Share

Datang Bulan

Gabriel dan pak Ruslan sudah berada di dalam kamar, mereka hanya memakai handuk saja, perlahan Gabriel berbaring kemudian pak Ruslan ikut berbaring di atas tubuh Gabriel dengan posisi yang hendak push up.

"Gabriel kamu sudah siap?" Pak Ruslan bertanya sambil memandangi wajah Gabriel.

"Eumm, heu eum," jawab Gabriel menganggukkan kepalanya.

Mendengar jawaban Gabriel pak Ruslan perlahan mendekatkan wajahnya ia melihat bibir mungil Gabriel yang imut, bibir menjadi sasarannya, saat dekat semakin dekat dan sedikit lagi sampai bibir mereka bertemu.

"Ahh papa!" Gabriel agak berteriak.

"Ada apa sayang? Papa belum melakukan apa-apa," ujar pak Ruslan yang kaget dengan teriakan Gabriel.

"Maaf pa, perut aku rasanya sakit sepertinya aku datang bulan," jawab Gabriel sambil memalingkan muka karena malu.

"Ya sudah gak papa, kamu cek dulu ke kamar mandi, papa mau nyuruh bi Ita untuk membeli pembalut," ujar pak Ruslan seraya berdiri dan turun dari ranjang.

"Maaf ya pa," ucap Gabriel pelan.

"Kamu gak perlu minta maaf, bukan salah kamu juga, papa pergi dulu ya nanti kita makan malam bersama," ujar pak Ruslan kemudian pergi dari kamar Gabriel dengan memberikan sebuah kecupan lembut di kening Gabriel.

Gabriel pun segera pergi ke kamar mandi dan benar saja, ia sedang datang bulan tak lama kemudian bi Ita masuk ke kamar Gabriel, Gabriel meminta bi Ita memberikan pembalut nya ke kamar mandi, karena ia masih berada di kamar mandi.

"Non boleh bibi bertanya?" tanya bi Ita setelah Gabriel keluar dari kamar mandi.

"Ehh bi, bentar ya aku pakai baju dulu," ujar Gabriel seraya mengambil piyama dari dalam lemari.

Setelah ia selesai berpakaian, ia menghampiri bi Ita yang sedang menunggunya di luar pintu kamar.

"Bi, ayok masuk kita bicara di dalam kamar aja," ajak Gabriel.

"Mohon maaf sebelumnya non, bibi gak bermaksud lancang atau ikut campur urusan non Gabriel, bibi cuma penasaran," ujar bi Ita setelah berada di dalam kamar, duduk berdua dengan Gabriel.

"Penasaran apa bi?" Gabriel terheran-heran.

"Eum anu, non, kan non sama anak tiri tuan Ruslan itu udah satu tahun nikah katanya non juga gak pake apa-apa gak di KB gak pake pil juga, tapi kenapa non masih menstruasi? Kan biasanya kalau gak pake apa-apa kemungkinan besar kehamilan jadi sangat mudah," jelas bi Ita karena penasaran.

"Eum sebenarnya, aduh malu bi mau bilangnya," ujar Gabriel malu.

"Gak usah malu non, lagian kita kan sama-sama perempuan," bujuk bi Ita.

"Jadi sebenarnya sejak kami menikah kami belum pernah melakukan hubungan suami istri, sampai saat ini aku masih perawan bi, awalnya aku gak tahu kenapa Jhonatan gak pernah nyentuh aku, kemudian...." Jelas Gabriel terhenti.

"Kemudian apa non?" tanya bi Ita semakin penasaran.

"Kemudian aku menemukan penyebab nya, ternyata Jhonatan masih berhubungan sama mantannya bi, bahkan dia sendiri mengakui bahwa ia sering berhubungan intim dengan mantannya," lanjut Gabriel.

"Ya ampun non, bibi gak nyangka dia bisa berbuat seperti itu, tapi sebelum kalian menikah bibi tahu satu hal, bahwa Jhonatan ingin menikahi kekasihnya namanya Dina kan?" Sambung bi Ita.

"Bibi tahu?" Gertak Gabriel kaget.

"Iya, bibi tahu mereka ingin segera menikah namun tuan Ruslan tidak merestui hubungan mereka, akhirnya tuan Ruslan memutuskan untuk menjodohkan Jhonatan sama anak yang ada di panti, ternyata anak yang di maksud itu adalah non Gabriel."

"Tuan Ruslan pikir, dengan cara itu bisa membuat Jhonatan terlepas dari Dina, karena tuan Ruslan tahu betul bagaimana sosok Dina itu bahkan saat kedua orangtuanya Dina meninggal tuan Ruslan juga tahu," jelas bi Ita.

