"Lepaskan!" Bagas memerintah Mas Alvin untuk lepasin gue.
"Siapa, lo?" Mas Alvin menolak, membawa gue di belakang tubuhnya."Gue memang bukan siapa-siapanya Salsa, tapi gue orang yang sayang sama Salsa. Jadi, gue berhak larang lo bawa Salsa."Mas Alvin tersenyum sinis, "Lo cuma orang yang sayang, sementara gue calon suaminya. Catat baik-baik, CALON SUAMINYA!" Mas menjawab dengan penuh penekanan pas di kata calon suaminya."Calon suami yang dijodohin maksud lo?" Bagas ketawa mengejek. "Lo tuh cowok, dah dewasa pula, lo harusnya punya pikiran yang jauh bukan pendek menerima perjodohan itu. Mikir! Kalau Salsa itu terpaksa mau nerima perjodohan ini. Lo harusnya mikir bagaimana kedepannya, bagaimana nasib Salsa hidup penuh keterpaksaan.""Iya, betul, gue dan Salsa menikah karena dijodohin. Tapi asal lo tau, Salsa sudah punya perasaan suka sama gue. Gue gak maksa agar Salsa mau menerima, tapi dia sendiri yang menerima." Mas AlvinHei, yang punya akun Dreame atau Inovel, jangan lupa mampir ke cerita aku di sana ya, judulnya: Istri Kedua Napen: Elle Aine (pake spasi)
Saat lamaran diadakan, di situ juga lah pembicaraan kapan hari pernikahannya. Dengan yakin dan mantap Mas Alvin meminta waktu satu bulan untuk mempersiapkan. Saat Mas Alvin memutuskan, semua keluarga tidak langsung menyetujui, melainkan bertanya terlebih dahulu ke gue, apakah gue setuju atau tidak. Gue pun jawab setuju. Hingga detik ini menuju hari itu tinggal satu pekan, hanya saja selama satu pekan belakang, Mas Alvin gak ada kabar, gak main juga ke rumah, nyokap juga nyuruh semua foto gue di media sosial untuk disembunyikan terlebih dahulu. Tujuannya supaya Mas Alvin tidak bebas natap foto gue, takutnya kita berdua tidak bertemu, tapi malah di belakangnya, Mas Alvin terus natap foto gue. Kata nyokap ini sedang fase dipingit. Biar pas di hari H, gue terlihat pangling oleh Mas Alvin. Gue juga gak boleh pergi-pergi ke luar rumah kecuali ke kampus, itu pun harus di antar jemput. "Sa, sebelumnya gue minta maaf," kata Clarin
Tidak mungkin gue tidak nangis, tau sendiri, bukan gimana gue? Orangnya cengeng, petakilan sih, tapi cengeng. Saat sungkeman sama nyokap, gue nangis. Nyokap ngelus-ngelus bahu gue. "Sudah, Sayang, nanti make upnya luntur," peringat nyokap. Sang MC menyuruh bergantian, gue sedikit sempoyongan saat mau bangkit, dengan sigap Mas Alvin bantuin gue untuk bangun. Di sini lah gue nangis kenceng sampe sesegukan, sungkem sama paman. Dah wajah paman mirip banget pula sama bokap. Gimana gue gak nangis, di hari spesial ini bokap sudah tidak ada dan diharuskan digantikan. Paman bawa gue ke dalam pelukannya, "Ayah Salsa juga bahagia di sana," bisik paman. "Paman ngerti apa yang kamu rasakan. Salsa yang sabar, ya." Gue ngangguk-ngangguk. Bisa gue rasakan pelukan dari belakang dan ternyata itu Mas Alvin, dia menarik gue untuk memeluknya, gue gak nolak, meluk dia sambil nangis. Mas Alvin ngusap-ng
Masuk kamar hotel bersama Mas Alvin sambil bergandengan tangan, nah pas buka pintu, gue dan Mas Alvin kaget melihat seorang pria sedang duduk santai di sofa. "Bang Ke," seru gue sambil menghampiri pria itu. "Apa kamu bilang?!" Pria itu tidak terima. Gue ketawa, "Bang Vin maksud Salsa." Gue langsung loncat ke tubuh Bang Kevin minta digendong dan langsung ditangkap olehnya. Bisa gue dengar Mas Alvin teriak kaget, "Sa!" "Ini nih, bini lo, emang gini, dah biasa," kata Bang Kevin memberitahukan ke Mas Alvin. "Iya, Bang, tapi aku takut Salsa sedang pake heels," jawab Mas Alvin menyuarakan kekhawatirannya. "Dah biasa Mas, tenang," sahut gue sombong. "Bang Vin kenapa di sini?" "Turun! Kamu bukan gadis lagi, gak enak sama suami kamu." Alih-alih menjawab, Bang Kevin malah nurunin gue dari gendongan dia. Meski kaki gue udah nyentuh lantai, tangan gue tetap melingkar di leher Bang K
