Deandra Pradipta, gadis yang memiliki gaya hidup yang mewah cenderung hedonisme. Tak hanya itu ia juga memiliki pemikiran yang diluar batas dan bebas, baginya keperawanan itu tidak begitu penting. Hingga saat ia menikah, di malam pertama ia jujur pada Bryan, suaminya, bahwa ia sudah tidak lagi perawan. Menurutnya itu hal biasa, hingga saat Bryan menceraikannya ia baru mengerti apa pentingnya menjaga keperawanan
View MoreDeandra 1
.
“What?” tanya Bryan dengan nada terkejut.
Ekspresi Bryan tiba-tiba berubah saat ia mendengar pengakuan dari istri yang baru saja dinikahinya. Perlakuannya yang begitu lembut, tiba-tiba terhenti karena otak lelaki itu mulai mencerna ucapan istrinya.
Bryan sejenak terdiam, menghentikan imajinasi dan semua pikiran indahnya untuk sang istri. Padahal sebentar lagi mereka akan mengarungi bahtera menuju tepian yang indah.
“Maksudnya?” tanya Bryan bingung. Ia mendengar Dee berbicara apa, tapi ia ingin memperjelas karena ini amat penting baginya. Dari jarak dekat ia masih bisa menatap wajah Deandra dan tentu menanti jawabannya. Sementara wajahnya sendiri mulai memerah menahan emosi.
Deandra tersenyum. Senyuman yang begitu cantik dan menggoda. Namun, sayangnya Bryan tak bisa membalas senyuman itu karena masih terhalang jawaban dari Deandra. Yang dipikirkan Bryan adalah, bagaimana bisa istrinya masih tersenyum saat memberikan pengakuan seperti itu.
“I am not a virgin.” Gadis yang dipanggil Dee itu berkata dengan tenang dan jujur. Ia tak ingin ada kebohongan dalam rumah tangga yang akan dibangunnya bersama Bryan sampai nanti.
Namun, yang membuat Bryan menggeleng adalah pengakuan itu terucap seolah tak ada rasa bersalah di wajah gadis itu.
Dee masih tampak tenang, dan bahkan mengusap wajah Bryan dengan lembut seolah pengakuannya tak memberikan sudut pandang buruk bagi sang suami.
“Aku udah nggak perawan,” ulang Dee seraya mengangguk tersenyum, karena melihat wajah Bryan mulai tegang dan menatapnya tanpa lepas.
Deg!
Seketika Bryan menarik diri dari dekat Dee. Ia merapatkan rahangnya dan menatap nanar pada Dee yang masih dalam posisi terlentang.
“Why? Apa masalahnya?” Dee bangun dari tidurnya. Ia mendekat pada Bryan yang terus menjauh darinya.
Dee tak mengerti kenapa suaminya begitu marah hanya karena pengakuan itu, yang menurutnya sudah lumrah.
“Apa masalahnya?” teriak Bryan menggelegar, mengulang pertanyaan istrinya yang membuat mata Dee berkedip karena terkejut. Bahkan langkah itu sedikit mundur karena takut melihat kilatan kemarahan dalam diri Bryan.
Aaaargh!
Tangan kekar Bryan menyapu benda-benda hotel yang ada di nakas. Tangan itu terus mengepal. Lelaki berusia tiga puluh tahun itu sedang berusaha menahan kemarahannya, terlihat dari urat-urat leher yang mengetat.
Bryan menggeleng. Ia pikir, Dee gadis yang baik meskipun kehidupannya begitu bebas. Ia sering melihatnya menghabiskan waktu di club malam dan tempat karaoke. Setidaknya ia pikir, Dee bukan tipe gadis yang mudah menjual harga dirinya dengan apa pun. Ia pikir Dee sama seperti dirinya, yang juga sering datang ke klub dan tempat karaoke hanya untuk menghilangkan stres akibat urusan pekerjaan.
Ia pikir Dee adalah gadis yang tetap menjaga mahkotanya untuk suaminya kelak.
Nyatanya tidak. Ingin rasanya lelaki itu mengerang kesakitan. Kesakitan dalam dadanya yang harus segera mendapat pelampiasan kemarahan. Namun, ia sadar bahwa hotel bukan tempat yang tepat.
“Ya lumrah kan, Sayang! Sekarang di mana-mana cewek udah nggak perawan. Dan aku salah satunya. Itu hal biasa, come on!”