"Iya tah? Tapi pada kenyataannya mereka masih berhubungan bi," ujar Gabriel dengan nada kecewa.

"Tapi non, selama kalian non menikah sama Jhonatan, apa non punya perasaan terhadap nya? Apa non udah cinta sama Jhonatan, bagaimana perasaan non?" tanya bi Ita yang blak-blakan.

"Eumm, rasanya hambar bi, aku hanya menjalani hidup aja mengikuti alurnya, aku gak punya perasaan apa-apa sama Jhonatan," jawab Gabriel.

"Oh itu lebih baik non, lagian lelaki bejat kayak dia gak pantes buat non, apalagi non ini udah cantik, baik, seksi pula, sayang banget kalau di kasih cuma-cuma sama dia," ujar bi Ita sambil menepuk bahu Gabriel.

"Ahh bibi bisa aja," balas Gabriel.

"Ya sudah, makasih non udah mau cerita sama bibi, bibi udah masak tuh ayok segera ke bawah untuk makan malam," ajak bi Ita kemudian keluar duluan dari kamar Gabriel.

Gabriel merasa lega karena bisa bercerita kepada seseorang atas rasa sakit hatinya, ia pun turun ke bawah untuk segera makan malam.

Pak Ruslan sudah duduk menunggu kedatangan Gabriel, setelah Gabriel tiba.

"Gimana? Apa perut kamu masih terasa sakit?" tanya pak Ruslan.

"Masih pa, ya namanya juga hari pertama datang bulannya," jawab Gabriel malu.

"Eum, ini nanti kamu minum ini semoga saja rasa sakitnya mereda" ujar pak Ruslan sambil memberikan sebuah paper bag yang entah isinya apa.

"Ini apa pa?" tanya Gabriel.

"Nanti kamu buka aja setelah makannya selesai," jawab pak Ruslan.

"Oh ok kalau gitu hehee, makasih pa," balas Gabriel dengan cengengesan.

Pak Ruslan tersenyum bahagia melibat tawa tipis dari Gabriel, mereka pun makan bersama dengan sangat lahap.

"Gabriel apa setiap kali kamu datang bulan rasanya selalu sakit?" tanya pak Ruslan sambil mengunyah.

"Iya pa," jawab Gabriel singkat sambil mengunyah juga.

"Apa yang biasa kamu lakukan untuk meredakan rasa sakitnya?" tanya pak Ruslan lagi.

"Eum biasanya aku mengelus-elus perut aku sambil menekan-nekan lembut memakai botol yang berisikan air hangat, biasanya itu membuat keluarnya banyak jadi rasa sakitnya agak mereda," jelas Gabriel walaupun sebenarnya ia malu mengatakannya.

Pak Ruslan mengangguk-angguk setelah mendengar jawaban Gabriel. Merekapun melanjutkan makan malamnya, sambil Gabriel berpikir.

"Kenapa papa bertanya seperti itu? Dan kenapa juga papa menanyakan hal yang seperti ini? Apa dia punya rencana?"

Setelah selesai makan, Gabriel kembali ke kamar akan tetapi paper bag yang tadi di ambil oleh pak Ruslan.

"Paper bag nya biar papa yang bawa, sekalian antar kamu," ujar pak Ruslan.

"Gak usah pa, gak papa," balas Gabriel seraya merebut paper bag yang di bawa pak Ruslan.

"Eum ya udah, nanti kalau ada apa-apa kamu tinggal hubungi papa aja ya," ujar pak Ruslan.

Gabriel hanya mengangguk kemudian naik ke atas untuk pergi ke kamarnya, setelah tiba ia duduk di atas kasur sambil membuka paper bag.

"Ehh ini kan obat pereda nyeri haid, kok papa bisa tahu ya? Eumm udah lah aku minum obatnya mudah-mudahan rasa sakitnya mereda," ucap Gabriel sambil menelan obatnya.

Ia pun berbaring, merasakan bagian bawah perutnya terasa melilit, semakin lama rasa sakitnya semakin menjadi-jadi, namun hari sudah larut malam, ia ingin menghubungi pak Ruslan namun takut menganggu jadinya ia hanya berguling ke sana ke mari menahan rasa sakit.

Akan tetapi di tengah rasa sakitnya, tok! Tok! Tok! Suara ketukan pintu di depan kamar Gabriel.

"Si, sia, siapa?" tanya Gabriel yang terbata karena rasa sakit di bagian bawah perutnya.

"Ini papa, apa papa boleh masuk?" Jawab pak Ruslan.

