Dahlia sudah pulang ke rumah karena kondisinya sudah membaik. Cepat sekali wanita paruh baya itu pulih, bahkan semakin semangat dan ceria karena Shera tak jadi pulang ke negara asalnya.
Jika kondisi Dahlia semakin membaik, maka tidak dengan Shera. Pagi ini, Shera bahkan merasakan pusing dan mual. Mungkin sakitnya semakin berlanjut karena istirahatnya kurang. Untung saja datang bulannya sudah selesai dan hanya berselang selama dua hari. Itupun hanya sedikit, tidak banyak seperti biasanya. Shera sendiri merasa sangat heran dengan siklus menstruasinya. Namun tampaknya Shera tak terlalu ambil pusing mengenai itu, apalagi setelah mengingat jika Kevin memang mandul, tak bisa memberikan keturunan, jadi mana mungkin dirinya bisa hamil sedangkan Selena yang menikah dengan Kevin selama tiga tahun saja tidak bisa hamil karena kemandulan Kevin. Jadi Shera tak perlu cemas, karena dirinya tidak akan mungkin mengandung anak Kevin."Sarapan dulu non! Non Shera kok jadi makin sakit begini?" Tanya Hesti, asisten rumah tangga Dahlia selain Yuli. Hesti adalah adik sepupu Yuli, usianya seumuran dengan Shera."Nggak apa-apa Hes. Masih bisa tahan kok, cuma aku lagi sensitif sama bau masakan. Eneg banget rasanya, bawaannya pengen muntah." Keluhan Shera barusan membuat Hesti tentu saja langsung termenung, keluhan yang Shera sebutkan barusan mirip sekali dengan tanda-tanda kehamilan, namun Hesti takut salah dugaan, ia tak enak dengan Shera."Non masuk angin kali non, kecapekan abis nungguin nyonya di rumah sakit." Ujar Hesti."Iya mungkin. Oh ya hes, kira-kira om Kev nanti kesini nggak?" Entah kenapa Shera tiba-tiba menanyakan Kevin pada Hesti, padahal semalam ia baru bertemu dengan pria itu saat ikut mengantarkan Dahlia pulang. Tapi kenapa sekarang Shera ingin sekali bertemu dengan Kevin lagi? Apa karena kemarin Kevin sempat meninggalkannya ke Bandung? Dua hari tidak bertemu membuat Shera benar-benar merasa sangat tersiksa."Iya non kayaknya, semalem tuan bilang mau kesini agak siangan." Ucapan Hesti barusan membuat Shera langsung tersenyum."Kalau dia bawa makanan nanti, antar ke kamarku ya Hes.""Jadi non nggak mau sarapan dulu?""Enggak, maaf ya, tapi aku mual banget nyium masakan mbak Yuli. Aku mau makanan buatan om Kevin, nanti antar ke kamarku ya Hes." Hesti tampak heran dan semakin bingung."Ba-baik non." Angguk Hesti, lalu Shera pun segera kembali ke kamarnya. "Non Shera kenapa sih? Kayak orang lagi ngidam aja." Gumam Hesti dengan tatapan resah. Namun ia segera menghilangkan segala prasangka buruk itu dari pikirannya.Ketika di kamar, Shera kembali merasa lemas, begitu lemah dan lunglai, sungguh rasanya ingin menangis. Ia rindu Kevin, ingin rasanya berada didalam pelukan pria itu, tapi hal itu sangat mustahil, gila saja Shera melakukannya, hubungan mereka sudah selesai. Dan semuanya sudah berlalu, Shera tak boleh mengingat-ingat Kevin lagi."Aku ini kenapa?" Tanya Shera entah pada siapa, wanita itu tampak sangat menyedihkan dan begitu rapuh.Lama melamun, tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan panggilan masuk. Shera pun segera mengangkatnya.'Ya mom?''Oma bagaimana sayang?''Udah sehat mom, mommy nggak usah khawatir, ada Shera disini yang selalu jagain oma.''Oh my dear... Maafin mommy ya sayang, setelah urusan di Moskow selesai, mommy akan segera