Aroma roti panggang yang berubah terasa masam masih tercium samar di hidung Hazelt, saat ia berjalan meninggalkan toko roti besar dan padat pengunjung. Senyum tipis mengembang di bibirnya, kantong kantong kertas berisi croissant kesukaannya terasa ringan di tangan kirinya. Ia telah mengantongi rahasia Charlie, sekarang ia hanya butuh mencari waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan Charlie."Pertunangan harus bisa batal!" gumamnya berjalan cepat menuju parkiran mobil. Namun, senyuman tipisnya sirna seketika, saat melihat Justin berdiri tidak jauh di depannya. Pria itu tersenyum sinis seolah-olah memperhatikannya sejak tadi."J-justin?" desis Hazelt tidak percaya bertemu dengannya di sini, meremas kunci mobil dengan kuat. Kedua matanya memindai di balik punggung Justin. Pria itu sendirian, tidak ada Harper bersamanya."Wah, agaknya takdir memang berkenan mempertemukan kita lagi," sapa Justin, tatapannya liar menyapu sekujur tubuh Hazelt.Cuih!Rasanya, Hazelt ingin melud
Tempat parkir toko roti itu terasa lebih panas bagi Hazelt, meski sekarang ini masih musim dingin. Sembari pandangannya mengitari sekitar memastikan tidak ada seorangpun yang memperhatikannya di sana bersama dengan Justin. "Bagaimana, Hazelt? Kamu ingin kita melakukannya di dalam mobil mewahmu itu atau ke kamar hotel?" tanya Justin dengan tatapan mesum. Napas pria itu memburu berpacu dengan gejolak panas dalam tubuhnya. Dia tidak bisa menahan dirinya lagi dengan pesona tubuh Hazelt. Itu bukan pilihan! Hazelt meneguk liur. Hazelt tidak sudi dengan pilihan gila Justin, menggeleng cepat. Dadanya berdebar kencang menunggu Harper yang rasanya seperti selamanya. "Kamu tidak mau menjawab atau kamu ingin aku mencumbu mu di sini sekarang?" ujar Justin dengan seringai di senyumannya. Tangannya terulur ke depan menyentuh ujung dagu Hazelt. Namun, dengan gesit Hazelt mengelakkan dirinya dari sentuhan pria mesum itu. Hazelt menutup matanya rapat-rapat, seolah hilang harapan Harper datan
Amarah Harper mendidih sampai ubun-ubun. Ucapan Justin sangat menyinggung perasaannya. Tinju Harper mengepal kuat, berusaha menahan getaran di dadanya. Bukan demi dirinya, tapi demi Hazelt. Mantan istri yang masih sangat dicintainya. Harper masih ingat dengan jelas bagaimana Justin mati-matian merebut Hazelt dulu. Hazelt wanita baik, terlalu polos, dan mudah percaya. Sialnya, keegoisan dirinyalah yang menghancurkan Hazelt. Dan, Justin yang sangat menginginkan Hazelt sejak malam naas itu, akan terus mengincarnya. Jika video itu tersebar, kehidupan Hazelt akan hancur, hatinya akan semakin remuk. Harper tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Percaya tidak percaya, dia terlalu mencintai Hazelt sekarang. Harper berpikir untuk membalas ucapan kasar dan merendahkan Justin. Tetapi, dia cuma simpan dalam hatinya, suatu saat dia akan membalaskan dendamnya kepada sepupunya itu. "Aku sudah memperingatkanmu, Justin." Harper mengabaikan semua ancaman Justin. Dia tidak peduli apa yang akan
