Home / Romansa / Dijodohin / 6. Marah

Share

6. Marah

Author: ElleAine
last update Last Updated: 2021-06-12 13:04:25

Mata kami saling bersitatap sebentar, sebelum akhirnya Mas Alvin memutuskan tatapan itu karena jalan menuju meja makan.

Saat jalan di hadapan gue, Mas Alvin gak nyapa apa gitu. Basa-basi gitu, paling nggak senyum tipis, bukan ngelewatin begitu saja. Padahal gue aja rela senyum merekah, walau hati kesal padanya. 

Dah gitu, saat dia jalan gak ngadep ke wajah gue. Jalan lurus gitu dan gue yakin, Mas Alvin gak liat kalau gue senyum padanya.

Sia-sia buang tenaga dikit untuk senyum yang tidak dianggap dan tidak dihargai. Gue menghembuskan napas dengan berlalunya Mas Alvin, lalu teriak manggil mbak.

"Iya, Kak, bentar," sahut mbak yang terdengarnya suara itu dari samping.

Gue langsung nyamperin suara mbak yang mungkin sedang njemur pakain di halaman samping. Jalan ngelewatin Mas Alvin tanpa menyapa dan melihatnya. Berlalu begitu saja sampai di belakangnya lalu belok ke samping menuju halaman.

"Emang dia doang yang bisa, gue gak bisa? Gue juga bisa. Gampang urusan itu ma! Jadi orang songong banget, pantesan gak punya pacar sampai sekarang. Lah, sifatnya aja seperti itu." Gue nggrundel dalam hati sambil mulut bergerak melitat-melitut sengit.

Eh, tunggu! Bukankah Mas Alvin sifatnya seperti itu, tuh, cuma sama gue?

Otak gue tiba-tiba ngingetin. Iya yah, dia 'kan kaya gitu cuma sama gue. Kalau sama yang lain, bhah! Ramah dan baiknya gak ketulung.

Kenapa Mas Alvin sampai sekarang belum punya pacar hingga akhirnya masalah ini terjadi. Perjodohan gue dan dia?

Gue yakin, andai Mas Alvin sudah punya pasangan, perjodohan ini kagak bakal terjadi. Andai perjodohan ini tuh, misal Mas David belum punya pasangan, gue juga yakin, pasti Mas David yang dijodohin sama gue.

Secara 'kan, umur Mas David lebih tua dari pada Mas Alvin. Jadi, yang seharusnya buru-buru nikah itu Mas David, bukan dia, si es batu.

Arghhh, nyebelin!

Benar 'kan, mbak lagi di samping. Kami berdua bertemu pas di pintu menuju halaman samping.

"Eh, Kak." Mbak Sumi tersenyum. "Mau disamperin malah dah ke sini," lanjut mba, sama, masih tersenyum sambil elap-elap tangan ke baju yang sedang dipakai.

Gue bales senyum tipis, "Salsa pamit berangkat kampus dulu, Mbak," pamit gue sambil raih tangan mbak untuk disalim cium.

"Oh, dah mau berangkat toh? Yaudah hati-hati di jalan, sekolah yang benar," jawab Mbak Sumi memperingatkan.

"Iya, siap, Mba," jawabku tegas dengan diringi tersenyum ketawa. "Sebelum Ibu pergi kantor, pesen sesuatu gak, Mbak, untuk Salsa?" tanya gue berharap ibu nitipin sesuatu atau berpesan sesuatu.

"Nggak, Kak. Ibu cuma pesen nanti dimasakin rawon," jawab Mbak Sumi yang bikin gue kecewa atas jawabannya.

"Oh, Salsa kira pesan sesuatu buat Salsa."

Bibi ketawa kecil, "Kakak sudah sarapan?"

"Belum, ntar aja sarapannya bisa di kantin. Oh iya Mbak Indah mana?" tanya gue mempertanyakan mbak yang satu.

Mbak yang kerja di rumah gue ada dua. Mbak Indah dan Mbak Sumi. Kalau Mbak Sumi, Mbak yang sudah lama ikut orang tua gue. Kata nyokap sih, Mbak Sumi mulai kerja saat nyokap baru hamil gue dan sampai sekarang.