pulang ke Indonesia. Biar mommy yang akan gantiin kamu untuk jagain oma.''Iya mom, tapi aku benar-benar udah memutuskan akan menetap disini, aku nggak akan pulang ke Rusia. Aku udah janji sama oma.''Jadi kamu serius sayang? Kamu nggak akan menyesal?''Nggak mom, ini udah jadi keputusanku. Aku udah memutus semua kontrak kerjaku, dan Edric menerima keputusanku. Kasihan Oma mom, Oma sangat berharga untukku, dulu Oma pernah menyelamatkan nyawaku, jadi tameng saat aku ditabrak sama mobil box waktu kecil. Mommy ingat?''Iya sayang, mommy ingat betul, bahkan Oma kamu sampai kritis.''Oleh sebab itu aku mau membalas semua kebaikan Oma, jika kehadiranku disisi Oma bisa membuat Oma bahagia, maka aku akan selalu ada untuk oma.''Iya sayang iya, mommy akan selalu mendukung apapun keputusan kamu. Baik-baik disana ya sayang, titip salam untuk Oma, bilang kalau mommy akan segera datang sama adik-adikmu.''Iya mom.''Mommy tutup ya! Jaga kesehatan, jangan lupa makan. Bye lovely...''Bye mom.'Shera pun menutup teleponnya, lalu meletakkannya diatas laci. Rasa pusing dikepalanya masih mendera, oleh sebab itu ia memilih untuk berbaring sejenak.***Pukul sebelas siang Kevin baru saja datang. Tadi ia sempat ada pertemuan dengan rekan bisnisnya makanya Kevin memilih membelikan makanan untuk Dahlia, Kevin tak membuatnya sendiri karena ia tak ingin membuang banyak waktu. Padahal tanpa sepengetahuan Kevin, Shera kini tengah menanti masakannya, namun nyatanya Kevin malah tak membuatkan makanan apapun untuk Shera maupun Dahlia."Siang tuan, duh ganteng pisan, habis dari mana?" Tanya salah satu satpam setelah membukakan pintu untuk Kevin. Kebetulan Kevin diantar oleh salah satu anak buahnya, Kevin sedang malas menyetir sendiri, ia sedang lelah."Dari pertemuan bisnis pak Sapto. Saya masuk ya!""Silahkan tuan..."Setelah dipersilahkan, Kevin pun segera masuk ke dalam mansion bergaya modern tersebut."Tuan Kevin tuh mbak, ganteng banget sih." Gumam Hesti sambil menatap Kevin dari kejauhan."Hush! Jangan keras-keras, malu-maluin aja kamu." Seru Yuli."Biarin aja, orang udah jadi duren." Ungkap Hesti tanpa malu-malu."Siang semua..." Sapa Kevin pada Yuli dan Hesti."Siang tuan." Balas mereka bersamaan."Mama gimana mbak Yuli?" Tanya Kevin pada Yuli."Sudah ceria tuan, sekarang lagi istirahat.""Baguslah. Lalu em... Shera?""Eh anu... Si enon lagi di kamarnya.""Masih nggak enak badan?" Kevin mulai gelisah."Makin parah tuan, tadi pagi muntah-muntah, pusing, nggak mau makan. Mungkin masuk angin karena kurang istirahat." Jelas Hesti pada Kevin."Benarkah?" Kevin semakin tak tenang."Beneran tuan, saya sampai nggak tega, non Shera nangis terus, tapi dibawa ke dokter nggak mau takut bikin nyonya khawatir katanya." Imbuh Hesti dengan nada cemas."Apa... Karena hormon menstruasi mungkin?" Tebak Kevin."Kayaknya enggak deh tuan." Ungkap Yuli."Kenapa enggak? Bukannya wanita yang sedang dalam masa periodenya memang suka bersikap aneh?""Iya sih tuan, tapi... Non Shera udah nggak mens, cuma dua hari doang. Udah selesai katanya." Ucapan Yuli barusan membuat Kevin semakin gelisah, apa mungkin... Ah tapi itu tidak mungkin, bagaimana bisa? Kevin kamu jangan ngawur, Selena saja yang berhubungan intim dengan kamu selama tiga tahun tidak kunjung hamil, apalagi dengan Shera yang hanya satu malam? Itupun kamu