SKL 19."Pesantren?" ulang Nabila seraya menautkan dua alisnya.Dee mengangguk yakin. Entah mengapa saat ia melihat Nabila menangis, rasa bersalahnya menjadi berkali-kali lipat, dan keinginan untuk masuk ke pesantren muncul begitu saja sebagai cara untuk dimaafkan. Dee tak berpikir lama untuk keputusan itu, tapi ia ingin Nabila memaafkannya dan tetap mau menjadi sahabatnya. Mungkin salah satu caranya adalah dengan menjadi lebih baik, dan tidak berpura-pura. Dee pernah beberapa kali diajak Nabila mendengar pengajian di sana. Ia menyimak meski tak sepenuhnya mengerti, tapi ketika ia lihat gadis-gadis di sana menyimak dengan fokus dan berdiskusi tentang materinya, Dee merasa iri. Iri pada cara mereka berbicara yang sopan, cara mereka berdiskusi dan takzim pada Ummi dan Abi. Lalu, setelah ia pikir-pikir mungkin rasa itu bukan iri, melainkan keinginan untuk menjadi seperti mereka, tapi tak bisa.Bahkan saat Dee melihat Ummi menangis dalam memimpin doa, yang diikuti oleh jamaahnya, ia mer
SKL 20.Matahari seolah tepat berada di atas kepala, masih terasa panasnya meski jam telah menunjukkan pukul empat sore hari. Dengan menaiki motor, Nabila membawa Dee ke pesantren seperti janji dan keinginan gadis itu.Jarak rumah Nabila dan pesantren memang tak jauh, hanya beberapa menit jalan kaki. Namun, keduanya membawa barang-barang keperluan Dee selama tinggal di pesantren yang membuat mereka harus membawa motor.Sampai di sana, Dee menatap Nabila yang mematikan mesin motornya dengan tatapan sendu bercampur helaan napas yang kembali meyakinkan diri."Bismillah, Dee. Kamu pasti akan jauh lebih baik di sini." Nabila memberi semangat.Dee hanya mengangguk, lalu saat ia sampai di gerbang ia langkahkan kaki kanannya seraya membaca bismillah, seperti kata Nabila bahwa semua hal yang baik harus dimulai dengan nama Allah.Berbeda dengan beberapa hari yang lalu, kini dua satpam yang berjaga di gerbang mengangguk seraya tersenyum pada Nabila dan Dee. Entah karena ada Nabila, atau mereka
SKL 21.Asshalatu khairum minan naum.Lantunan kumandang adzan subuh terdengar merdu di telinga. Musalla santriwati telah dipenuhi shaf yang berjejer rapi yang diselimuti langit fajar. Pesona pesantren di waktu subuh begitu indah dan menyejukkan dada.Shadaqta wa bararta wa ana 'ala dzalika minasy syahidin.Jawab semua penghuni musalla yang luas itu, mereka sudah terbiasa menjawab panggilan adzan seperti yang dianjurkan, tak terkecuali Dee yang juga perlahan mulai merasakan kemyaman dalam hatinya.Suara adzan, lantunan ayat suci Alquran setiap waktu memenuhi telinganya. Berganti dari suara musik dance floor, sumpah serapah mereka yang menari dan melampiaskan ekspresi diri, suara dentuman musik club dan karoke, perlahan hati dan telinganya terbiasa mendengar kalimat-kalimat suci.Semua berdiri, mengikuti gerakan imam. Serentak rukuk, sujud dan sama-sama bersimpuh di hadapan Allah. Dee berdiri di shaf paling depan bersama teman-teman sekamarnya. Ada air mata yang tiba-tiba menetes saa
SKL 22.Hari demi hari berganti menjadi minggu dan berlalu menjadi bulan. Dee semakin giat mengkaji ilmu agama di pesantren. Ia bersyukur mendapat teman-teman sekamar yang baik, yang saat ada waktu luang mau mengajarkannya tentang apa yang tidak ia pahami.Ia juga mulai belajar tentang keikhlasan dan penerimaan takdir. Tak lagi merasa terasing dan berkecil hati saat melihat orangtua mereka menjinjing belanjaan dan makanan saat mengunjungi. Untuk pembelajaran Al-Qur'an, Dee masih dibimbing personal oleh Nabila. Setelah kelas usai, atau sebelum kelas dimulai. Perlahan Nabila sendiri mulai mengangumi kesungguhan hati Dee, dan kecerdasannya yang bisa mengaji di luar batas jangka waktu yang diperkirakan oleh Nabila.Dee bahkan mulai menghapal surat-surat pendek. Surat Al-Qur'an pertama yang bisa ia hapal setelah Al-fatihah adalah surat Az-zalzalah.Dee jatuh cinta pada semua ayat Al-Qur'an, apalagi saat dilantunkan oleh ustadz Fatih atau Nabila dengan suara yang merdu.Namun, Dee merasak