Dee masih membela diri atas semua hal yang tak layak dibela. Bryan tak habis pikir dengan gadis itu, entah apa sebenarnya yang ia anggap paling berharga dalam dirinya selain keperawanan. Entah bagaimana otak warasnya bekerja.
Banyak gadis di luar sana korban pelecehan yang mati-matian mempertahankan harga dirinya. Dee malah sangat tidak menyayangkan apa yang terjadi pada dirinya sendiri.
Dari semua jawaban Dee, ia berpikir bahwa gadis itu bukan terenggut paksa, tapi menyerahkan dengan suka rela. Bryan kembali menggeleng melihat gadis itu.
“Kamu direnggut, atau menyerahkan?” tanya Bryan masih dengan dada yang sesak. Ia hanya ingin memastikan.
“Hei, sebelum menikah dengan kamu, aku pernah pacaran. We are making love, that’s it! Hello, zaman sekarang mana ada pacaran nggak ngapa-ngapain, b u l s h i t!”
Semakin Bryan mendengar jawaban Dee, semakin hatinya terluka. Hidup terkadang tentang harapan, tapi harapan juga bisa mematahkan hati seseorang. Bryan berharap Dee pernah direnggut paksa, dan ia akan mencoba menerima. Namun, Bryan kembali menggeleng.
“Dasar j a l a n g! Otak kamu memang gak waras!” umpat Bryan seraya telunjuknya mengarah pada bola mata Dee.
“Harusnya aku tak menikahimu!” ucap Bryan lagi. Detik itu ia menyesal pernah menyatakan cinta pada gadis yang bahkan tak tau nilai harga diri.
“Aku nyesal nikah sama kamu!” tunjuk Bryan tepat di kedua bola mata Deandra. Kembali ia berteriak marah.
Dee yang melihat perubahan sikap Bryan pun menjadi terpancing emosi. Ia menepis telunjuk Bryan yang mengarah ke dua bola matanya. Apa salahnya dia yang sudah tak perawan. Mereka saling mencintai, dan harusnya bisa menerima kekurangan satu sama lain.
Setidaknya begitu yang ada dalam benak Deandra, dan ia tak ingin dinilai serendah itu hanya karena sebuah masalah yang menurutnya sepele.
“Bukankah kau yang lebih dulu bilang mencintaiku, hah?” Dee membalas teriakan itu.
“Dan bukankah pernikahan dibangun atas dasar cinta?” sentaknya lagi.
“Aku memang udah nggak perawan. Lalu, apa bedanya dengan kau, hah?” teriak Dee lagi. Ia menarik kerah kemeja Bryan yang membuat posisi lelaki itu sedikit bergeser.
“Apa maksudmu?” ketus Bryan. Tatapannya masih menyalak.
“Kamu sering ke club malam, mabuk dan tentu melakukan hal yang sama denganku, kan? Kamu juga tidur dengan perempuan di sana, ngaku!” tantang Dee.
“So, jangan merasa sok suci. Kita sama!” Dee bahkan meludah ke samping, mengejek Bryan yang menurutnya terlalu merasa baik.
Bryan menatap tajam pada istrinya, ia kembali mendekat dan mengulurkan tangan di wajah gadis itu. Lelaki itu mencengkeram wajah Dee hingga membuat gadis itu membalas tatapannya, dan menepis tangannya. Namun, Bryan tetap menekan dengan kuat.
“Dengar ya! Sebejat-bejatnya aku, nggak pernah jajan j a l a n g kayak kamu!”
Pertengkaran demi pertengkaran terjadi. Bryan tak bisa menerima Dee yang dengan enteng mengaku sudah tak perawan.
“Cewek sampah!” umpat Bryan lagi.
Pesta mewah, baju mewah, para tamu dari kalangan pebisnis besar, hotel mewah untuk penginapan. Bryan pikir akan menjadi kenangan termanis dalam hidupnya. Namun, nyatanya malam ini ia dipatahkan oleh ekspektasi sendiri. Malam yang dinantikan bersama Dee hancur dalam hitungan menit.
Namun, Bryan bersyukur karena Dee mengaku sebelum ia menyentuhnya. Akan lebih rumit jika ia sudah menyentuhnya.
Pertengkaran itu berakhir dengan teriakan dan cacian, dan barang-barang yang teracak oleh Bryan. Sementara Dee bahkan tak merasa takut, atau menangis.
“Malam ini kamu tidur di sini!” ucap Bryan melangkah keluar sambil membanting pintu hotel. Meninggalkan Dee yang terduduk di atas ranjang kamar yang berantakan.
