Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 40 ) Status Pak Rafli (1)"Wah… anaknya lucu sekali, Pak. Siapa namanya?" tanyaku pada laki-laki berkemeja salur itu. Pak Rafli hanya tersenyum kecil mendengarnya. Entah mengapa pertanyaanku membuat Bu Fatma menatapku cukup lama. Dahinya pun berkerut. "Anak?" tanyanya dengan nada bingung. Lagi-lagi Pak Rafli tak menjawab, dia hanya mengulum senyumnya. Bu Fatma justru makin terlihat bingung. Tiba-tiba aku menyadari ada sesuatu yang aneh dari respon mereka. "Lho, anaknya Pak Rafli, 'kan? Namanya siapa?" Kini terdengar suara tawa yang meledak dari Bu Fatma. Aku tertegun. Tak lama, seorang wanita cantik yang ternyata satu mobil dengan Pak Rafli menyusul ke meja kami. Dia heran dengan suara tawa yang dikeluarkan Bu Fatma. "Rame sekali, Mbak. Ada apa ini?" tanya wanita yang menggenakan terusan polos warna mustard dilengkapi longcardy warna hitam. Terlihat serasi sekali untuk kulitnya yang putih. Wanita yang kuyakini istri Pak Rafli kemudian duduk t
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (41)Status Pak Rafli (2)Tak berpikir lama, aku segera mendekati Putri yang berdiri tepat di pantry. "Put. Nitip resto ya, Zoya muntah-muntah. Kalau sempat aku balik ke mari lagi, kalau tidak tolong rekapan seperti biasa," ucapku pada gadis yang sudah sangat kupercaya. Putri mengangguk dan berpesan agar aku hati-hati. Segera aku berjalan menuju parkiran dan masuk ke dalam mobil. Pikiranku kalut, khawatir sesuatu yang buruk terjadi pada anakku. Biasanya ibu tak sampai menyuruhku pulang jika ada masalah dengan Zoya. Jika sekarang aku disuruh pulang, pasti sesuatu yang gawat sudah terjadi. Aku ingat saat Zoya masih berusia sembilan bulan, anakku itu pernah panas dan kejang. Aku yang tak punya uang saat itu, dengan nekad membawa anakku ke klinik tak jauh dari rumah. Dengan sangat bodohnya aku pernah meminta Mas Galih membantuku menebus obat-obatan Zoya. Tahu apa jawaban pesannya? Dia berkata tak punya uang, karena kartu ATM-nya sekarang dipegang
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 42 ) Keluarga Tak Tahu Malu (1)Anakku sudah mulai tenang, meski masih kulihat gurat-gurat tangis memenuhi pipi mungilnya. Wajahnya nampak pucat dengan bibir yang sedikit kebiruan. Terdengar suara merintih Zoya. Aku mendekat. Kuciumi wajah cantik anakku. Kuabaikan butiran-butiran air mataku yang jatuh di pipinya. "Zoya sayang… Zoya kenapa?" tanyaku sedikit terisak. Sungguh, hatiku nyeri mendapati belahan jiwaku terbaring lemah di sana. Zoya hanya mengerjapkan mata sesekali. Suara rintihannya sudah mulai jarang terdengar. Dokter menjelaskan kondisi Zoya pada ayah dan ibu. Sayup-sayup aku mendengar dokter membawa sampel makanan yang keluar dari perut Zoya ke laboratorium. Dokter memberi harapan besok hasil sampel bisa keluar sehingga dapat dipastikan penyebab Zoya mengalami keadaan seperti ini. "Vin… ," panggil ibuku lirih. Kulihat gurat penyesalan terhambar jelas di wajah tuanya. "Maaf, Vin. Ibu lalai menjaga Zoya. Mbak Mi hari ini libur, dia
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (43)Keluarga Tak Tahu Malu (2)Setelah visitasi dokter, sore ini Zoya diperbolehkan pulang. Kondisi Zoya yang berangsur membaik membuat kami amat bahagia. Putri bungsuku sudah sudah kembali normal. Sungguh, sebagai ibu hal yang amat membahagiakan adalah melihat anak-anak sehat dan tumbuh dengan baik. Dari penjelasan dokter, Zoya keracunan es jagung yang dibelikan oleh ibuku. Jika anak-anak lain tidak mengalami reaksi berlebihan, tidak dengan Zoya. Kondisinya yang lebih sensitif membuat Zoya sangat rentan dengan bakteri yang masuk ke dalam tubuhnya. Beruntung anakku belum sampai dehidrasi akibat terlalu banyak memuntahkan makanan dan minuman dari perutnya. Ayah dan ibu sangat sigap membawanya segera ke klinik. Tentu ini menjadi perhatian kami agar lebih berhati-hati. Kuparkir mobil ke dalam garasi rumah. Ibu membopong Zoya dengan dibantu Mbak Mi membawa barang-barang yang kemarin dibawa ke rumah sakit. Zayn dan Ziyan menciumi kepala adiknya den