"Iya pa, masuk aja Pintunya gak aku kunci kok," timpal Gabriel sambil membungkuk di atas kasur.

Pak Ruslan pun masuk dengan membawa sebotol air hangat, ia duduk di sebelah Gabriel, ia melihat Gabriel yang terbungkuk menahan rasa sakit.

"Gabriel, berbaringlah dengan benar," ujar pak Ruslan.

"Sakit pa," jawab Gabriel.

Pak Ruslan dengan lembut membalikan tubuh Gabriel yang terkaku membungkuk.

Gabriel berbaring terlentang sambil memegang perut bagian bawah nya.

"Maaf," ucap pak Ruslan seraya meletakan botol yang berisikan air hangat ke bagian yang sakit.

"Tenang, papa di sini, apa obatnya sudah kamu minum?" tanya pak Ruslan.

"Sudah pa, tapi rasanya semakin sakit," jawab Gabriel.

"Mungkin kamu tidak cocok meminum obatnya, maaf papa pikir kalau kamu meminum obat itu rasa sakitnya akan mereda," jelas pak Ruslan.

"Gak papa pa, bukan salah papa juga, lagian ya aku memang gak pernah minum obat ini kalau lagi haid," ujar Gabriel sambil memandangi wajah pak Ruslan.

Pak Ruslan mengelus-elus lembut kepala Gabriel sambil menggulingkan botol ke atas ke bawah di bagian perut Gabriel.

"Maaf pa, aku jadi ngerepotin papa," ujar Gabriel merasa tidak enak hati.

"Gak papa, karena papa yang membawa kamu ke sini, maka kamu adalah tanggung jawab papa," jawab pak Ruslan dengan tersenyum.

Gabriel tersenyum, ia memandangi wajah pak Ruslan yang terlihat sangat tampan, ia merasa kasihan dengan pak Ruslan mengenai masa lalu yang di ceritakan oleh bi Ita.

Kemudian ia bertanya.

"Papa? Apa papa merasa kesepian?"

"Tidak, bagaimana papa bisa kesepian kalau ada kamu di sisi papa," jawab pak Ruslan yang masih mengelus-elus kepala Gabriel.

"Kalau gak ada aku?" lanjut tanya Gabriel.

"Tentu saja, papa sangat kesepian semenjak kepergian istri papa," jawab pak Ruslan.

"Papa pasti sangat sedih, melihat istri papa meninggal dengan hal yang tak terduga," ujar Gabriel keceplosan karena ia tahu masa lalu pak Ruslan.

"Maksud kamu? Bagaimana kamu tahu istri papa meninggal dengan hal yang tak terduga?" Tanya pak Ruslan kaget.

Gabriel terdiam, ia tidak sengaja mengatakan hal itu, ia tidak bermaksud mengungkit rasa sakit mertuanya.

"Gabriel? Apa kamu tahu istri papa meninggal karena keracunan?" tanya pak Ruslan lagi.

Gabriel hanya mengangguk. Pak Ruslan masih mengelus-elus perut Gabriel dengan sebuah botol tadi.

"Papa, aku minta maaf, aku tidak bermaksud mengungkit trauma papa," ujar Gabriel merasa bersalah.

"Kami gak perlu minta maaf, syukurlah kalau kamu sudah tahu tadinya papa ingin papa sendiri yang memberi tahu kamu, karena bukan papa yang ngasih tahu kamu, pasti kamu tahu dari bi Ita kan?" tanya pak Ruslan.

"Iya pa, aku penasaran sama masa lalu papa kenapa papa bisa duda? Aku bertanya pada bi Ita dan akhirnya bi Ita menceritakan semuanya karena aku memaksa," jawab Gabriel.

"Semuanya? Benarkah? Apa saja yang kamu tahu?" Tanya pak Ruslan.

"Banyak, tentang Jhonatan, tentang kedua istri papa dan tentang Tio juga," jawab Gabriel.

"Papa pasti sangat terluka dan sangat sedih waktu itu, pasti papa sangat-sangat terpuruk," sambung Gabriel.

"Gabriel, papa tidak se menyedihkan itu walaupun jalan hidup papa sangat rumit," jawab pak Ruslan seraya mengecup lembut kening Gabriel.

Gabriel tersenyum, pak Ruslan sama sekali tidak marah Gabriel menggali masa lalunya, ia menatap Gabriel dengan sangat dalam.

"Apa rasa sakitnya sudah mereda?"

"Iya pa, sudah mendingan," jawab Gabriel.

Pak Ruslan berhenti mengelus, ia berbaring di samping Gabriel seraya berkata.

"Kalau gitu kamu harus segera tidur, atau mau papa temani tidurmu malam ini?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status