LOGINRiyon masih mematung saat ingatan malam itu berputar dalam kepala. Tentu ia masih mengingat dengan jelas wajah wanita yang menikmati malam panas dengannya.
“Riyon … Riyon? Ada apa?” Riyon tersentak saat suara Rahayu menginterupsi pendengaran. Ia pun segera melanjutkan langkah dan duduk di kursi kosong dekat kursi yang ibunya duduki dan berhadapan dengan Nina. Nina menundukkan kepala. Senyuman dan wajah hangat yang sebelumnya ia tunjukkan, kini lenyap entah ke mana dan Ash menyadarinya. “Nin, ada apa? Kau baik-baik saja?” tanya Ash dengan memegang bahu Nina. Dan ia pun terkejut merasakan bahu Nina sedikit bergetar. “Ri, kenalkan. Dia Nina, calon istri adikmu,” ujar Rahayu memperkenalkan Nina. Riyon hanya diam. Ia bahkan tak mengalihkan pandangan dari Nina. Ia tak percaya, dunia ini begitu sempit. Tak ada yang mengira, wanita yang menghabiskan malam dengannya adalah calon istri adiknya. “Nina, ini kakakku, Riyon. Dan Kak, ini Nina, calon istriku,” ujar Ash memperkenalkan Nina. Nina tak berani mengangkat kepala. Situasinya membuat kepalanya serasa mau pecah. Siapa kira, ayah dari anak yang dikandungnya adalah kakak dari pria yang akan menikahinya. Ash semakin merasa aneh dengan sikap Nina, membuatnya kian cemas. “Nin, kau baik-baik saja?” Rahayu dan Salim saling melempar pandangan sekilas, seperti sama dengan Ash, merasa penasaran dengan sikap Nina. Rahayu bangkit dari duduknya dan menghampiri Nina. “Nina, kau baik-baik saja? Apa terjadi sesuatu? Perutmu tidak enak? Atau kau merasa mual?” tanyanya penuh perhatian. Ia pikir mungkin saja Nina merasakan semua itu mengingat ia sedang hamil muda. “Bawa dia ke kamarmu, Ash. Mungkin Nina butuh istirahat. Wanita hamil memang lebih cepat lelah, bukan?” Riyon menoleh pada sang ayah. “Dia … hamil?” “Apa maksudmu, Ri. Tentu saja, bukankah ibu sudah memberitahukannya padamu kemarin?” Riyon terdiam sesaat. Dan saat Ash membantu Nina berdiri untuk dibawanya beristirahat, pertanyaan Riyon menghentikannya. “Berapa bulan?” Pertanyaan Riyon membuat suasana ruang makan semakin berbeda. Suasana yang sebelumnya hangat dan menyenangkan sebelum kedatangannya, menjadi dingin dan semakin dingin dengan pertanyaan yang terlontar dari mulutnya. “Kurang lebih … satu bulan,” jawab Ash. Tubuh Riyon menegang. Kejadian waktu itu juga terjadi satu bulan yang lalu. Mungkinkah … mungkinkan anak yang dikandung Nina adalah hasil dari benihnya malam itu? Sebab, ia masih ingat dengan jelas, Nina masih perawan. Dirinya lah yang mengambil keperawanan Nina. Riyon tak bisa mengalihkan pandangannya dari Nina dan entah kenapa ia merasa bahwa dirinya lah ayah dari anak yang dikandungnya, bukan Ash. Sikap yang Nina tunjukkan seolah menunjukkan semuanya. “Bayi yang kau kandung, adalah anakku?” Semua orang terkejut dengan pertanyaan yang terucap dari mulut Riyon. Sementara, tubuh Nina tampak kaku. Ia juga terus menunduk tak berani mengangkat kepala. “Ri, apa maksudmu?” tanya Rahayu menatap putra sulungnya dengan pandangan tak terbaca. Sementara itu, wajah Ash telah pucat. Ia yakin kakaknya tak mungkin asal bicara dan itu artinya, pria yang menghamili Nina adalah kakaknya. Jika benar kakaknya adalah ayah dari calon bayi di rahim Nina sekarang, bagaimana dengan rencana pernikahannya? “Jadi, kakak adalah … pria itu?” tanya Ash dengan suara bergetar. Ia kemudian bertanya pada Nina agar semuanya lebih jelas. “be- benar dia orangnya, Nin? Benarkah pria itu adalah kakakku?” Pertanyaan Ash pada Nina membuat kedua orang tuanya tak mengerti, membuat