Bab 36Lanjutan Penggerebekan"Tenang Ibu-ibu semuanya! Tenang! Harap tenang! Kalau kalian nggak tenang, gimana saya mau mikir!" pinta Pak Kades Luqman. Karena emak-emak yang tadinya mau ngerujak, pada nggak jadi. Memilih berlalu menuju ke rumah Pak Kades. "Kami nggak bisa tenang, Pak Kades! Kami malu! Mualuuuuu mual dan malu!" balas yang lainnya. Mereka semua ada di halaman depan rumah Pak Kades. Persis orang demo yang sedang meminta haknya. "Hooh! Tenang gimana? Kayak gini nggak bisa tenang! Udah ngalah-ngalain ketemu Bank Titil yang nagih hutang tiap hari!" sahut yang lainnya. "Kami tenang kalau Arsilla dan Anton di usir dari desa ini. Mereka meresahkan! Takut suamiku nanti di goda saam Arsilla!""Setuju! Mereka memang meresahkan! Bukan hanya suami kita woy, tapi yang punya anak gadis juga resah, takut di godain sama Anton!""Iya betul! Dahlah ... nggak usah mikir lama-lama lagi Pak Kades, useeeerrrrrrr! Useeerr! Useeerr!" balas yang lainnya dengan nada suara tak kalah ngegas.
Bab 37Dendam MembaraDengan di bantu Tamam akhirnya Pak Luyo mengangkat istrinya. Malu tak malu, Pak Luyo meminta bantuan pada Tamam, walau Tamam sudah menjatuhkan talak kepada anaknya. Tamam saat ini memang marah sama Arsilla. Tapi dia sama sekali tak marah dengan orang yang telah melahirkan dan membesarkan perempuan yang telah memberikannya satu anak itu. Sebenarnya malu sekali Pak Luyo meminta bantuan kepada Tamam. Tapi dia tak tahu lagi mau minta tolong sama siapa. Bu Anna digeletakan di sofa hotel ini. Bu Laila dan Razmi mendekat. Ikut cemas juga dengan keadaan Bu Anna. "Adakah yang bawa minyak kayu putih?" tanya Pak Luyo. Dia sangat cemas memikirkan keadaan istrinya itu. "Saya kebetulan bawa minta kayu putih," jawab Bu Laila. Tanpa diminta lagi, Bu Laila segera mengeluarkan minyak kayu putih dari dalam tasnya. "Ini, Pak!" ucap Bu Laila seraya menyerahkan minyak kayu putih itu kepada Pak Luyo. Dengan cepat Pak Luyo menerima minyak kayu putih yang telah disodorkan itu. "Te
Bab 38Membabi Buta. "Bu, maafkan Arsilla!" ucap Arsilla seraya menundukan kepalanya. Tak berani dia menatap ke arah ibunya. Bu Anna pun juga sama. Tak mau juga menatap ke arah anaknya. Rasa kesal sangat menyelimuti. Bu Anna sudah siuman. Sekarang sudah ada di rumahnya sendiri. Semua yang lain juga sudah pulang. Masih dengan perasaan yang sama, berkemelut hebat. "Kenapa kamu ke sini?" tanya Bu Anna dengan nada suara ketus, kesal dan kecewa. Jadi satu. Arsilla menelan ludah sejenak. Sesak dadanya mendengar ibunya ngomong seperti itu. Pak Luyo memijat tangan istrinya. Diam. Tak mau menatap ke arah anaknya juga. Sama juga, rasa kecewa dan menyesal jadi satu. Melihat wajah anaknya, masih berkelebat bayangan saat penggerebekan tadi. "Tega kamu berbohong sama Ibu, Silla! Kamu bilang mau ke sekolahan Nabilla. Ternyata kamu malah berbuat mesum sama lelaki yang bukan suamimu! Kamu bilang Tamam memilih kerjaan dari pada datang ke sekolah Nabilla, ternyata kamu bohong!" ucap Bu Anna lagi. B
Bab 39Kelabakan"Nduk, makan dulu!" pinta Bu Laila kepada anaknya. Razmi. Sejak kejadian itu, Razmi memang belum makan. Tatapan matanya kosong. Bu Laila sengaja datang ke rumah Razmi. Untuk mengurus cucu-cucunya. Karena dia tahu, kalau Razmi sedang tak fokus pikirannya. "Razmi nggak lapar, Bu!" jawab Razmi pelan. Tapi masih cukup terdengar jelas di telinga Bu Laila. Bu Laila menelan ludah sejenak. Mengatur napas yang ia rasa sesak. "Kamu belum makan, Nduk! Makan dulu, ya! Perutmu itu harus diisi! Jangan sampai kamu sakit, kasihan anak-anakmu!" balas Bu Laila pelan. Memberikan penjelasan dengan pelan ke arah anaknya. Razmi menarik napasnya kuat-kuat, berharap bisa mengeluarkan batu besar, yang ia rasa sedang bersarang di dadanya. "Nggak lapar, Bu!" balas Razmi lirih. Air matanya sesekali masih bergulir. Karena panasnya hati, menyatu ke area mata. "Paksa makan, ya! Ibu ambilkan, walau sedikit harus tetap diisi!" ucap Bu Laila, masih kekeuh memaksa anaknya itu, agar mau makan. "