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 44 ) Buah dari Kesombongan (1)"Betul, Bu Mirna. Tuhan memang tak pernah tidur. Bahkan dia sudah mengirim seorang menantu dan istri yang mandul untuk dua orang mertua dan suami yang tak punya hati, lebih cepat dari perkiraanku. Bahkan dengan tidak malunya, istri mandul itu ikut-ikutan mendukung keluarga suami meminta seorang anak yang pernah tak diharapkan keluarga itu. Adakah yang lebih menjijikkan dari tingkah si istri mandul dan keluarga mantan suami itu?" Aku menyenderkan punggungku di sofa dengan gerakan pelan. Kutatap wajah bengis mereka satu per satu. Tak ada yang berani berucap lagi, terlebih Soraya. Kurasa dia amat terhina setelah kusamakan dirinya dengan sampah. "Jangan mengajariku soal merawat anak. Aku ibunya, aku tahu mana yang terbaik untuk anak-anakku. Pulanglah, aku minta maaf karena sekian kali membuat kalian malu seperti ini… .""Tutup mulut busukmu, Vinda!" teriak Soraya. Dadanya naik turun menahan emosi. Aku tersenyum mere
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karier (45)Buah Kesombongan (2)"Berhenti menyudutkan kami, Vinda. Ingatlah. Kita pernah menjadi keluarga yang saling menyayangi. Tak ada gunanya bertikai semacam ini terus menerus!" Akhirnya mantan suamiku itu bersuara. Aku tersenyum muak pada pecundang itu. "Aku sudah bersikap sangat baik pada kalian. Sekali lagi kupersilahkan kalian menemui anak-anakku. Tapi memang tak akan kuizinkan kalian membawa mereka keluar dari rumah ini, meski sebentar. Tapi permintaan kalian jauh di atas nalar manusia normal. Permintaan kalian tak bisa diterima oleh akal sehat manusia. Bahkan kalian berniat menukar uang hasil penjualan rumah dengan Zoya, yang jika kalian punya malu seharusnya kalian menyadari ada hak saya di sana. Tapi nyatanya tak ada sepeser pun uang itu masuk kepadaku. Aku sudah mengikhlaskannya. Mungkin kalian lebih membutuhkannya. Tetapi nyatanya kalian datang lagi, meminta Zoya dengan dalih kalian berhak. Berhak dari mana? Apakah kalian mengingat hak Z
Diceraikan Karena Bukan Wanita Karir ( 46 ) Penolakan Zoya ( 1)Hari ini kuputuskan membawa ketiga anakku setelah menjemput kembar dari sekolahnya. Kusinggahkan mereka di ruangan yang biasa kugunakan untuk beristirahat. Ruangan yang terletak di belakang restoran ini sudah kufokuskan sebagai tempat beristirahat saja. Sedangkan bagian belakang bangunan utama kubangun kolam ikan dimana bagian atasnya kubuat saung-saung hingga konsep restoran taman impianku terwujud. Tentu saja anak-anak sangat antusias. Mereka asyik melihat proses finishing yang dilakukan oleh beberapa tukang. Apalagi saat mereka melihat ikan koi berukuran lengan orang dewasa mulai dilepaskan di kolam yang sudah selesai pembangunannya. Ayah dan ibu sengaja kuminta untuk ikut. Aku ingin mereka menjadi saksi langkah demi langkah kemajuan restoran yang kubangun dengan berdarah-darah. Sekali lagi aku amat bersyukur, mereka sangat mendukung saat di awal-awal aku merintis usaha ini hingga bisa sebesar ini. Aku yakin, tanp
Diceraikan Karena bukan Wanita Karier (46)Penolakan Zoya (2)"Apa susahnya memberikan satu anakmu pada kami? Jangan tamak! Aku sangat muak melihat keangkuhanmu itu. Gara-gara kamu, Mas Galih berniat akan menceraikanku! Sial*n kamu, Vinda! Tak akan kubiarkan Mas Galih melakukan hal itu. Atau kamu… kamu yang menyuruhnya menceraikanku, agar kamu bisa kembali ke pelukannya?" tuduh Soraya dengan teriakan tanpa ampun. Tangannya memegang erat pergelangan tanganku. Malu sekali, bahkan kulihat bisik-bisik pada tamuku. Tentunya tidak semua pelanggan tahu kisah pribadiku. "Jangan gila kamu, Soraya. Kamu lupa dimana kamu sekarang?" ujarku masih berusaha mengulurkan sabar. Bagaimanapun aku masih punya malu untuk tidak ikut berteriak seperti yang Soraya lakukan. "Vinda. Tolong. Jangan membuat rumah tangga anakku berantakan. Berikan Zoya, maka apapun yang kamu minta akan kami turuti." Tiba-tiba wanita angkuh nan tak punya hati itu bersimpuh di hadapanku. Ya Allah… Lagi-lagi anakku yang menjadi a