"Hazelt, kamu belum melupakan ini, kan?" bisik Harper, sejenak melepas lumatannya. Melihat Hazelt yang memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan bibirnya."Harper..." desis Hazelt, seperti sebuah desahan kenikmatan.Harper kembali meraup bibir merah jambu Hazelt, meninggalkan sensasi panas dan menggairahkan di sana. Mengajak mantan istrinya itu bermain lebih panas lagi.Di ruang khusus Vintage Town kafe, aroma kemesraan bercampur dengan keringat dingin Hazelt. Ia mendapati dirinya tersesat dalam dekap hangat Harper. Sentuhan Harper seharusnya terasa asing, namun justru membangkitkan kenangan yang selama ini ia coba kubur. Sentuhan ketidaknyamanan dan penuh kerinduan, ciuman yang semula hanya ingin mengurai kenangan, tiba-tiba berubah menjadi gelombang panas yang melenyapkan akal sehatnya. Mereka melupakan status mereka sebagai mantan suami istri. Hanya ada sentuhan, desahan, dan rasa yang begitu menggelora hingga melumpuhkan logika Hazelt. Sentuhan nakal yang membangkitkan kembali
Harper menghentikan mobilnya di depan sebuah klinik tidak jauh dari perusahaan Rich Trover. Dia tidak punya pilihan karena inilah klinik terdekat dari Vintage Town kafe. "Hazelt," panggil Harper menyentuh pelan wajahnya.Hazelt membuka matanya. Sejenak mengedarkan pandangan ke sekitar. Sekarang mereka ada di depan sebuah klinik."Kamu tunggu di sini, aku akan panggilkan suster untuk membantumu ke dalam. Sementara aku memarkirkan mobil dulu," ujar Harper melepas safety belt Hazelt. Kemudian, merapikan rambutnya sedikit acak-acakan."Tunggu, Harper," cegah Hazelt menahan tangan Harper membuka pintu mobil. "Ada apa, Hazelt?"Hazelt membeku menatap ke tengah lobi klinik. Matanya terpaku pada seorang pegawai Rich Trover Corp, sedang berbicara dengan resepsionis. Hazelt tidak mengenalinya secara pribadi, tapi ia yakin pernah melihat pria itu di kantor pusat. Ia juga yakin, pria itu pasti sangat mengenalnya."Itu," katanya menunjuk kepada pria tersebut. "Aku mengenalnya salah satu pegawai
Harper membeku. Di depannya berdiri Nancy, mantan pacarnya yang paling dia hindari belakangan ini. Nancy terlihat terkejut sekaligus senang. "Harper! Ya Tuhan, apa yang kamu lakukan di sini? Aku mencarimu ke Stone Corp tadi, tapi katanya kamu keluar." "Nancy! Mengapa kamu di sini?" tanya Harper cuek. Raut wajahnya masam, tidak senang harus bertemu Nancy di sana. Dia juga menepis kasar tangan Nancy yang berusaha meraih tangannya. "Aku sedang ada urusan bisnis kemari," jawab Nancy, wajahnya cemberut."Terus? Sana urus saja urusanmu!" usir Harper mulai risih dekat-dekat dengan Nancy."Aku malas melihat wanita mandul itu datang," ketus Nancy menaikkan salah satu sudut bibirnya. "Jadi, aku tunda pertemuan dengan Charlie.""Hazelt maksudmu?" tanya Harper, menggertak gerahamnya. "Yah, siapa lagi wanita mandul, Harper?" Nancy mencibir."Nancy, jaga bicaramu! Aku tidak mau mendengar kata itu lagi, paham?" peringat Harper menaikkan jari telunjuknya di depan muka Nancy."Ya, ya, suka hatim
"Tidak ada kehamilan untuk persenggamaan ini, ingat!" "Kita sudah menikah dan aku istrimu, Harper." Hazelt berdiri di sisi ranjang, membiarkan tubuhnya yang tanpa sehelai benang terpampang di depan mata Harper. "Aku tidak pernah menginginkanmu, Hazelt!" Harper menjauhkan pandangannya seraya merapikan handuk yang melilit di pinggangnya. Perlahan berjalan menuju jendela, kemudian membukanya lebar-lebar. Udara subuh segar di musim dingin segera memenuhi ruangan kamar lantai tiga sebuah mansion. Hazelt memandangi tubuh pria yang dipenuhi otot kuat dan liat itu, telah menikahinya setahun yang lalu. Dia sangat seksi dan tampan namun sikapnya sangat cuek dan dingin. Pria itu menikahinya untuk mempertanggungjawabkan apa yang sudah dilakukannya di malam itu. Selama pernikahan mereka, baru kedua kali ini Harper menyentuh tubuhnya setelah di malam itu. "Baiklah, kalau itu yang kamu inginkan, Harper. Tapi..." Hazelt menggantung ucapannya, ia melilitkan kimono tidur untuk menutup