masih mengidap penyakit reproduksi, jadi jangan pernah berpikir yang macam-macam. Kamu jelas-jelas mandul, alias tidak bisa menghasilkan keturunan."Hhhh..." Kevin menghela nafas berat, mencoba bersikap biasa saja, santai Kevin santai, tidak akan terjadi apa-apa, percayalah."Om!" Suara itu, Kevin tiba-tiba saja menoleh kearah tangga, ada sosok Shera tengah berdiri disana sambil menatapnya dengan tatapan penuh... Kerinduan."Ada apa?" Tanya Kevin pada Shera, namun Shera tak menjawab, wanita itu langsung berlari kearahnya, menubruk tubuhnya."Hiks, om Kevin." Karena tak kuasa menahan rindu, Shera nekad memeluk Kevin didepan Yuli dan Hesti, wanita itu bahkan menangis sesenggukan karena tak tahan dengan rasa rindu yang semakin menyesakkan dadanya. Sungguh sakit.Sedangkan Kevin kini tengah membeku, tak tahu harus bersikap seperti apa ketika Shera tiba-tiba menubruk dan memeluk tubuhnya dengan erat. Ingin membalas tapi tidak mungkin, dan sangat tidak mungkin, makanya Kevin membiarkannya begitu saja."Ssshhh... Jangan menangis." Ungkap Kevin pada Shera dengan lembut, suara yang berat, lembut, ngebas dan seksi, Shera benar-benar sangat menyukainya."Non Shera kangen Daddy-nya kali." Bisik Hesti pada Yuli."Bukan sama Daddy-nya, tapi beneran sama tuan Kevin." Balas Yuli dengan senyuman miring."Ha? Apa? Masak?" Dan Hesti pun sangat terkejut mendengarnya, wah... Gagal dong rencananya mau memikat Kevin? Saingannya model seksi seperti Shera, dia mana bisa? Lagian mimpinya terlalu ketinggian, sadar Hesti!Dan tanpa semua orang tahu, Selena kini tengah melihat adegan itu dengan kedua tangan yang terkepal erat. Bisa-bisanya keponakannya bersikap seperti jalang didepan Kevin. Selena sungguh muak melihat wajah sok polos Shera, sok baik Shera, dan sok lembut Shera, padahal tingkahnya seperti jalang. Merayu pamannya sendiri yang merupakan mantan suami bibinya. Benar-benar sangat murahan.Karena tak suka melihat Shera memeluk Kevin, Selena langsung berjalan kearah Shera dan Kevin, dengan sekali hentak, Selena langsung menarik tangan Shera, menyingkirkannya dari tubuh mantan suaminya itu. Hal itupun tentu membuat Kevin dan Shera sangat terkejut. Apalagi Kevin, ia sangat tak suka jika Selena sampai bersikap kasar kepada Shera, apalagi Shera sedang dalam kondisi sakit. "Kamu udah gila ya? Ngapain kamu peluk-peluk laki-laki ini? Tante nggak suka kamu dekat-dekat sama dia Shera." Seru Selena dengan penuh amarah. "Apa hak tante larang-larang aku? Terserah aku mau dekat sama siapa. Lagian om Kevin udah cerai sama Tante, emang kenapa kalau aku deketin dia?" Meski sedang lemah, namun Shera masih sangat kuat untuk berdebat dengan Selena. Shera bukan wanita lemah yang akan diam saja jika ada orang lain ingin mengusik ketenangannya. Tak peduli meski itu Selena sekalipun Shera akan tetap melawannya. "SHERA! Tante itu peduli sama kamu, tante nggak mau kamu berhubungan sama laki-l