Sementara Mbak Indah, baru 2 tahunan, kayaknya si. Gantiin mbak yang sebelumnya yang ke luar karena nikah. Dan usia Mbak Sumi lebih tua dari nyokap gue. Makanya gue sudah nganggep beliau kayak nyokap kedua gue. Kalau Mbak Indah hanya selisih 4 tahun sama gue. Gue 18 tahun, Mbak Indah 22 tahun.

Katanya sih masih single, Pemirsa. Kayak gue masih single. Jadi, nyokap kayak punya anak gadis dua. Gue dan Mbak Indah.

"Mbak Indah lagi ke luar sebentar, tadi Mbak suruh buat beli bahan masakan yang kurang," jawab Mbak Sumi menjelaskan.

"Ohh." Gue ngaguk-ngagukan kepala. Gue cari Mbak Indah juga sama, mau gue pamit tin. Walau dia baru dua tahunan masuk keluarga ini, tapi gue dah nganggep dia kayak kakak gue sendiri.

Hal seperti ini tuh dah kebiasaan, ya. Maksud gue izin pamit mau pergi. Karena nyokap gue ngajarin gue kayak gitu. Kata nyokap, mbak itu dah seperti keluarga. Karena mereka ikut dan serumah, maka harus dianggap keluarga dan diperlakukan seperti keluarga. Kalau mau pergi izin ke mereka, supaya mereka tidak nyariin gue.

Nyokap pun sama, kalau mau pergi selalu pamit sama mereka, tapi nyokap gak pake cium tangan segala. Cuma lewat ucapan. Ya, kali cium tangan juga.

Kata nyokap, kagak boleh meremehkan dan kagak boleh tidak menghargai mereka. Harus dihargai dan dihormati. Apa lagi, mereka lebih tua dari pada gue. Gitu, pemirsa.

Itu bukan berlaku cuma sama mbak-mbak saja, itu pun berlaku sama Pak Jijat—supir pribadi dan Pak Mamat—bagian bersih-bersih kebun panggilan.

Pokoknya, meski nyokap ibarat kata bosnya dan gue anaknya, gak boleh sombong dan besar kepala. Gak boleh bossy terhadap mereka. Itu si didikan nyokap ke gue. Makanya gue sama mereka akrab dan kaya gak ada benteng yang menghalangi obrolan.

"Kalau gitu, Salsa pamit dulu. Dah, bye."

Sebelum berlalu gue melambai perpisahan.

"Iya hati-hati di jalan, jangan lupa nanti makan," peringat Mbak Sumi teriak.

"Siap!" Gue jawab dengan sama teriak sembari mengacungkan jari jempol lalu lanjut jalan.

Pas di belakang tubuh Mas Alvin, gue berhenti melangkah. Sebenarnya gue males untuk izin pamit ke dia, penginnya berlalu begitu saja lalu ke luar rumah.

Namun, kalau gue gak izin, bisa mati gue dimarahin sama nyokap. Misal nanti Mas Alvin lapor ke nyokap. Nggak nggak, gue masih sayang nyawa gue.

"Salsa berangkat dulu, Mas," kata gue sambil mengulurkan tangan ingin meraih tangan Mas Alvin untuk gue salimin yang sedang sibuk main hape, 

Sayangnya tangan Mas Alvin berat, tidak mau bergerak mengangkat membuat gue sulit mencium punggung tangannya.

Otomatis gue milih mengalah dengan membungkukan tubuh supaya bisa menyium punggung tangannya. Taunya Mas Alvin malah dorong tubuh gue untuk menjauh dan membuat gue kagak bisa raih tangan dia yang emas itu yang gak boleh dicium.

Rasa amarah dalam tubuh gue tiba-tiba memuncak. Rasanya sudah cukup gue diperlakukan seperti ini sama dia.

"A*j*ng!" Satu kata yang berhasil meluncur dari mulut gue di depan dia sangking dugalnya. Setelah itu gue langsung berlalu ke luar rumah meninggalkan dia.

Masa bodo kalau dia mau marah dan masa bodo dia mau lapor ke nyokap. Gue bodo amat! Gue akui, kali ini gue salah besar karena berkata sangat kasar di depan dia. 