keduanya berada dalam kebingungan yang pasti. Nina berusaha mengangkat kepala. Sambil meremas tangan Ash, ia mengangguk pelan diiringi dengan derai air mata. Andai saja Nina tahu pria itu adalah kakak Ash, ia tak akan menerima lamarannya. Ia lebih baik membesarkan anaknya sendiri bahkan pergi dari kehidupan Ash. Petir seolah menyambar Ash, membuat sekujur tubuhnya kaku dengan wajah semakin pucat. Kakinya bahkan hampir tak bisa menopang berat tubuhnya. “Ash, apa maksud semua ini? Riyon, cepat jelaskan pada ibu, apa yang sebenarnya terjadi!” tuntut Rahayu. Apa yang ia dengar menimbulkan pikiran yang tak dapat dijelaskan, membuatnya berpikir yang tidak-tidak. *** Beberapa saat kemudian, satu keluarga telah duduk di ruang tengah membicarakan masalah yang terjadi. Riyon sudah menjelaskan semuanya, mengatakan kesalahan semalam yang terjadi waktu itu bersama Nina. Begitu juga Ash, ia mengakui kebohongannya, berkata sebenarnya bahwa ia ingin menikahi Nina karena cintanya, tak peduli Nina hamil anak orang lain. Sementara, Nina tidak ada di sana, ia berada di kamar Ash. Setelah ketegangan yang terjadi di ruang makan sebelumnya, Salim menyuruhnya menenangkan diri sementara. Rahayu memijit kepala yang terasa berdenyut-denyut. Siapa yang mengira takdir akan begitu rumit. Kedua putranya memiliki benang tak kasat mata dengan satu wanita yang sama. “Setelah semua ini terjadi, apa yang kau pikirkan, Riyon? Harusnya waktu itu kau tidak meninggalkannya begitu saja.” Bariton Salim terdengar memenuhi ruangan. Sama halnya dengan sang istri, ia juga tak mengira kejadian ini terjadi di keluarganya. “kau kira hanya dengan meninggalkan uang dapat menyelesaikan segalanya? Jika kau tahu itu yang pertama untuknya, harusnya kau tahu dia bukan pelacur.” Hati Ash seperti diiris mendengarnya. Membayangkan kakaknya yang menanam benih di rahim Nina. Kenapa harus kakaknya? Riyon hanya menundukkan kepala. Ia tidak bisa berpikir dengan benar hari itu. “Sekarang, apa yang akan kalian lakukan?” tanya Rahayu yang tak bisa mengambil keputusan. Ia tahu cinta Ash pada Nina pastilah begitu besar, jika tidak, tak mungkin dia sampai mengorbankan dirinya. Namun, bagaimanapun anak dalam perut Nina adalah anak Riyon, kakak Ash sendiri. “Aku akan menikahinya.” “Aku akan tetap menikahinya.” Dua saudara itu berucap bersamaan dan saling menoleh setelahnya. Riyon tak akan membiarkan Ash menggantikan dirinya, menanggung apa yang harusnya menjadi tanggung jawabnya. Sementara, Ash tetap pada pendirian dan keinginannya. Rasa cintanya yang besar dan tulus pada Nina membuatnya tak ingin kehilangannya. Salim memijit kepalanya yang serasa mau pecah. Siapa kira bukan hanya masalah pekerjaan yang membuatnya seakan ingin berteriak, tapi menghadapi masalah dan situasi seperti ini. Namun, bagaimanapun harus ada solusi, jika tidak Nina yang akan jadi korban di sini. Salim menghela napas panjang sebelum akhirnya ia mengambil satu keputusan. “Ayah tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah ini, tapi … Ash, bagaimanapun anak yang Nina kandung adalah anak kakakmu. Biarkanlah kakakmu bertanggung jawab.” Mata Ash melebar, ulu hatinya serasa terbakar. Apa yang ayahnya katakan sudah jelas memintanya mengalah, memintanya melepas Nina untuk kakaknya. Salim sudah mempertimbangkan apa yang ia sampaikan. Meski Ash mencintai Nina, tapi dia berhak bahagia tanpa menanggung beban tanggung jawab yang harusnya menjadi kewajiban kakaknya. “Ibu tahu kau sangat mencintai Nina, Ash, tapi … ayahmu