Share

Tergoda

"Di sini dingin, aku tidak memakai jaket. Lebih baik kita masuk!" ujar Aulia memutuskan untuk kembali ke ruangan neneknya. Namun saat ia sedang berdiri, dengan cepat Ganendra menarik tangannya dan membuat Aulia terjatuh ke dalam pangkuannya.

"Apa yang kau lakukan? Di sini banyak orang!" kata Aulia berusaha untuk bangkit namun tidak bisa karena Ganendra sudah memeluk tubuhnya.

"Terima pernikahan ini, maka aku pastikan kehidupanmu dan Nenekmu akan aman dan baik-baik saja!" kata Ganendra.

"Apa kau gila? Menurutmu masa depanku harus aku pertaruhkan hanya dengan selembar uang?" tanya Aulia tajam.

"Tapi setidaknya kau dan nenekmu tidak akan kesusahan lagi? Kau tahu, penyakit nenekmu semakin lama semakin parah. Itu membutuhkan banyak biaya, apa kau kira dengan bekerja siang malam bisa mencukupi semuanya?" jelas Ganendra.

"Kau menyelidikiku dan Nenek?" tanya Aulia tidak percaya.

"Aku harus tahu wanita yang akan menikah denganku. Tidak salah, bukan?" jawab Ganendra santai.

"Lepas!" kata Aulia menghempaskan tangan Ganendra dan beranjak bangkit. Namun belum sempat Aulia menjauh Ganendra langsung menarik tangannya lagi. Aulia pun kembali duduk di pangkuan Ganendra.

"Apa kau tidak punya rasa malu? Di sini banyak orang!" kesal Aulia dengan sikap semena-mena Ganendra.

"Jawab dulu, baru aku lepaskan!" kata Ganendra.

"Kita sudah berjanji akan menjawab semuanya bulan depan, jadi dengar saja bulan depan nanti!" ketus Aulia.

"Aku tidak ingin membuang waktuku lebih lama lagi. Lebih baik kamu jawab dan kita menikah. Itu lebih baik daripada menghabiskan waktu dengan perkenalan yang tidak ada manfaatnya ini!" kata Ganendra.

"Untuk kau mungkin tidak ada, tapi bagiku ini ada! Jadi lepaskan aku sekarang!" kata Aulia yang terus berontak.

"Diam atau aku cium!" ancam Ganendra.

Aulia langsung menutup mulutnya ketika mendengar ancaman Ganendra. Ia tidak berani untuk bergerak sedikitpun karena takut jika Ganendra akan menciumnya ditengah keramaian seperti ini.

"Anak baik!" ujar Ganendra dengan seringaian nakalnya.

Aulia memalingkan wajahnya namun sayang, leher jenjang Aulia terekspos karena rambutnya yang terkuncir membuat Ganendra meneguk salivanya. Entah kenapa hasrat mesumnya tiba-tiba muncul pada orang yang tidak tepat.

Tanpa sadar Ganendra mendekatkan wajahnya pada tengkuk Aulia, menciumnya pelan dan membelainya dengan lidah.

Aulia tersentak dan berdiri ketika dirasa sikap Ganendra semakin berlebihan.

"Dasar mesum!" kata Aulia yang langsung berlari meninggalkan Ganendra yang duduk tidak percaya dengan apa yang baru saja ia lakukan tadi.

Aulia berlari menuju lift, dan terlihat Ganendra sedang mengejarnya. Dengan cepat Aulia menekan tombol lift agar pintunya tertutup dengan cepat namun sayang, itu kalah cepat dengan Ganendra yang sudah lebih dulu masuk ke dalam lift tersebut.

Ganendra dan Aulia saling menatap tajam, tapi setelah pintu lift tertutup, Ganendra semakin mendekat pada Aulia hingga membuat Aulia semakin takut dan menjauh.

Ukuran lift yang tidak besar membuat Aulia tidak bisa lari kemana-mana. Ia akhirnya terpojok pada dinding lift.

"Kenapa kau lari padahal tadi kau menikmati permainanku!" kata Ganendra nakal.

Niat hati ingin menggoda Aulia saja tapi Ganendra malah tidak bisa menahan diri ketika melihat Aulia yang ketakutan dan mengigit bibir bawahnya.

Ganendra semakin mendekat hingga tubuhnya merapat sempurna pada Aulia. Aulia berusaha mendorong namun sia-sia karena tenaganya yang tidak sebanding dengan tenaga Ganendra.

"Mau apa kau?" teriak Aulia ketakutan.