Namun, menurut gue, ini lebih baik dari pada prilaku dia ke gue. Andai, gue nanti diusir sama nyokap gara-gara ini. Gue gak peduli. Diusir, tinggal pergi. 

Gue terus yang harus ngalah? Sementara dia selalu semena-mena?

Kata orang bijak, sabar itu tidak ada batasannya. Tapi kata orang tidak bijak kek gue, sabar ada batasnya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Dijodohin    38. Mas Alvin Berpelukan dengan Clarin

    Mau dibujuk seperti apa pun, gw tetep gak mau melakukan pengobatan apa pun. Gak pa-pa hampir setiap hari merasakan sakit pinggang, badan lemas, muntah-muntah terus, gatal-gatal, dan wajah pucat, yang penting gw mau berjuang mempertahankan anak.“Mba, Salsa mau keluar bentar sama teman-teman,” pamitku sama Mba Diah.“Iya, Mbak. Tadi Mas Alvin udah ngomong kalau mbak mau pergi. Mbak hati-hati ya, jangan capek-capek,” jawab Mba Diah kemudian terdengar suara klakson mobilnya Amel.“Wah, wah, bumil cantik kali, udah siap jalan?” goda Maya.“iya, dong. Gw langsung bertingkah kecentilan “Yuk, berangkat!” seru gw langsung masuk ke mobil.Sudah dua bulanan cuma di rumah doang paling keluar kalau ke kampus itu juga baru-baru belakangan ini dan jarang masuk pula karena kondisi kesehatan gw yang kurang baik.Hari ini gw merasa agak baikan, makanya gw izin mau jalan bareng sama teman-teman. Awalnya sih temen-temen cuma mau main di rumah doang, tapi setelah gw ajak dan izin sama Mas Alvin akhirnya

  • Dijodohin    37. Hasil Test

    Rumah sudah ramai banyak orang, ada sahabat-sahabatku, nyokap, mertua dan juga ada Mas David.Clarin adalah satu-satunya orang yang paling marah saat dikasih tahu kabar kehamilan gw."Sa, kenapa sih lo gak dengerin omongan gw. Lo itu gk boleh hamil dulu, kenapa gak pake pengaman si!" kesal Clarin saat kami berempat video call. Wajahnya terlihat jelas kalau dia sangat marah."Rin, lo kenapa marah mengetahui kabar bahagianya Salsa? Dia hamil setelah nikah, bukan hamil di luar nikah, seharusnya kita turut bahagia bukan malah marahin Salsa. Aneh lo!" sahut Amel ikut terselut amarah.Gw yang malas berdebat dengan Clarin memilih mengakhiri video call sepihak. "Makasih ya, yang udah ikut bahagia atas kehamilan gw. Nanti besok gw pulang, gw akhiri panggilan ini ya, dahh."Tut. Panggilan video call berakhir sebelum ada yang menyahut. Gw membiarkan mereka bertiga berdebat. Gw kehilangan tenaga untuk ikut serta ngobrol bareng mereka dan gw bodo amat atas ketidak sukaan Clarin sama gw. Berusaha

  • Dijodohin    36. Kabar Bahagia dan Duka

    Semua dirayakan …. Punya orang tua baik dan berkecukupan, punya sahabat yang sefrekuensi dan baik, punya suami ganteng, mapan, baik, dan gak pelit, punya mertua baik dan peduli, punya ipar juga baik, dan juga mau dikasih keturunan, mau jadi ibu. Hidup gw hampir sempurna walaupun tanpa adanya bokap. Tapi gw pernah mendapatkan kasih sayang yang besar darinya. Itu artinya kehidupanku semuanya dirayakan. Akan tetapi, namanya hidup tidak mungkin tidak ada ujian. Dibalik kebahagiaan itu semua, ada hal yang membuat kebahagiaan itu sirna begitu saja. Seakan dengan ujian ini gw merasa jadi orang yang paling menderita di muka bumi ini. Dari banyaknya manusia di muka bumi ini, kenapa harus gw yang mendapatkan sakit ini? Gw baru saja bahagia, baru bisa ikhlas atas kepergian bokap, baru saja ingin memperbaiki diri, mendekat ke Allah. Tapi kenapa harus mendapatkan ujian seberat ini? Hasil pemeriksaan kandungan, gw memang benar hamil satu bulan. Rasanya bahagia sekali mendengar kabar itu. Tapi

