perasaannya se
Part 50Putra mengambil amplop undangan dari Mariana. "Farish mengundangku?" gumamnya. Tapi ia tak segera membuka undangan itu. Menaruhnya begitu saja di atas meja.Sementara itu, Putra mengerutkan keningnya menatap ke arah Reni, meraih dokumen dari tangan kakak perempuannya itu."Apa ini?"Reni justru tersenyum. "Putra, kakak iparmu sedang membutuhkan dana.""Berapa?""10 Milyar saja, Putra.""Buat apa?""Dia sedang butuh modal untuk buka usaha, Putra.""Bukankah sebelumnya sudah ada, lalu?""Usaha itu udah hampir gulung tikar, jadi mau merintis usaha baru lagi."Putra menghela napas panjang. "Ini sudah kali berapa dia seperti ini terus? Kenapa sih Mbak gak bisa tegas?""Putra ....""Mbak, setelah yang sudah-sudah mbak jual aset-aset milik ayah, jual perhiasan milik mbak dan juga almarhum ibu, untuk buka usaha baru lagi tapi hasil tetap nihil. Dan sekarang mbak ingin pinjam uang perusahaan, itu tidak mungkin, karena uang itu untuk operasional perusahaan!""Putra ....""Aku tidak bis
Part 51"Bagaimana penampilanku kali ini, A? Apa sudah pantas menemanimu di pertemuan itu?" tanya Hana yang tengah mematut dirinya di depan cermin. Ia masih memperhatikan baju yang dikenakannya. Sebuah longdress lengan panjang berwarna hitam, yang bertabur payet miyuki juga swarowski di bagian lehernya. Serta ikat pinggang bunga mawar jumbo yang melingkar di pinggang sebelah kiri.Penampilan yang sederhana dari pada dibandingkan dengan yang lain. Tapi bagi Hana, ini adalah penampilan yang paling mewah. "Cantiiik, sangat cantik ...." sahut Putra. Ia yang tengah memasang dasinya sendiri. Ia pun menghampiri ke arah sang istri yang duduk di hadapan meja rias. Putra mengecup pipi sang istri dengan lembut dan hangat. "Kamu terlihat sangat sempurna, Sayangku. Sungguh aku justru takut kalau di pertemuan itu ada yang menginginkanmu."Hana tertawa ringan. "Itu tidak akan terjadi, kan ada suamiku, sang pengusaha tampan!" jawab Hana dengan nada manja.Putra tersenyum. Ia mengecup pipi Hana la