Shera meneguk ludahnya melihat makanan yang tersaji didepan matanya. Sungguh menggoda selera, membuat perutnya meronta-ronta. Makanan buatan Kevin memang tak hanya enak, tapi juga membuat Shera selalu takjub karena tampilannya yang sangat menggoda. Sungguh beruntungnya ia bila setiap hari bisa dimasakan oleh chef terkenal seperti Kevin, sudah tampan, gagah, pandai masak, sabar meski kadang sangat menyebalkan, tapi Shera suka. "Tunggu apa lagi? Kenapa belum dimakan?" Tanya Kevin dengan tatapan heran. Shera tampak menggigit bibir bawahnya, menatap Kevin dengan ragu. "Mau disuapi." Pinta Shera dengan penuh harap. Membuat Kevin kembali tertegun. Oh, apalagi ini Shera? Shera sudah kelewat batas, Kevin tak bisa menuruti keinginan gila Shera terus-terusan. "Tangan kamu tidak sakit, yang sakit pipi kamu, kamu masih bisa makan sendiri, kamu bukan anak kecil lagi Shera." Ucapan Kevin yang menohok barusan membuat Shera langsung terdiam. Merasa kesal, lalu iapun menunduk dan memakan makananny
dr. Shavira kini tengah memeriksa Shera, dokter senior berusia lima puluh lebih itu tampak tersenyum hangat ketika melihat layar USG yang memperlihatkan kondisi rahim milik Shera. "Lihat! Kantong bayinya sudah terbentuk ya, sekarang kita cari dulu si kecil, duh... Sembunyi dimana anak kesayangan papa ini ya." Kalimat terakhir dr. Shavira begitu menggetarkan hati Kevin. Oh astaga, demi apa Kevin kini tengah menitikkan air matanya saat melihat layar USG itu. Cepat-cepat ia segera menghapus airmata sialannya, demi Tuhan ia sungguh malu, namun pria tampan itu juga tidak sanggup menyembunyikan perasaan luar biasa yang sedang ia rasakan sekarang. Sedangkan Shera sejak tadi hanya terdiam kaku, airmatanya tak henti mengalir, wanita itu masih tak menyangka jika dirinya kini tengah berbadan dua. Apalagi yang sedang ia kandung sekarang adalah anak Kevin. Kevin yang katanya mandul alias tak bisa memberikan keturunan kini nyatanya malah bisa membuat Shera hamil dengan begitu ajaibnya. "Ini nih
Setelah dari rumah sakit, kini Kevin memutuskan untuk memulangkan Shera ke mansion Gunawan. Hari sudah semakin sore, dan Kevin tadi mengajak Shera pergi tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Dahlia. Pasti sekarang Dahlia sedang mencemaskan Shera, dan Kevin sungguh merasa tak enak dibuatnya. Mengingat sosok Dahlia membuat Kevin kembali memikirkan bagaimana cara ia bicara pada wanita paruh baya itu nanti perihal kehamilan Shera. Bagaimana reaksi Dahlia? Kevin takut Dahlia akan jatuh sakit, dan yang lebih menakutkannya lagi adalah, Dahlia akan membencinya karena ia yang telah menghamili cucu kesayangan Dahlia. "Huh..." Kevin menghembuskan nafas kasar, lalu mengusap wajahnya. Demi Tuhan semua kejadian ini masih seperti mimpi. Kevin masih tak menyangka jika sebentar lagi ia akan menjadi seorang ayah, apalagi wanita yang mengandung anaknya adalah Shera. Wanita yang sebenarnya sangat haram baginya. Shera kini tengah tertidur dipelukan Kevin, karena lelah menangis dan memang sejak tadi
Kevin tentunya langsung kelabakan saat Shera tiba-tiba saja memutuskan sambungan teleponnya. Apalagi setelah wanita itu mengatakan hal yang membuat Kevin merasa seperti kena mental. Namun Kevin yang notabene adalah pria penyabar tak akan menelan mentah-mentah ucapan Shera barusan. Kevin emosi? Oh, tentu tidak, ia hanya shock dan tak menyangka jika Shera bisa berpikir seperti itu terhadapnya. 'Pak Kevin harus banyak-banyak bersabar ya pak, ibu hamil itu sudah biasa kalau gampang emosional, gampang sensitif, gampang ngambek, dan gampang aneh-aneh lah pokoknya. Itu semua bukan dibuat-buat, tapi karena pengaruh hormon, mereka akan bertingkah seperti anak kecil, ya... Meskipun nggak semua ibu hamil seperti itu, tapi kebanyakan memang begitu. Jadi pak Kevin harus selalu bisa mengontrol emosi, jangan mudah terpancing dan akhirnya melampiaskan kemarahan ke ibunya ya pak, jangan sampailah pokoknya.'Perkataan dr. Shavira kemarin kembali berputar dimemori otak Kevin, membaut Kevin tersenyum sa