Pengantin baru itu terpaksa tidur terpisah. Bryan bergegas untuk check in kamar lain. Sebisa mungkin ia harus meredam amarah dengan tidak melihat wajah Dee. Ia tak ingin masalah menjadi lebih rumit saat ia melihat wajah gadis itu dan terpancing untuk melukainya.
Bryan tak sudi jika harus sekamar dengan Dee. Ia merasa jijik dengan gadis itu karena menikahnya, tapi ia bukan menjadi orang pertama yang meneguk madunya.
Dengan susah ia menajamkan mata di kamar barunya. Memang begitu sulit untuk tertidur dalam keadaan seperti itu. Masalah itu terus saja mengikuti dan menghantui.
“Aku udah nggak perawan,”
Kembali terngiang pengakuan Deandra yang berucap dengan begitu santainya. Bryan tetap bisa mendengar kalimat menyakitkan itu meskipun ia menutup telinganya. Meskipun ia menutup mata, tetap terlihat wajah tenang Dee yang mengakui perbuatannya tanpa merasa bersalah.
Kalimat-kalimat itu terngiang-ngiang di kepalanya, membuat dadanya sangat sesak. Hingga ia benar-benar tak tahan dan kembali ke kamar Dee.
“Aku nggak bisa. Kita harus pulang dan menyelesaikan malam ini,” Bryan berucap tegas pada Dee.
SKL 34."Saya terima nikah dan kawinnya Deandra Pradipta binti William Pradipta, dengan mas kawin yang telah tersebut tunai." Ustad Fatih mengucapkan kalimat sakral itu dalam satu tarikan napas. Membuat Dee yang duduk di sampingnya menarik napas lega saat semua saksi mengatakan sah."Sah!""Alhamdulillah," seru mereka serentak. Kemudian sejenak Abi membacakan doa keberkahan dalam acara tersebut.Dee tak mengadakan resepsi yang terlalu mewah seperti pernikahanya dengan Bryan beberapa bulan yang lalu. Tak menyewa gedung, dan pelaminan yang megah. Ia hanya meminta pesta sederhana di rumahnya, karena yang ia inginkan bukan lagi kemewahan, melainkan hubungan sah di hadapan Allah dan hambanya.Hanya keluarga besar yang hadir di sana. Keluarga Dee dan keluarga Ustadz Fatih. Tak lupa Nabila dan nenek ikut hadir menyaksikan pernikahan Dee.Dee terlihat cantik dibalut gaun pengantin berwarna putih. Sangat jauh berbeda dengan pernikahan yang dulu dengan gaun seksi menampakkan belahan dada, jug
SKL 33."Bil, aku mau suruh Simbok buat beresin kamar untukmu dulu ya, atau mau di sini?" kata Dee saat ia membereskan beberapa baju yang ia bawa dari rumah Nabila.Nabila mengamati seisi ruangan, dan melihat ranjang king size di tengah ruang yang terlihat sangat empuk."Nggak usah lah, Dee. Biar aku tidur di sini aja. Cuma untuk beberapa hari aja, kan?" tolak Nabila seraya mengelilingi kamar Dee yang ukurannya hampir keseluruhan rumahnya di kampung."Lagian kayaknya kita belum pernah ya tidur sekamar," kekeh Nabila. Sejenak Dee berpikir, benar apa yang dikatakan oleh Nabila. Saat ia datang ke rumah Nabila, ia tidur sendirian karena kamar rumah itu sempit-sempit. Jadi, Nabila mengutamakan kenyamanan Dee dengan kesederhanaan yang ia miliki.Kemudian Dee tersenyum menatapnya, sepertinya akan lebih seru jika setiap waktu bisa bersama Nabila. Bisa diajarkan baca Al-Qur'an lebih fasih, tadarus bersama, bangun salat malam bersama."Iya juga ya," ucap Dee dan melepas jilbabnya.Nabila berj