Gue biasanya tidur kebo, kebluk. Kalau ada suara apa-apa suka gak denger. Tapi tidak untuk saat ini. Gimana, ya, tidur pertama kali bareng cowok, jadi merasa deg-degan dan membuat tidur kayak tidur ayam. Kagak kebluk. Itu sebabnya kuping gue samar-samar denger suara dengungan. Pas gue buka mata ternyata Mas Alvin sedang ngaji. Ya Allah, suami gue rajin bener. Gue tengok ke hape masih jam setengah empat. Gue duduk bersandar di kepala ranjang sambil main hape. Buka grup wa geng gue "Yang penting happy". Rame grup itu, gue baca atu-atu. "Sa, jangan lupa divideoin belah durennya." Itu pesan dari Maya sambil diringi emotikon ketawa dan air. "Iya, Sa, seberapa tuh gagahnya suami, lu." Kalau ini balasan dari Amel. "Pake ditanya lagi, pasti sangat perkasa lah. Emang pacar, lu, letoy. Canda letoy." Maya lagi. Terus gue skrol ke bawah baca debatan Maya dan Amel. Clarin gak ikut nimbrung, pesan dari dia cuma satu dan isiny
"Dari Kak Meysha." Gue ngasih tau paper bag pemberian Kak Meysha ke Mas Alvin. "Katanya kado buat nikahan kita, Kak Meysha juga minta maaf gak bisa datang ke pernikahan kita," lanjut gue menjelaskan. "Wow, makasih banyak. Sayang sudah ngucapin makasih, kan?" tanya Mas Alvin sambil makein sealt bet buat gue. Dah jadi rutinitas dia antar jemput dari sebelum nikah. "Ya, emang aku anak kecil." Gue cemberut. Mas Alvin tertawa, "Iya, Mas cuma tanya, takutnya sayang lupa." Mas Alvin towel hidung pesek gue. "Ini langsung pulang aja, ya, Mas masih ada kerjaan?" tanya Mas Alvin bersamaan dengan mobil melaju. Gue ngangguk, "Ke rumah Ibu, ya, Mas, kebetulan Ibu lagi gak ke kantor." "Ok, itu lebih baik, dari pada kamu di rumah sendirian. Nanti sore Mas jemput." *** Tepat satu pekan sudah berlalu setelah hari nikahan dan sekarang hari Sabtu, masa haid gue telah kelar dan gue sudah mandi besar. Cuma, ko
Jam delapan tepat gue baru bangun, sehabis Shalat Subuh, gue tidur lagi. Masih belum terbiasa bangun subuh jadi masih ngantuk berat. Gue kaget mendapati suami gue udah gak ada di samping gue. Gue bangkit duduk di atas kasur sambil mengingat semalam. Gak nyangka, gue udah gak perawan lagi. Bahagia banget bisa ngasih mahkota berharga sama suami. Mas Alvin masuk kamar dengan sudah berpakain rapi. "Eh, istri Mas udah bangun, baru aja mau dibangunin." Dia jalan hampiri terus duduk di tepi ranjang. Ngecup puncak kepala yang disusul mengacak rambut gue. "Maaf, untuk pagi ini gak bisa sarapan bareng, Mas berangkat dulu, ya? Salsa katanya mau berangkat bareng temen-temen, 'kan?" Gue ngangguk, "Iya." "Mas berangkat dulu, ya, assalamualaikum." Mas Alvin ngecup kening, lalu urun ke bibir. Gue baru bangun dan belum gosok gigi, bisa-bisanya cium bibir gue, bikin gak enak sendiri. "Mas tunggu." Langsung aja gue turun dari kasur mau ngejar Mas Alvin yang mau keluar dari kamar dan gue jatuh k
Beruntung banget hidup di zaman sekarang yang di mana serba digital, jadinya gue belanja cuma lewat online. Saat gue cek dapur, di kulkas gak ada ayam, adanya daging dan ikan, itu sebabnya gue belanja online. Sekalian juga gue belanja yang lain. Dari pada keluar ke swalayan mending duduk manis di rumah. Tidak lama pesanan gue datang. Langsung aja eksekusi bareng mbak. Untuk hari ini, gue minta mbak lembur buat bantu gue masak. Baunya enak banget uap masakan gue, ini pertama kali gue masak dalam sejarah hidup gue. Masak yang berbobot. Pas gue cicip, rasanya wuenak, permisah. Jangan pada minta! Gue bukan cuma masak opor ayam doang tapi dengan ditemani sama perkedel kentang. Masakan sudah beres, gue izinkan mbak untuk pulang, tidak lupa juga kasih mbak uang sebagai uang lembur. Untuk bagian gajian, itu urusan Mas Alvin, bini ma terima beres. Mbak Diyah—mbak gue—dia romantis banget, dah, sama suaminya, pulang kerja dijemp
PoV Alvin Kenalin, nama aku Alvin Sanjaya, seoarang dokter yang baru menikah satu mingguan. Aku menikah karena dijodohin dengan anaknya sahabat ayah aku. Di malam pertama pernikahan, aku merasa sangat bersyukur karena istri yang baru aku nikahi kedatangan tamu bulanan. Karena dengan begitu, aku tidak terbebani menggaulinya. Saat masa tamu istriku selesai, ada rasa senang dan juga sedih. Aku inginnya tidak menyentuh istriku. Tapi, sang istri mendekati aku dengan pakaian mini bercelana pendek setengah paha dan kaos ketat lalu memberi tahukan kalau dia telah selesai masa haidnya. Sehabis keramas yang rambutnya masih basah, itu buat jiwa pria aku tidak tahan untuk tidak menggaulinya. Apalagi, aku seorang pria yang belum