Shera dan Kevin masuk ke dalam mansion, Shera terus bergelayut manja di lengan Kevin, Kevin pun tak terlalu ambil pusing, ia membiarkan Shera melakukan hal sesuka hatinya, supaya Shera senang dan tidak kecewa. Saat berjalan melewati ruang tamu, mereka bertemu dengan Selena dan juga Brandon yang tengah bermesraan. Selena memang sengaja melakukan itu untuk melihat reaksi Kevin, ia ingin membuat Kevin cemburu melihatnya bersama dengan Brandon. "Sayang... Cium pipiku!" Pinta Selena pada Brandon dengan nada manja, Brandon pun lantas mencium pipi Selena, lalu melumat bibir wanita itu sekilas. Hal itupun tak luput dari tatapan Kevin dan Shera. Jika Selena pikir Kevin akan cemburu melihatnya bersama Brandon, maka Selena salah besar, Kevin bahkan tak peduli sama sekali, pria tampan itu bahkan merasa malu melihat kelakuan Selena yang seperti ABG tua."Oh Hay... Mantan suamiku, kebetulan kamu datang, lusa aku akan bertunangan sama Brandon kekasihku, jadi aku harap kamu bisa datang ya." Selena
Dahlia, Kevin dan Shera kini tengah berada di halaman belakang. Duduk bersama, mencoba bersantai ditengah ketegangan. Kevin pun mulai berbicara, ia harus segera mengutarakan maksudnya pada Dahlia secepat mungkin. "Jadi ma... Aku ingin menikahi Shera. Saat ini aku sedang meminta Shera melalui mama." Ujar Kevin dengan jelas dan lugas. Dahlia yang mendengar itu sepertinya sangat terkejut, namun tak sampai membuatnya shock berat."Kevin apa kamu serius? Atas dasar apa kamu meminta Shera pada mama? Kalian bahkan baru beberapa kali bertemu. Jarak usia kalian bah-""Usia hanya soal angka oma, yang penting perasaan, cinta itu nggak pernah salah." Sahut Shera membuat Dahlia langsung terdiam telak."Maaf jika ini sangat mengecewakan mama, tapi... Shera sudah hamil ma, dan dia sedang hamil anakku ma." Ungkap Kevin dengan penuh kehati-hatian, takut Dahlia akan pingsan atau bahkan sampai terkena serangan jantung. Demi Tuhan, jangan sampai itu terjadi. "Apa? Kevin kamu jangan bercanda, kamu bilan
Keluarga Shera kini telah berkumpul di hotel tempat Selena mengadakan acara pertunangannya dengan Brandon. Sejak tadi, tatapan Shera tak lepas dari sosok Kevin yang tengah duduk di bangku lain. Demi Tuhan Shera tak tahan melihat penampilan maskulin Kevin hari ini, apalagi setalah seharian tidak bertemu. Kevin terlihat begitu tampan dengan pakaian formalnya, terlihat semakin gagah dan menawan. Rasa-rasanya Shera ingin segera menerjang tubuh pria itu, memeluknya, menciuminya dan menggerayangi tubuh kekar yang sangat menggoda itu. Namun apalah daya, Shera harus menahan keinginannya kuat-kuat karena disini ada kedua orangtuanya, ada Dahlia dan juga ada kedua adiknya. "Kenapa sayang? Kamu kelihatan pucat, apa kamu lagi nggak enak badan?" Tanya Farah pada sang putri dengan tatapan khawatir. Sejak tadi Shera memang hanya diam dan murung, makan pun cuma sedikit itupun Shera paksa-paksa. Kevin sudah mengiriminya sarapan tadi pagi, namun Shera tak menemukannya sama sekali. Alhasil iapun terpak