Seketika isi kepalanya dipenuhi pertanyaan-pertanyaan yang mengaduk-aduk emosi. Matanya melotot dan tubuhnya gemetaran menunggu Nancy menjawab. "Kamu bisa melihat sendiri, aku sedang mengandung sekarang, Hazelt." Nancy menarik tangan Hazelt dan membawanya untuk menyentuh perutnya. "Kamu belum menikah, mana mungkin bisa hamil?" "Apa itu salah? Karena secepatnya ayah biologis anak ini akan segera menikahi ku. Tinggal menunggu dia menceraikan istrinya saja." Nancy tersenyum puas sembari mengedipkan sebelah matanya menggoda Hazelt. Nafas Hazelt memburu, seluruh tubuhnya seolah ikut bergetar. Penuh ketakutan Hazelt memberanikan diri bertanya, "siapa dia, Nancy?" "Wah, dia sudah datang." Segera Nancy bangkit untuk menyambut seseorang yang baru saja datang. Hazelt menggeser pandangannya mengikuti arah pandangan Nancy. Melihat siapa yang datang, seketika beberapa detik jantungnya berhenti berdetak. "Harper!" Hazelt berjengit karena kagetnya melihat Harper lah yang datang.
Harper membeku. Di depannya berdiri Nancy, mantan pacarnya yang paling dia hindari belakangan ini. Nancy terlihat terkejut sekaligus senang. "Harper! Ya Tuhan, apa yang kamu lakukan di sini? Aku mencarimu ke Stone Corp tadi, tapi katanya kamu keluar." "Nancy! Mengapa kamu di sini?" tanya Harper cuek. Raut wajahnya masam, tidak senang harus bertemu Nancy di sana. Dia juga menepis kasar tangan Nancy yang berusaha meraih tangannya. "Aku sedang ada urusan bisnis kemari," jawab Nancy, wajahnya cemberut."Terus? Sana urus saja urusanmu!" usir Harper mulai risih dekat-dekat dengan Nancy."Aku malas melihat wanita mandul itu datang," ketus Nancy menaikkan salah satu sudut bibirnya. "Jadi, aku tunda pertemuan dengan Charlie.""Hazelt maksudmu?" tanya Harper, menggertak gerahamnya. "Yah, siapa lagi wanita mandul, Harper?" Nancy mencibir."Nancy, jaga bicaramu! Aku tidak mau mendengar kata itu lagi, paham?" peringat Harper menaikkan jari telunjuknya di depan muka Nancy."Ya, ya, suka hatim
Harper menghentikan mobilnya di depan sebuah klinik tidak jauh dari perusahaan Rich Trover. Dia tidak punya pilihan karena inilah klinik terdekat dari Vintage Town kafe. "Hazelt," panggil Harper menyentuh pelan wajahnya.Hazelt membuka matanya. Sejenak mengedarkan pandangan ke sekitar. Sekarang mereka ada di depan sebuah klinik."Kamu tunggu di sini, aku akan panggilkan suster untuk membantumu ke dalam. Sementara aku memarkirkan mobil dulu," ujar Harper melepas safety belt Hazelt. Kemudian, merapikan rambutnya sedikit acak-acakan."Tunggu, Harper," cegah Hazelt menahan tangan Harper membuka pintu mobil. "Ada apa, Hazelt?"Hazelt membeku menatap ke tengah lobi klinik. Matanya terpaku pada seorang pegawai Rich Trover Corp, sedang berbicara dengan resepsionis. Hazelt tidak mengenalinya secara pribadi, tapi ia yakin pernah melihat pria itu di kantor pusat. Ia juga yakin, pria itu pasti sangat mengenalnya."Itu," katanya menunjuk kepada pria tersebut. "Aku mengenalnya salah satu pegawai