SKL 23.Dee duduk di sebuah bangku dan meja bulat yang dibentuk mengelilingi pepohonan. Suasana yang rindang membuat bangku itu menjadi tempat favorit santriwati untuk belajar di sela-sela waktu. Seperti yang Dee lalukan sekarang ini, ia membuka Al-Qur'an dan kitab tajwidnya untuk membaca dan menandai bacaan tajwidnya.Hari ini Dee sudah meminta izin untuk libur karena baru pulang.Setelah membaca Al-Qur'an, ia juga menulis di bukunya. Menulis tentang perasaannya, juga pencapaiannya selama belajar di pesantren itu. Ia tidak menulis target ini itu, karena ia takut malah akan membebaninya, tapi ia tulis bahwa dari hari ke hari ia harus lebih baik.Saat tengah menulis, Dee tersentak saat melihat ustadz Fatih keluar dari kelasnya setelah mengajar. Spontan ia menutup bukunya, dan berdiri dengan gugupnya."Ustadz …," panggil Dee dengan dada yang bergemuruh. Rasanya menatap ustadz Fatih saja ia tak mampu, tapi memaksa memberanikan diri. Padahal dulu ia bahkan pernah melakukan sesuatu dengan
SKL 24.Menjelang magrib Ustadz Fatih menuju asrama santriwati untuk mengimami salat berjamaah sesuai jadwalnya. Dengan gerakan cepat ia meletakkan kembali rantang yang telah dicuci bersih di tempat Dee tadi siang meletakkannya. Kemudian, ia berdiri dengan hati yang berdegup, bercampur malu dan resah menunggu Dee keluar dari kamarnya menuju musalla.Hingga saat gadis itu keluar dan hendak mamakai sandal, ia terpaku sesaat menatap wajah putih bersih berbalut mukena yang kini juga menatapnya tak sengaja. Ustadz Fatih sedikit berdehem, lalu melirik ke arah rantang kosong itu dan berlalu menuju musalla.Dee mengerti tatapan itu, bahwa sang Ustadz sudah mengembalikan rantangnya.Esoknya saat Nabila datang, ia memberikan dua rantang sekaligus."Kira-kira gimana ya reaksi Ustadz Fatih pas makan masakanmu, Bil?" tanya Dee menggoda temannya.Nabila mengendikkan bahunya dengan ekspresi entahlah. Mana mungkin ia tahu ekspresi lelaki itu sementara ia tak melihatnya."Mungkin biasa aja tuh. Toh i
SKL 25."Dia hamil, usir saja dia!" teriak santriwati bersamaan. Juga sebagian para santri yang ada di pagar pembatas mengintip dan berteriak untuk mengusir gadis itu.Hari ini pesantren diriuhkan oleh kabar kehamilan salah satu santriwati. Gadis itu pingsan saat sedang melakukan senam pagi dan pendarahan ringan yang membuatnya harus dibawa ke rumah sakit terdekat.Sampai di rumah sakit, ternyata ia dinyatakan positif hamil. Sang dokter pun tak bisa menyembunyikan kenyataan karena itu menyangkut nama baik Abi dan Ummi serta nama baik pesantren yang sudah dicemari.Pun, gadis itu dibawa langsung oleh Abi, Ummi dan Ustadz Fatih dengan mobil. Jadi, saat gadis itu masih dalam keadaan pingsan, dokter mengajak Ummi berbicara empat mata.Beberapa santriwati pernah melihatnya mual muntah tak biasa, sering berlama-lama di kamar mandi. Ada juga yang melihat gadis itu dengan begitu lahapnya menikmati nenas muda di sudut dapur umum. Lebih terkesan memaksa. Ada pula teman sekamar yang melihatnya
SKL 26."Silakan masuk Abi, Ummi, Ustadz," ucap nenek Ramlah mempersilakan tamu mereka masuk.Setelah salat asar, Ustadz Fatih beserta Abi dan Ummi melangsungkan niat untuk bertamu ke rumah itu untuk satu tujuan yang mulia. Ustadz Fatih sudah menceritakan keinginannya pada Abi dan meminta mereka untuk datang mewakili orangtuanya.Nabila juga sudah menceritakan semuanya pada nenek, sesuai dengan isi dari surat-surat itu. Keduanya hanya berkomunikasi lewat surat, dan hari ini Ustadz Fatih menepati janjinya.Dengan senyum mengembang, mereka masuk dan duduk di tempat yang telah disediakan. Nenek ikut duduk bersama, menunggu kedua cucunya yang sedang di dapur untuk menjamu tamu dengan hidangan alakadarnya."Siap kamu, Bil?" tanya Dee tak henti-hentinya menggoda. Ia pikir Nabila sudah lebih banyak kemajuan mengenai pengakuan perasaannya. Ia sudah berani bertemu dan chatingan dengan Ustadz Fatih."Jantungnya gimana, Bil, Aman?" tanya Dee mengedipkan sebelah matanya seraya memegang dada Nabi