"Memberikan kau sesuatu yang manis!" jawab Ganendra santai.

"Ganendra, aku akan menamparmu kalau kau berani macam-macam denganku!" ancam Aulia.

"Aku tidak takut!" tantang Ganendra yang semakin menundukkan wajah untuk mendekati wajah Aulia. Tapi sayang, sebelum itu terjadi pintu lift sudah terbuka dan dengan cepat Aulia mendorong Ganendra kemudian berlari meninggalkannya.

Ganendra tersenyum tipis mendapatkan penolakan Aulia. Tidak ia sangka bahwa di dunia ini ada gadis yang menolak pesonanya dan gadis itu calon istrinya sendiri.

Aulia masuk keruangan neneknya dengan nafas tersengal-sengal. Jantungnya berdegup kencang dan nafasnya memburu. Baru saja Aulia bisa tenang, pintu ruangan kembali terbuka dan menampakkan sosok Ganendra yang berdiri di depannya.

"Mau apa lagi kau?" teriak Aulia.

Nenek Aulia yang semula tertidur menjadi terjaga ketika mendengar teriakan Aulia.

"Aulia, ada apa?" tanya neneknya itu.

"Tidak ada apa-apanya, Nek. Saya hanya ingin pamit dan akan kembali besok pagi!" ujar Ganendra mengambil alih jawaban Aulia.

"Oh, begitu. Kalau begitu hati-hati. Salam pada Hendra!" kata Nenek Aulia pada Ganendra.

Ganendra mengangguk sambil tersenyum. Sebelum ia benar-benar pergi, ia menyempatkan memandang pada Aulia dan dengan nakal mengedipkan sebelah matanya pada Aulia. Aulia yang mendapatkan sikap genit dari Ganendra hanya memalingkan wajahnya.

Setelah Ganendra pergi, Aulia mendekat pada neneknya. Neneknya mengambil tangan Aulia dan menggenggamnya.

"Menurutmu, Nak Ganendra bagaimana orangnya?" tanya neneknya.

"Dia ..., dia baik!" jawab Aulia berbohong. Tentu saja itu dilakukan agar neneknya tidak khawatir.

"Kamu bersedia menikah dengannya?" tanya Nenek Aulia lagi.

"Nenek ..., ini baru satu hari. Masih ada hari lainnya. Biarkan aku berpikir dengan benar. Ini menyangkut masa depanku. Aku tidak bisa gegabah mengambil keputusan!" jawab Aulia.

"Iya, kau benar. Tapi Nenek harap kau bisa menerima perjodohan ini agar Nenek tidak merasa khawatir lagi ketika meninggalkan kamu sendirian di dunia ini!" ujarnya.

"Nenek bicara apa. Nenek akan sembuh. Aku akan upayakan semuanya. Jadi jangan pernah bicara begini lagi. aku sedih mendengarnya!" keluh Aulia yang kemudian memeluk neneknya itu.

"Tapi dengan hidup bersama Ganendra kehidupan kaulah terjamin dan kau tidak perlu lagi bersusah payah untuk bekerja siang malam demi mencukupi kebutuhan kita!" kata Nenek Aulia.

"Aku akan menikah dengan Ganendra jika memang aku merasa Ganendra adalah orang yang tepat untuk menjadi suamiku. Jika tidak maka aku tidak akan menikah dengannya. Dan selama ini aku baik-baik saja meski aku harus banting tulang demi kita berdua" jawab Aulia.

"Apa Nenek mau aku menikah demi materi dan akhirnya pernikahanku nanti tidak bahagia?" tanya Aulia.

"Tentu saja tidak, Aulia. Nenek akan terima semua keputusanmu. Nenek hanya berharap yang terbaik dan menurut Nenek, Ganendra orang yang tepat untuk mu" jelas Nenek Aulia.

'Seandainya Nenek tahu bagaimana penilaian Ganendra terhadap sebuah hubungan, apakah Nenek masih akan mengatakan dia baik untukku?' batin Aulia.

"Nenek tidurlah. Besok aku akan mulai bekerja di perusahaan Ganendra. Jadi aku harus berangkat pagi-pagi. Tidak mengapa, bukan?" tanya Aulia.

Nenek Aulia hanya mengangguk. Ia tahu bahwa cucunya satu itu tidak akan gentar meski cobaan yang datang padanya. Aulia selalu tegar dan menerima semuanya dengan sabar, namun entah kenapa ia berusaha menolak perjodohan ini. Mungkin karena ia terlalu menghargai sebuah ikatan pernikahan. Pikir neneknya. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status