"Hazelt, kamu belum melupakan ini, kan?" bisik Harper, sejenak melepas lumatannya. Melihat Hazelt yang memejamkan mata, menikmati setiap sentuhan bibirnya."Harper..." desis Hazelt, seperti sebuah desahan kenikmatan.Harper kembali meraup bibir merah jambu Hazelt, meninggalkan sensasi panas dan menggairahkan di sana. Mengajak mantan istrinya itu bermain lebih panas lagi.Di ruang khusus Vintage Town kafe, aroma kemesraan bercampur dengan keringat dingin Hazelt. Ia mendapati dirinya tersesat dalam dekap hangat Harper. Sentuhan Harper seharusnya terasa asing, namun justru membangkitkan kenangan yang selama ini ia coba kubur. Sentuhan ketidaknyamanan dan penuh kerinduan, ciuman yang semula hanya ingin mengurai kenangan, tiba-tiba berubah menjadi gelombang panas yang melenyapkan akal sehatnya. Mereka melupakan status mereka sebagai mantan suami istri. Hanya ada sentuhan, desahan, dan rasa yang begitu menggelora hingga melumpuhkan logika Hazelt. Sentuhan nakal yang membangkitkan kembali
Amarah Harper mendidih sampai ubun-ubun. Ucapan Justin sangat menyinggung perasaannya. Tinju Harper mengepal kuat, berusaha menahan getaran di dadanya. Bukan demi dirinya, tapi demi Hazelt. Mantan istri yang masih sangat dicintainya. Harper masih ingat dengan jelas bagaimana Justin mati-matian merebut Hazelt dulu. Hazelt wanita baik, terlalu polos, dan mudah percaya. Sialnya, keegoisan dirinyalah yang menghancurkan Hazelt. Dan, Justin yang sangat menginginkan Hazelt sejak malam naas itu, akan terus mengincarnya. Jika video itu tersebar, kehidupan Hazelt akan hancur, hatinya akan semakin remuk. Harper tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Percaya tidak percaya, dia terlalu mencintai Hazelt sekarang. Harper berpikir untuk membalas ucapan kasar dan merendahkan Justin. Tetapi, dia cuma simpan dalam hatinya, suatu saat dia akan membalaskan dendamnya kepada sepupunya itu. "Aku sudah memperingatkanmu, Justin." Harper mengabaikan semua ancaman Justin. Dia tidak peduli apa yang akan
Tempat parkir toko roti itu terasa lebih panas bagi Hazelt, meski sekarang ini masih musim dingin. Sembari pandangannya mengitari sekitar memastikan tidak ada seorangpun yang memperhatikannya di sana bersama dengan Justin. "Bagaimana, Hazelt? Kamu ingin kita melakukannya di dalam mobil mewahmu itu atau ke kamar hotel?" tanya Justin dengan tatapan mesum. Napas pria itu memburu berpacu dengan gejolak panas dalam tubuhnya. Dia tidak bisa menahan dirinya lagi dengan pesona tubuh Hazelt. Itu bukan pilihan! Hazelt meneguk liur. Hazelt tidak sudi dengan pilihan gila Justin, menggeleng cepat. Dadanya berdebar kencang menunggu Harper yang rasanya seperti selamanya. "Kamu tidak mau menjawab atau kamu ingin aku mencumbu mu di sini sekarang?" ujar Justin dengan seringai di senyumannya. Tangannya terulur ke depan menyentuh ujung dagu Hazelt. Namun, dengan gesit Hazelt mengelakkan dirinya dari sentuhan pria mesum itu. Hazelt menutup matanya rapat-rapat, seolah hilang harapan Harper datan
Aroma roti panggang yang berubah terasa masam masih tercium samar di hidung Hazelt, saat ia berjalan meninggalkan toko roti besar dan padat pengunjung. Senyum tipis mengembang di bibirnya, kantong kantong kertas berisi croissant kesukaannya terasa ringan di tangan kirinya. Ia telah mengantongi rahasia Charlie, sekarang ia hanya butuh mencari waktu yang tepat untuk membicarakannya dengan Charlie."Pertunangan harus bisa batal!" gumamnya berjalan cepat menuju parkiran mobil. Namun, senyuman tipisnya sirna seketika, saat melihat Justin berdiri tidak jauh di depannya. Pria itu tersenyum sinis seolah-olah memperhatikannya sejak tadi."J-justin?" desis Hazelt tidak percaya bertemu dengannya di sini, meremas kunci mobil dengan kuat. Kedua matanya memindai di balik punggung Justin. Pria itu sendirian, tidak ada Harper bersamanya."Wah, agaknya takdir memang berkenan mempertemukan kita lagi," sapa Justin, tatapannya liar menyapu sekujur tubuh Hazelt.Cuih!Rasanya, Hazelt ingin melud
