Share

Ban 5

"Sakit kamu bilang, apalagi yang dirasa anak Mira, yang sampai mengeluarkan darah. Sedangkan tamparan ku ini tidak sampai mengeluarkan darah, tapi kamu bilang sakit, Susi. Tidak seperti yang anak Mira alami. Kamu itu pantas mendapatkan semua ini, kamu itu sudah keterlaluan, kamu telah kurang ajar, Susi! Tidak puaskah kamu terus mengganggu, Mira? Bahkan kamu selalu membuat ulah, serta kamu selalu membuat aku malu, hah!" Mas Hamdan memarahi Susi di depan orang banyak.

Sedangkan anakku diobati oleh para tetangga, yang selalu baik padaku. Karena tidak semua orang bersifat seenaknya, ada juga yang masih menghargai satu sama lain.

"Mas, kenapa kamu selalu membela Mira? Aku melakukan semua ini juga karena ulah dia, yang telah lancang menceritakan semua yang aku katakan sama kamu. Aku tidak suka kamu terus berdekatan dengan dia, Mas. Bukankah kamu tau itu?" tanya Susi kepada Mas Hamdan, sambil berderai air mata.

"Susi, sadar kamu! Karena rasa cemburu buta yang kamu rasa, kamu telah begitu jauh bertindak. Bahkan kamu sampai melukai anak orang, kamu harus bertanggung jawab mengobati anaknya Mira. Aku sudah tidak sanggup lagi hidup dengan orang yang posesif seperti kamu. Aku juga sudah tidak sudi lagi hidup bersama kamu, apalagi sampai saat ini kita belum juga memiliki keturunan." Mas Hamdan mengungkapkan rasa kecewanya terhadap tindakan yang dilakukan oleh Susi.

"Maksud kamu apa, Mas? Kamu mau meninggalkan aku?" tanya Susi.

Sedangkan Mas Hamdan tidak menjawab ucapan Susi, tetapi ia malah mendekati Azka yang sudah mendapat pertolongan pertama. Tidak berapa lama orang tuaku datang, mereka datang dengan tergopoh-gopoh. Ibu dan Bapak datang, setelah ada tetangga yang memberitahunya, kalau aku dan anakku dianiaya oleh Susi.

"Mira, ada apa ini? Kenapa cucu Bapak terluka?" tanya Bapak.

"Kakek, semua ini gara-gara Ibu ini. Dia yang datang-datang memarahi dan menganiaya Ibu, hingga Adik menjadi terluka." Arka yang menjawab dan menjelaskan semuanya kepada Bapakku.

"Susi, kenapa kamu melakukan semua ini hah! Apa salah anak dan cucuku, hingga kamu berani berbuat anarkis seperti ini?" Bapak bertanya kepada Susi, dengan wajah merah padam penuh amarah.

Apalagi saat ini Bapak dalam keadaan lelah, serta diberi suguhan yang tidak mengenakan mata dan hatinya. Jadi emosinya pun meluap-luap. Sedangkan Ibu tidak berkata apa-apa, tetapi ia langsung menggendong Azka dan mengusap-usap air mata anakku tersebut.

Susi yang ditanya Bapak hanya diam saja, mungkin dia juga terkesima dengan bentakan Bapakku. Karena selama ini Bapak terkenal seorang yang santun dan juga tidak banyak bicara. Tetapi jika sedang dalam keadaan emosi, amarahnya dapat menaklukan singa yang sedang mengamuk.

"Susi, ayo jawab! Kamu jangan diam saja! Bukankah kamu paling pintar, dalam mengajak orang lain berdebat?" tanyaku.

"Pokoknya aku tidak mau tau, kamu harus membiayai pengobatan anakku. Aku tidak mau gara-gara ulah kamu, yang membuat anakku terluka, lalu ada apa-apa dikemudian hari. Aku mau saat ini juga bawa aku ke Dokter,atau jika perlu bawa langsung kerumah sakit untuk dilakukan scan." Aku menuntut Susi, supaya ia mau bertanggung jawab dengan apa yang telah dilakukannya.

"Susi, ayo jawab, jangan seperti orang bisu begitu!" Mas Hamdan menegur Susi.

Mas Hamdan sepertinya sebal sekali terhadap istrinya ini. Susi juga keterlaluan banget, gara-gara cemburu buta, hingga ia berbuat seanarkis begini.

"Sudah-sudah, lebih baik kalian semua bubar! Aku hanya meminta Nak Hamdan dan Susi untuk masuk ke rumahku. Karena aku akan meminta pertanggung jawaban kepada kalian, sebab kalian telah membuat keributan, hingga mengakibatkan cucuku cedera." Bapak membubarkan kerumunan warga kampung, yang menyaksikan pertikaian ini.

Semua orang pun bubar, hanya tersisa Susi dan Mas Hamdan saja. Kemudian kami pun masuk ke dalam rumah, sebab kami akan membahas, tentang pertanggung jawaban Susi, terhadap kesembuhan anakku tersebut.

*****

"Nak Hamdan, bagaimana ini? Cucuku menjadi cedera karena ulah istrimu. Bapak tidak mau Nak Arsya sampai menyalahkan kami, sebab menganggap kami telah teledor mengurus anak." Bapak memulai percakapan, setelah tadi ia bersih-bersih terlebih dulu.

"Iya, Pak, saya tahu semua ini karena ulah istriku. Tapi mulai saat ini aku tidak mau ikut campur lagi, dengan apa yang telah ia lakukan. Tetapi bukan berarti aku akan lepas tanggung jawab ya, Pak. Hanya saja aku ingin melihat, bagaimana pertanggung jawaban istriku, tanpa campur tangan dariku." Mas Hamdan pun mengungkapkan, apa yang telah menjadi keputusannya.

Rupanya Mas Hamdan angkat tangan, dia tidak mau membantu Susi untuk mempertanggung jawabkan perbuatan istrinya tersebut.

"Maksud Mas apa? Mas tidak mau membantu aku untuk membiayai pengobatan anaknya Mira?" Susi bertanya kepada suaminya.

"Iya aku memang tidak mau membantumu, Susi. Aku ingin melihat sekeras apa usahamu, tanpa bantuan dan campur tangan aku. Karena selama ini, kamu tidak pernah mendengar apapun yang aku sarankan." Mas Hamdan menjawab pertanyaan Susi.

Ia memberi alasan, kenapa ia sampai tidak mau membantu istrinya itu. Rupanya Mas Hamdan seolah menyerah, dengan apa yang dilakukan istrinya. Karena semua pepatah yang diucapkan Mas Hamdan, tidak pernah sekalipun Susi lakukan.

"Terus, aku mesti minta tolong sama siapa. Mas?" tanyanya lagi.

"Ya kamu pikir saja sendiri, berani berbuat mesti berani bertanggung jawab. Makanya mikir dulu sebelum bertindak," sahut Mas Hamdan sinis.

Bersambung ...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status