  • Dijodohin    Honeymoon

    PoV SalsaHalo, Permisah. Ada kabar gembira nih. Kalau hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang juga. Gw mau honeymoon, Permisah.Gw seneng banget.Setelah melalui hari-hari yang melelahkan akhirnya itu semua berlalu gakk terasa dan gw mendapatkan nilai Uas yang cukup menyenangkan."Hati-hati di sana, ya," pesan nyokap tercinta."Ibu gak usah khawatir. Salsa perginya sama Mas suami, jadi bakal aman sentosa," jawab gw girang.Nyokap hanya tersenyum menanggapinya, sementara dua temenku heboh kegirangan.Mau gw tambahin lagi asyiknya nikah muda. Selain dapat uang jajan banyak dari suami, gw dapat juga waktu bersamaan sama teman-teman yang masih utuh. Maksudnya mereka semua masih lajang, jadi mereka bisa banyak waktu sama gw.Andai kalau mereka udah nikah, mereka pasti sibuk dengan rumah tangganya sendiri. Mereka dengan tulus mau mengantarkan gw ke bandara sampai flight. Seru pokoknya. Hidup gw seakan semua dirayakan. Punya nyokap baik, mertua baik dan punya teman yang super-super pedul

  • Dijodohin    34. Mengkhawatirkan Meysha

    PoV Alvin Hai, aku balik lagi. Mau cerita soal pernikahanku sama Salsa yang sudah berjalan tiga bulan lebih tapi tanpa adanya cinta di dalamnya.Ya, seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Hari-hariku selalu dihantui rasa bersalah sama Salsa, Meysha, mertuaku, dan ibuku.Aku sampai bingung sendiri gimana caranya buat ngilangin rasa bersalah ini. Aku ingin hidupku bahagia lagi seperti sebelum menikah. Setelah menikah hidupku banyak tipuannya, pura-pura bahagia di depan orang sekitar.Hari ini hari terakhir Salsa masuk kampus sebelum liburan akhir semester tiba dan itu artinya setelah itu kami berdua mau pergi liburan, lebih tepatnya pergi berbulan madu. Harusnya aku senang karena mau liburan, bisa melepas penat, tapi yang kurasakan malah tertekan.Salsa yang mahir menggoda, membuatku takut lepas kendali. Selama ini aku sudah frustasi sendiri menghindari Salsa supaya kami jarang berhubungan suami istri. Ini malah mau pergi berbulan madu yang artinya aku tidak boleh menghindar dem

  • Dijodohin    33. Uang Gajian

    Kata Mas Alvin, dia akan pulang jam tigaan. Karena jam tiga gw udah ada di rumah, jadinya gw nungguin kepulangan Mas Alvin di ruang Tv. Dan benar saja, jam tigaan Mas Alvin udah pulang.Langsung aja gw sambut kepulangan suami gw yang ganteng banget itu dengan senyuman hangat."Assalamualaikum," salam Mas Alvin saat baru buka pintu rumah."Wa'alaikumussalam, suaminya Salsa." Gw langsung meraih punggung tangannya untuk disalim lalu langsung mengalungkan tangan di leher Mas Alvin.Muach!Ah, oh my God. Terus saja seperti ini kalau dikecup manja sama Mas Alvin, jantung gw langsung berdetak kencang. Padahal yang dikecup kening tapi efeknya sangat luar biasa.Kami berpelukan mesra beberapa menit sebelum Mas Alvin ngajak gw untuk duduk."Mas pasti capek banget, ya? Mau dibikinin minum apa?" tanya gw lembut dan penuh kasih sayang. Walaupun gw anak nakal, tapi soal pelayanan untuk suami, akan gw beri yang sangat baik. Apalagi pelayanan di atas ranjang, tanpa ragu pasti gw akan memberikan yang s

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status