Lama Hazelt berdiri, sampai mobil Harper menghilang dari pandangannya.Ia tersentak setelah seorang pelayan menghampirinya, untuk memberikan kembalian uang Harper tadi."Ambil saja, orangnya sudah pergi," ujar Hazelt gegas meninggalkan tempat itu.Dari sana ia menuju parkiran mobil, setelah meninggalkan pesan kepada HRD, Hazelt melanjutkan rencananya untuk menemui pak Harto ke toko roti Rich Trover.Lima belas menit, Hazelt tiba di sana. Segera, aroma roti hangat dan kayu manis melekat di udara, menyambutnya sesaat ia tiba di depan toko roti Rich Trover.Kontras yang menenangkan dengan hawa dingin yang menusuk hati Hazelt. Pertemuan dan semua penuturan Harper tadi, telah membuat hatinya semakin bimbang. Ia harus mencari kebenaran kepada pak Harto."Hazelt..." seru seseorang berlari mendekatinya."Lama tidak kelihatan, tiba-tiba muncul udahan. Sudah kayak setan aja," timpal yang lain."Ihh, sekarang Hazelt makin cantik dan anggun aja," ujar seseorang lagi ikut menghampirinya."Astaga,
"Aku mohon jangan berkata begitu, Harper. Aku tahu kamu bisa menjawabnya," desak Hazelt setengah memohon.Ia tidak perduli begitu menyedihkan di depan Harper. Atau, mantan suaminya itu mengejeknya.Harper tersenyum lebar. Tak perlu repot-repot memikirkan cara lain untuk menghancurkan hubungan Hazelt dengan Charlie."Yah, aku tahu tentang mereka. Tapi, apa kamu yakin bisa percaya dengan semua ucapanku?" pancing Harper tanpa emosi.Cepat-cepat Hazelt mengangguk. Melipat kedua tangannya di atas meja."Aku ada permintaan, Hazelt.""Please jangan begini, Harper. Aku tidak ingin berdebat kali ini. Anggap saja kita sudah saling mengenal lebih dekat. Aku percaya padamu dan sebaliknya.""Menurutmu begitu apa?" Harper tertawa kecil. Berbicara tentang Charlie hanya memancing rasa cemburunya."Kali ini aku mohon, Harper. Baik, setelah ini kita akan sering bertemu dan mengobrol lagi," bujuk Hazelt tidak sabar.Sejenak Harper menghela napas panjang, menatap tajam sang mantan istri. Kemudian menga
"Harper, lepaskan! Aku harus pergi memenuhi undangan makan malam di mansion Bone." Tertunduk, Hazelt berujar dengan suara pelan. "Aku tahu itu hanya alasan. Tidak, Hazelt. Aku masih ingin bicara denganmu!" Harper semakin mempererat genggaman tangannya."Aku tidak beralasan, Harper." Hazelt menunjukkan isi pesan wa dari Tuan Rich Trover. Seketika Harper melunak dan melepaskan tangan Hazelt."Hazelt, besok pagi kita ketemu di tempat ini lagi. Ada yang sangat penting---""Cukup! Tidak ada yang perlu dibahas lagi. Aku tahu kamu hanya ingin mengancamku, kan? Aku sudah paham maksudmu, Harper." Cuek Hazelt mengambil kunci mobilnya, bersiap pergi dari sana.Namun, dengan cepat Harper mencegatnya. "Hazelt, sebelum kamu bertemu dengan keluarga Bone, kamu harus tahu tentang kedekatan keluarga Bone dengan keluarga Rich Trover. Artinya, kamu perlu mengetahui pertunangan kalian ini hanyalah pernikahan simbiosis mutualisme, paham?"Hazelt meneguk liurnya. Ia belum yakin sepenuhnya namun ia juga ber