Bab 40Kena Mental"Mbak Tarfi'ah!" ucap Tamam terlebih dahulu. Tarfi'ah juga makan di luar. Dia pesan mie ayam. "Tante," sapa Nabilla juga. Seketika Tarfi'ah menoleh ke arah Tamam dan Nabilla. Melihat mereka, seketika Tarfi'ah terkejut, kemudian memaksakan mengulas senyum. "Hai, ngapain?" sapa dan tanya balik Tarfi'ah. Hanya basa-basi saja. Walau tahu tujuan mereka ke situ jelas untuk cari makanan. "Laper, Tante, mau makan!" jawab Nabilla. Tarfi'ah mengedarkan pandang. Ingin tahu mereka datang berdua saja atau bertiga. Bersama Arsilla atau tidak tentunya. "Ayah, kita duduk satu meja sama Tante Fiah, ya!" ucap Nabilla. Tamam seketika mengulas senyum. Kemudian dengan pelan Tamam menganggukkan kepalanya. "Boleh, Sayang!" balas Tamam pelan. Ia usap kepala anaknya. Nabilla mengulas senyum dengan polosnya. "Iyes!" balas Nabilla senang. Kemudian dia segera memilih kursi yang ingin dia duduki. Pun Tamam. Juga duduk di sebelah anaknya. Tarfi'ah terdiam sejenak. Hatinya merasa tak enak
Bab 41Rasa Malu itu"Arsilla ke mana lagi?" hanya Pak Luyo kepada istrinya. Bu Anna hanya bisa menghela napas panjang. Kemudian menggelengkan kepalanya dengan pelan. "Entahlah, Pak, Ibu nggak tahu," jawab Bu Anna. Nada suara lirih, tapi masih terdengar jelas di telinga Pak Luyo. Mereka ada di kamar sekarang. Pak Luyo menatap langit-langit kamarnya. Memakai selimut dan jaket. Kejadian itu, cukup membuat ketahanan tubuhnya down. Bu Anna duduk di tepian ranjang. Duduk di sebelah suaminya. Ketahanan tubuh Bu Anna lebih kuat dibandingkan dengan suaminya. Tapi, masalah hati tetap sama. Terluka. "Anak itu semakin hari, semakin menjadi. Bapak kira kejadian pertama dulu itu, membuat dia insyaf, tapi justru menjadi! Ya Allah ... astagfirullah ...." ucap Pak Luyo, sorot matanya masih fokus ke langit-langit kamarnya. Bu Anna hanya bisa menghela napas panjang. Dia pun juga sama, sama berpikiran seperti suaminya itu. "Ibu pikir juga gitu, Pak, ternyata salah. Ternyata malah semakin menjadi! E
Bab 42Jalur Hukum"Sayang, agak cepat makannya, ya! Kita pulang!" pinta Tamam kepada anaknya. Nabilla sedikit mengerutkan kening mendengarnya. Menatap ke arah Tamam dengan tatapan yang penuh dengan tanda tanya. "Papa udah selesai, ya?" balas Nabilla. Tamam menganggukkan kepalanya pelan. Nabilla menghela napasnya sejenak. Ya, sengaja Tamam mempercepat makannya. Karena hatinya pun tak enak. Dia juga malas jika Arsilla datang ke tempat dia makan mie ayam ini. Selain malas melihat orangnya, juga malas ribut juga. Karena Tamam tahu, pasti akan terjadi ribut jika ketemu dengan Arsilla, karena hati masih sama-sama panas. Jadi lebih baik menjauhi, seperti itulah pemikiran Tamam. Apalagi ini sedang di tempat ramai. "Agak di cepatkan makannya, ya! Papa ada urusan, nggak apa-apa, kan?" tanya dan pinta Tamam hanya untuk alasan. "Iya, Pa, nggak apa-apa, kok," jawab Nabilla nurut. Dia pun tak banyak tanya juga. Tak mau tahu juga urusan papanya apa. "Walau cepat-cepat, tapi makannya tetap hat
Bab 43Tak Merasa"Aku kayaknya nggak usah pulang dulu, deh, kalau aku pulang terus Mas Tamam dan Nabilla pulang juga, tiba-tiba Mbak Silla datang bisa bahaya ini. Lebih baik aku ke toko buku ajalah, sekalian beli novel," ucap Tarfi'ah ngomong sendiri. Dia masih di motor sekarang. Dia memang masih ragu mau pulang. Pikiran dan hatinya pun masih belum tenang. Yang ada dibenaknya sekarang, justru wajah Arsilla yang lagi mencak-mencak ngelabrak dia. Akhirnya Tarfi'ah mengambil keputusan untuk pergi ke toko buku. Karena dia benar-benar belum tenang, jika harus pulang ke rumahnya. Pikiran jelek terus melintas. Cukup membuatnya tak nyaman. Dengan santai, Tarfi'ah mengendarai motornya. Menuju ke toko buku. Selain itu, dia juga mau menenangkan diri. Menenangkan hati dan pikirannya. Agar tak berkemelut hebat. "Mudah-mudahan tak ada masalah lagi dengan Mbak Arsilla. Nggak nyaman banget rasanya!" ucap Tarfi'ah dalam hati, dengan mata terus menatap fokus ke jalanan. **************************