benar. Anak yang Nina kandung adalah anak Riyon.” Ucapan ibunya membuat Ash semakin kecewa, membuatnya semakin merasa ini tak adil untuknya. Ia yang sudah lama mengenal Nina dan mencintainya, kenapa harus menikah dengan kakaknya? Padahal ia dengan rela menerima kehamilan Nina tak peduli siapa pria yang telah menanam benih di rahimnya, bahkan meski itu adalah anak kakaknya sendiri. Di sisi lain, Nina tak dapat menahan perasaannya. Perasaan yang bercampur aduk tak dapat dijelaskan dengan kata. Sekarang ia benar-benar ragu apakah harus melanjutkan pernikahan dengan Ash atau tidak. Jika ia menikah dengan Ash, itu berarti kakak iparnya adalah ayah dari anak yang dikandungnya. Kelak jika anaknya lahir dan dewasa, bagaimana ia menjelaskannya? Tiba-tiba Nina merasa kepalanya begitu berat. Beban pikiran yang dialaminya seakan tak mampu dipikulnya di pundak. Dan saat ia mencoba berdiri dari duduknya, ia jatuh pingsan."Nin, kau … mau ke mana?”Dengan raut wajah penuh tanya, Ash menatap Nina menunggunya menjawab sambil sesekali melirik koper di balik kaki Nina.Nina mulai sedikit gugup setelah dibuat begitu terkejut dengan keberadaan Ash.“Ah, ini ….” Nina berusaha mencari jawaban, tapi ia tak bisa menemukannya dengan segera.Ash mendorong Nina pelan dan masuk ke dalam rumah kemudian menutup pintu.“Jangan bilang kau mau kabur?” tanya Ash menuduh seraya menahan koper Nina.Nina tak menjawab, mau berbohong rasanya percuma sebab, Ash pasti tak akan percaya.Ash mendongak saat ia mengembuskan napas panjang dari mulutnya. Ia lalu menggenggam tangan Nina yang memegang troli koper dan melepaskannya.“Kenapa, Nin? Kenapa kau mencoba kabur?”Tangan Nina gemetar, merasakan tangan Ash yang gemetar.“Apa karena kakakku? Ah, atau … bagaimana kalau kita kabur bersama-sama? Kita bisa pindah jauh dari sini, menikah, dan memulai kehidupan yang baru.”Nina segera mengangkat kepala menatap Ash. Padahal ia berniat kab
Riyon menatap Nina dengan raut wajah yang dingin dan sorot mata setajam elang, seakan Nina adalah ular kecil yang menjadi calon santapannya.Nina menelan ludah susah payah kemudian menunduk mengalihkan pandangan. Ia seakan tak mampu menatap mata tajam Riyon lama-lama.“Aku … mau pulang,” ucap Nina dengan suara pelan.“Tidak punya sopan santun.”Tubuh Nina menegang, ulu hatinya seolah dicubit mendengar ucapan Ruyon.“Kau datang ke sini baik-baik, dan ingin pergi dengan cara seperti ini?”Nina menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Ia tahu caranya mungkin salah, tapi ia tak punya pilihan lain. Ia ingin kabur dari masalah ini.Tiba-tiba Nina mengangkat kepala menatap Riyon dengan keberanian. “Bagaimana jika kita selesaikan masalah ini sekarang? Aku akan pergi, kita tidak perlu menikah, dan aku tidak akan menikah dengan Ash,” ucap Nina dengan tegas. Ia sudah memikirkannya dan itu lah keputusan yang diambilnya.Riyon menatap Nina dalam diam, ia kemudian meraih tangan Nina dan menariknya.“A-
Nina berusaha membuka mata yang terasa berat. Dan setelah matanya menangkap cahaya, ia membuka matanya lebar.“Nina, syukurlah kau sudah bangun.”Nina menoleh ke sumber suara dan menemukan Rahayu duduk di sisi ranjang di sampingnya. Wajah wanita paruh baya itu tampak cemas.Nina berusaha bangun untuk duduk di tengah sakit kepala yang kembali terasa. Rasanya ia ingin pingsan saja bahkan selamanya agar sakit kepalanya sirna.“Jangan memaksakan diri,” ucap Rahayu seraya membantu Nina bangun menegakkan punggungnya.“Jam berapa sekarang, Tante?” tanya Nina dengan suara parau. Ia ingin segera pulang berharap dengan begitu mengurangi beban pikiran. Melihat keluarga Ash membuatnya tidak tenang.“Ini sudah malam, kau mau pulang? Menginap saja di sini, ya,” kata Rahayu sambil menggenggam tangan Nina.“Ta- tapi ….”“Tidur di kamarku.”Sebuah suara tiba-tiba terdengar membuat Nina dan Rahayu menoleh dan menemukan Riyon berdiri di depan pintu kamar Ash.Riyon mengambil langkah dan berhenti di depa