SKL 32."Nggak, Bil!" bantah Dee."Aku nggak mau pulang ke sana, mereka nggak mau terima aku lagi. Aku diusir, Bil. Kamu nggak tau gimana mama sama papa kalau udah marah, merengek pun di bawah kakinya mereka gak akan luluh." Dee kembali menggeleng dengan kuat saat Nabila memintanya untuk pulang menjemput restu orangtua.Perlahan Nabila mulai bisa berdamai dengan rasa tak terbalas dalam hatinya. Kini malah ia yang menjadi perantara hubungan Dee dan Ustadz Fatih, tentu melalui Abi dan Ummi.Keluarga Ustadz Fatih ingin datang langsung ke rumah orangtua Dee untuk melamar dan memperjelas hari dan tanggal pertunangan mereka dilakukan. Namun, Dee menolak dan tak berani pulang."Aku sudah memikirkan ini, Bil. Makanya aku nggak usah nikah aja, ribet. Nggak sanggup aku terusir untuk keduakali. Susah payah aku berdamai dengan rasa sakit, dan perlahan jadi rindu yang menyakitkan tanpa temu. Tak ada keberanianku untuk kembali ke rumah itu." Dee mengungkapkan isi hatinya."Nggak gitu, Dee. Restu o
SKL 31."Saya calon suaminya," ucap Ustadz Fatih dengan tegas. Lalu, ia mendekat pada keduanya yang tampak seperti orang sedang bertengkar.Mendengar itu Danial menatapnya, lalu tersenyum miring meremehkan kalimat lelaki itu. Siapa dia hingga berani mengatakan seperti itu di depannya.Tak menyiakan kesempatan, Dee langsung menarik tangannya dan melepas diri dari cengkeraman tangan Danial. Gadis itu menggosok lengannya yang terasa sedikit perih.Kini Danial kembali menatap Dee, bertanya lewat tatapan mata tentang siapa lelaki dengan peci hitam di kepalanya itu."Siapa dia, Dee?" tanya Danial.Dee hanya diam tak menjawab. "Dee …," panggil Danial meminta jawaban."Dia guruku di pesantren," jawab Dee singkat. Tak perlu menjelaskan banyak hal pada Danial. Pun, Dee tak terlalu percaya diri untuk mengiyakan bahwa Ustadz Fatih adalah calon suaminya.Ia mungkin akan berterimakasih untuk jawaban Ustadz Fatih, karena dengan seperti itu Danial pasti merasa hubungan Dee dan Ustadz Fatih lebih da
SKL 30.Dee menatap lama pada sosok lelaki yang terlibat dalam masa lalu kelamnya. Mendadak hatinya kembali gerimis, karena melihat wajah itu kembali mengingat dosa-dosanya.Danial.Di seberang jalan sana, lelaki itu masih terus menatap Dee. Namun ia lantas menyeberangi jalan karena Dee mulai bangkit dan ingin pergi darinya.Kali ini Danial tak boleh membiarkan Dee pergi lagi, sudah lama ia mencari keberadaan gadis itu sejak kepulangannya dari London untuk urusan bisnis bersama sang papa.Malam itu, ia berangkat tanpa memberitahu Dee yang menurutnya tidak penting dalam hidupnya. Toh, mereka hanya sebatas hubungan tanpa ikatan, dan bersatu hanya untuk membalas dendam pada sang mantan."Dee …!" panggil Danial menghentikan gadis itu."Tunggu!" teriaknya. Sempat ia mendapat makian dari beberapa pengendara motor karena menerobos jalan saat mereka sedang berkendara. Mungkin Danial sudah gi la hingga mau membahayakan nyawa sendiri demi seorang gadis.Dee terus melangkah menuju motornya, ras
SKL 29."Nabila udah makan, Nek?" tanya Dee saat ia keluar dari kamar dan menuju meja makan.Nenek hanya menggeleng. Sejak siang Nabila belum makan, bahkan hari ini ia tak mengajar di pesantren. Nenek sudah mencoba menasehati, dan mengajaknya untuk bercerita tentang apa yang ia rasakan saat ini. Selain itu, nenek hanya diam mengawasi membiarkan cucunya menikmati waktu untuk tenang.Dee langsung menuju kamar Nabila dan mengetuk pintu. Tak ada sahutan dari dalam sana saat ia memberi salam. Ia coba untuk membuka pintu, tapi sepertinya Nabila sengaja mengunci pintunya dari dalam."Bil … makan dulu yuk!" ajak Dee. Namun, tetap tak dihiraukan oleh Nabila."Sudah, Dee. Nanti kalau lapar dia pasti makan," ucap sang nenek.Seperti malam kemarin, saat nenek terjaga karena sesak pipis, ia melihat Nabila duduk di meja makan dan menikmati makannya. Hal itu membuat nenek urung ke kamar mandi, takut Nabila malu karena ketahuan makan diam-diam.Dee tak lagi membujuk, karena nenek juga menyuruhnya ma
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments