Pagi ini Ganendra kembali mendatangi rumah sakit. Ia akan mengantar Aulia dan pergi bersama ke kantor.
Tok ... Tok ... Tok ...
Ganendra mengetuk pintu yang memang sudah sedikit terbuka. Kedua orang yang berada dalam ruangan tersebut menoleh bersamaan.
"Nak Ganendra, masuklah!" kata Nenek Aulia memberi izin.
"Terimakasih, Nek." Ganendra masuk dan mendekat pada keduanya. Nenek Aulia tersenyum hangat hanya Aulia saja yang memalingkan wajah, menolak melihat Ganendra.
"Ada apa kau pagi-pagi sekali ke sini?" tanya Nenek Aulia.
"Saya di suruh Opa untuk mengantar Aulia. Kebetulan hari ini hari pertamanya magang di kantorku" jelas Ganendra.
"Wah, kebetulan sekali. Aulia, cepat bersiap!" titah Nenek Aulia pada Aulia.
"Aku sudah siap, Nek. Aku pergi dulu, Nek. Jaga diri Nenek. Kalau ada apa-apa telepon aku secepatnya!" ujar Aulia dan neneknya hanya mengangguk menanggapinya.
Aulia dan Ganendra pamit. Mereka meninggalkan ruang perawa
Aulia baru saja hendak meninggalkan perusahaan Ganendra namun Rani memanggilnya dengan suara yang cukup keras hingga membuat semua pandangan tertuju pada mereka. "Rani, kenapa teriak-teriak?" kesal Aulia. "Kau mau kemana, Ya? Kita di suruh menghadap HRD untuk laporan!" ujar Rani dengan nafas tersengal-sengal. Tak lama Rafael ikut bergabung dengan mereka. "Dia tidak perlu melapor, Ran. Aulia sudah pasti di terima" celetuk Rafael dengan muka masam. "Apa maksudmu, Raf?" tanya Rani bingung. Rafael memandang sekilas pada Aulia. Raut wajahnya menampakkan kekecewaan mendapatkan wanita yang ia cintai sudah menjadi tunangan orang lain. "Dia tunangan Pak Ganendra" ujar Rafael lemah. "Tunangan?" teriak Rani terkejut. Ia menatap pada Aulia, namun Aulia hanya tertunduk lesu. "Benar apa yang Rafael katakan, Ya?" tanya Rani memastikan. Dengan anggukan pelan Aulia menjawabnya. Mata Rani pun membulat sempurna. Ia tidak menyangka
Aulia bergegas ke kantin untuk menemui Rani. Dan kini Rani tengah mengantri untuk makan siangnya. Aulia pun segera menyusul dibelakangnya."Kau lambat sekali, aku terpaksa memesan lebih dulu" kata Rani saat menyadari kehadiran Aulia dibelakangnya."Maaf, tadi aku ...," Aulia tidak bisa melanjutkan kata-katanya. Ia tidak ingin membahas semua yang berkaitan dengan Ganendra. Itu terlalu membuatnya muak."Kau kenapa?" tanya Rani bingung."Aku tadi ke toilet!" dusta Aulia.Rani pun tidak membahas lebih jauh. Sementara Aulia terlihat mengamati sekelilingnya, ia mencari seseorang yang seharusnya bergabung dengan mereka."Kau mencari Rafael?" tanya Rani tiba-tiba."Di mana dia?" tanya Aulia langsung."Itu ...," Rani menunjuk pada pojok kantin yang terdapat sebuah meja. Di sana ada Rafael yang tengah makan dan berbincang dengan rekan kerjanya. Terlihat sekali Rafael sangat senang bergabung dengan rekan-rekan Devisinya. Aulia pun hanya b
Ganendra mengurai pelukannya dari Aulia. Aulia masih tertunduk dengan wajah basahnya. Ganendra memegang kedua pundaknya dan berkata, "Bujuklah Nenek, aku akan mengurus semuanya. Jika Opa tahu dia pasti akan melakukan hal yang sama" ujar Ganendra pada Aulia.Aulia mengangguk pelan. Ia mengusap wajahnya yang basah dan berlari ke dalam toilet untuk membasuh wajahnya. Ganendra masih setia menunggunya.Tak lama Aulia keluar dan melihat Ganendra masih menunggu dirinya."Kenapa kau masih di sini?" tanya Aulia."Pulanglah, kau mungkin butuh waktu untuk menenangkan diri" jawab Ganendra.Aulia tersenyum kecil. Ia memandang pada Ganendra dengan tatapan tidak dimengerti Ganendra."Kau menyuruhku meninggalkan kantor di hari pertamaku bekerja? Apa kau ingin aku dipecat, hah?" tanya Aulia tajam."Jangan khawatir untuk hal itu, aku akan mengurusnya dengan kepala devisimu. Jadi pulanglah!" titah Ganendra."Aku akan tetap bekerja seperti seharus
Jam pulang kerja sudah tiba. Ganendra mencari Aulia di ruangannya untuk pulang bersama. Dan ternyata di sana sudah ada Rafael. Ganendra menyapanya, memberikan senyuman terbaiknya seolah mereka adalah teman baik."Kau teman Aulia, bukan?" tanya Ganendra pura-pura tidak tahu.Rafael mengangguk pelan."Sedang menunggu Aulia?" tanya Ganendra lagi."Iya, Pak!" jawab Rafael seadanya."Sayang sekali, kami akan pulang bersama karena suatu hal. Mungkin kau bisa pulang dengan Aulia di lain waktu!" kata Ganendra meminta Rafael mundur dengan cara halus."Baiklah, Pak. Kalau begitu saya akan pulang. Selamat sore, Pak!" kata Rafael pada Ganendra.Ganendra senyum penuh kemenangan. Ia pun tidak membuang waktu lagi. Ia langsung menemui Aulia. Hal ini membuat banyak pertanyaan dari semua pegawai yang melihatnya. Jarang sekali Ganendra masuk ke ruangan mereka.Aulia yang melihat kedatangan Ganendra sedikit terkejut. Ia mengedipkan mata sebagai ko
Ganendra dan Nenek Winda terkejut mendengar penuturan Aulia. Terlebih Ganendra, sebelumnya tidak ada pembicaraan antara keduanya mengenai pertunangan mereka. Namun tiba-tiba saja Aulia sudah memutuskan bahkan mengatakan itu di depan Nenek Winda."Aulia, ini bahkan belum satu minggu. Kau yakin sudah memutuskannya?!" tanya Nenek Winda memastikan."Iya, Nek. Tenang saja. Aku sudah membicarakan semuanya dengan Ganendra. Bukan begitu, Gane?" tanya Aulia dengan isyarat matanya."Ah, i-iya. Kami sudah membicarakan semuanya, Nek!" jawab Ganendra gelagapan."Baguslah kalau begitu. Nenek senang mendengarnya. Tapi, apakah Hendra sudah tau tentang keputusan kalian ini?" tanya Nenek Winda memastikan."Belum, Nek. Kami baru membicarakannya tadi siang. Nanti kami akan memberitahukan Opa Hendra tentang semuanya. Yang penting sekarang Nenek fokus dengan pengobatan Nenek saja. Nenek tidak perlu mengkhawatirkan aku lagi karena aku sudah akan menikah!" kata Aulia.
Aulia diam dalam waktu yang cukup lama. Ia masih memikirkan konsekuensi yang Ganendra katakan padanya. Untuk sekian kalinya ia bimbang. Aulia berpikir mungkin cukup hanya dengan menikah saja, namun dia lupa bahwa kenyataannya ia harus menjadi istri dalam arti yang sebenarnya."Tidur dengannya?" gumam Aulia kecil."Kenapa? Kau tak bisa?" tanya Ganendra yang tanpa sengaja mendengar gumaman Aulia."Apa kita tidak bisa menikah saja. Lagipula belum tentu setelah tidur denganmu aku bisa hamil?" tukas Aulia.Ganendra membulatkan mata tak percaya. Aulia lagi-lagi sudah menghina sisi kelelakiannya."Aku pria sehat, Aulia. Iya, aku akui kalau aku seorang penikmat minuman keras, tapi aku bisa menghentikan itu semua kalau kita sudah memikirkan untuk memiliki anak. Yang Opa mau hanyalah keturunan agar bisa mendapatkan penerus keluarga Bamantara!" kata Ganendra."Entahlah, aku bingung!" keluh Aulia.Ganendra pun diam. Aulia hanyalah gadis kebanyakk
Aulia menoleh pada Ganendra. Kini Ganendra merasa di tusuk beribu macam jenis jarum ke dalam matanya akibat tatapan tajam Aulia dan juga Opa Hendra. Dengan ragu ia pun berkata ....,"Baiklah, aku siap. Tidak akan ada wanita lain selain kau di dalam rumah tangga kita!" kata Ganendra penuh keyakinan.Opa Hendra tertawa lantang. Ia bahkan bertepuk tangan mendengar janji yang diucapkan Ganendra pada Aulia. Sambil berdiri ia berkata,"Gane, ingat! Kau seorang lelaki. Pegang semua kata-katamu!" kata Opa Hendra.Ganendra hanya menganggukkan kepalanya, ia tahu ini akan sulit baginya, tapi ia bisa meyakinkan dirinya bahwa Aulia hanya akan jadi satu-satunya wanita yang ia akui."Jadi, kapan kalian akan bertunangan?" tanya Opa Hendra kemudian."Semakin cepat semakin baik, Opa. Aku sudah jengah dengan semua ini. Aku ingin menyelesaikannya agar bisa mengerjakan hal lainnya!" tukas Ganendra.Aulia menatapnya tajam, begitu pula dengan Opa Hendra. Me
Aulia menyiapkan air mandi untuk Ganendra. Entah kenapa ia harus terjebak dengan Ganendra yang selalu semena-mena padanya. "Tidak apa-apa, yang penting Nenek bisa di operasi!" kata Aulia menenangkan dirinya.Air mandi sudah siap, beserta handuk dan juga peralatan mandi yang Ganendra butuhkan. Aulia beranjak keluar, namun ia terkejut ketika mendapati Ganendra sudah berada di dalam ruangan dan telah mengganti pakaiannya dengan bathdrobe."Sejak kapan kau di sana?!" tanya Aulia memastikan."Sejak kau berada di dalam kamar mandi!" jawab Ganendra sekenanya.Aulia menatapnya tajam, namun Ganendra mengabaikan tatapan Aulia dan berlalu meninggalkannya. Ketika Aulia hendak pergi meninggalkan ruang istirahat Ganendra, tiba-tiba Ganendra berbalik dan menahan tangannya."Bawakan aku sarapan!" katanya pada Aulia.Aulia membulatkan mata mendengarnya. Belum sempat Aulia protes, Ganendra sudah lebih dulu masuk ke dalam kamar mandi. Dengan malas Aulia menuru