Riyon masih mematung saat ingatan malam itu berputar dalam kepala. Tentu ia masih mengingat dengan jelas wajah wanita yang menikmati malam panas dengannya.“Riyon … Riyon? Ada apa?”Riyon tersentak saat suara Rahayu menginterupsi pendengaran. Ia pun segera melanjutkan langkah dan duduk di kursi kosong dekat kursi yang ibunya duduki dan berhadapan dengan Nina.Nina menundukkan kepala. Senyuman dan wajah hangat yang sebelumnya ia tunjukkan, kini lenyap entah ke mana dan Ash menyadarinya.“Nin, ada apa? Kau baik-baik saja?” tanya Ash dengan memegang bahu Nina. Dan ia pun terkejut merasakan bahu Nina sedikit bergetar.“Ri, kenalkan. Dia Nina, calon istri adikmu,” ujar Rahayu memperkenalkan Nina.Riyon hanya diam. Ia bahkan tak mengalihkan pandangan dari Nina. Ia tak percaya, dunia ini begitu sempit. Tak ada yang mengira, wanita yang menghabiskan malam dengannya adalah calon istri adiknya.“Nina, ini kakakku, Riyon. Dan Kak, ini Nina, calon istriku,” ujar Ash memperkenalkan Nina.Nina tak
Riyon memasuki ballroom hotel bintang 5 itu dengan penuh wibawa. Ia datang sebagai tamu undangan dalam acara ulang tahun perusahaan tempat Nina bekerja yang diadakan di sana. Acara itu dihadiri banyak tamu undangan, bukan hanya seluruh karyawan perusahaan tapi juga para kolega dan kenalan pemilik perusahaan.Di sisi lain, Nina berjalan anggun memasuki ruang acara. Penampilannya yang memukau membuat beberapa pasang mata mengarah padanya. Bukan hanya rekan kerja, tapi juga tamu undangan lainnya. Rambut sebahunya ia sanggul rendah dengan menyisakan sedikit anak rambut bergelombang yang membingkai wajahnya. Hiasan rambut berbentuk bunga sakura warna putih yang menghiasi surai hitamnya itu kian mempercantik tatanan rambutnya, membuatnya terlihat semakin manis. Make up tipis yang terpoles di wajah justru membuatnya tampak cantik alami. Meski hanya memakai gaun sederhana berwarna khaki, tak mengurangi kesan anggun darinya.Seorang pria menghampiri Nina setelah tak berhenti memperhatikannya
"Kalau begitu, bagaimana dengan tawaranku kemarin? Menikahlah denganku, Nin. Aku tahu kau tak akan melakukan sesuatu pada kandunganmu, kau wanita yang baik. Jadi, izinkan aku membantumu, kita bisa membesarkannya bersama-sama.”Nina terdiam, tak mengira Ash kembali menanyakan hal yang sama. “Tapi Ash ….”“Tidak ada tapi, Nin. Bukankah sudah kukatakan? Aku menerimamu apa adanya karena aku mencintaimu. Aku tidak ingin menyesal lagi di kemudian hari. Sudah cukup aku menyesal karena memendam perasaanku selama ini.”“Ta- tapi … bagaimana dengan orang tuamu? Keluargamu? Bagaimana jika mereka tahu kalau–”“Bilang saja itu adalah anakku. Aku akan katakan bahwa bayi dalam perutmu adalah darah dagingku,” potong Ash tanpa ragu. Ia tak masalah mengakui jabang bayi dalam perut Nina adalah anaknya asal ia dan Nina bisa menikah. Ia tak ingin melihat Nina menderita, bahkan tak ingin melihat Nina hidup bersama pria lain selain dirinya. Tak peduli Nina mengandung anak orang tak dikenal, ia akan menerim






![Malam Itu, Bos! [Hasrat Yang Tak Terpadamkan]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)
