Ayah Wisnu sangat tahu jika Raline memiliki ilmu bela diri yang mumpuni. Dengan membawa lima bodyguard jelas Raline kalah telak karena disamping kalah jumlah juga kalah ilmu bela diri.
"Ayo, ikut kami, Nona!" Dua Bodyguard langsung mencengkeram tangan Raline kanan dan kiri."Apa-apaan ini? Lepaskan tangan Ra!" teriak Raline sambil meronta."Percuma Anda melawan, Nona. Sebaiknya simpan tenaga Anda untuk nanti malam!" Salah satu Bodyguard berbicara sambil tergelak."Apa salah Ra, Ayah?" tanya Raline sambil terus meronta dan berusaha terlepas dari cengkeraman dua bodyguard.Ayah Wisnu tergelak sambil membuka kertas yang baru saja ditandatangani oleh Raline, "Ra lihat dan baca ini!"Mata Raline terbelalak dengan sempurna saat membaca surat perjanjian yang disodorkan ayah Wisnu. Tertulis di kertas itu terlihat jelas bahwa Raline bersedia menikah dengan seorang laki-laki bernama Eddriz Bushiry untuk melunasi hutang. Tanda tangan yang awalnya dikira penyerahan uang asuransi sekarang berubah menjadi surat perjanjian hutang."Ayah menjual Ra?" tanya Raline dengan suara keras dan emosi."Iya, itu akibat Ra selalu menolak Ayah.""Brengsek, dasar Ayah durjana. Lepaskan Ra!" teriak Raline terus meronta bahkan kaki diangkat ingin menendang Ayah Wisnu."Itu akibat Ra tidak mau menuruti keinginan Ayah, rasakan sendiri akibatnya!" teriak Ayah Wisnu dengan emosi."Ayah bejat dan tidak berperikemanusiaan, semoga suatu saat nanti membusuk sendirian!"Ayah Wisnu tertawa terbahak-bahak karena merasa menang. Baru kali ini melihat putri tiri tidak berdaya di tangan bodyguard yang berpenampilan garang dan berbadan kekar. Biasanya Ayah Wisnu selalu kalah karena pertahanan sang putri yang sangat kuat, tetapi sekarang ini Raline yang tidak berdaya."Mulai sekarang kita tidak ada hubungan lagi, Ra. Selamat menikmati harimu yang baru!"Dengan penuh amarah dan emosi Raline bersumpah serapah. Disertai nama binatang didaftar satu per satu. Mengungkapkan kemarahan hati yang memuncak karena tega menjual anak sendiri."Ra berjanji suatu saat nanti Ayah akan Ra kejar sampai liang lahat pun tidak perduli!""Silakan saja kalau Ra bisa lepas dari orang yang membeli Ra saat ini!""Brengsek!""Ayah yakin Ra yang akan membusuk terlebih dahulu pada bos killer itu!"Raline terdiam dan tidak memberontak lagi mendengar Ayah Wisnu yang berbicara dengan penuh keyakinan. Tidak mengenal nama yang tertera di surat perjanjian. Hanya mendengar sebutan saja rasanya mulai merinding.Dua bodyguard yang mengawal langsung memasukkan Raline dalam mobil mewah yang terparkir di ujung parkiran. Meronta pun tetap Raline tidak berdaya. Disamping karena masih memakai baju kebaya dan toga, kekuatan yang dimiliki tidak sebanding dengan bodyguard yang berbadan kekar dan tinggi besar.Ayah Wisnu bertolak pinggang melihat mobil mewah yang mulai bergerak mundur. Wajah jahatnya sangat terlihat saat senyuman devil itu tersungging di bibirnya. Terus memandangi Raline yang terdiam tidak berdaya."Selamat menikmati neraka, Ra!" teriak Ayah Wisnu sambil melambaikan tangan dan tergelak.Raline hanya terdiam dan menatap wajah Ayah Wisnu dengan penuh kebencian. Dendam hati kini semakin membara pada ayah tiri durjana. Raline hanya memakai tas kecil berisi dopet dan identitas. Hanya ada uang lima lembar warna merah. Ponsel yang baterainya hampir habis dan tidak membawa charger.Dalam perjalanan, Raline termenung meratapi nasibnya kini. Tidak mengetahui dijual pada orang seperti apa dan akan dijadikan apa nantinya juga tidak tahu. Hampir dua jam perjalanan tanpa berhenti menuju luar kota Jakarta. Raline memperhatikan setiap jalan yang dilewati. Berniat mengingat semua untuk berjaga-jaga dengan hal yang paling buruk sekali pun.Setelah tiga jam berlalu, mobil berhenti di sebuah villa yang ada di puncak. Villa yang berdiri megah dan sangat terlihat mewah. Hanya sayangnya villa itu terlihat sepi hanya ada beberapa pegawai dan security yang berjaga."Silakan turun, Nona!""Tidak perlu di pegang, Ra bisa turun sendiri!" teriak Raline sambil menghempaskan tangan salah satu bodyguard yang akan menarik tangannya."Silakan saja, yang penting jangan coba-coba kabur dari sini!"Raline berjalan hanya dikawal dua bodyguard kanan dan kiri masuk villa. Pintu terbuka dari dalam oleh dua wanita paruh baya yang menyambut sambil menunduk hormat, "Silakan masuk, Nona. Mari ikuti Bibi!"Raline hanya diam saja dan memandang dua bibi yang memakai seragam. Mereka bergantian mengawal setelah dua bodyguard berhenti di depan pintu."Antar ke kamar Tuan Ed sekarang, Bibi!" perintah salah satu Bodyguard."Siap, Pak."Raline mengerutkan keningnya mendengar salah satu bodyguard menyebut nama Tuan Ed. Nama itu tidak asing di telinga karena Ayah Wisnu sering menyebut nama itu saat sedang melakukan panggilan lewat ponsel. Mulai menyadari orang yang dimaksud adalah bos tempat Ayah Wisnu bekerja.Pernah mendengar cerita dari Ibu Rayya jika bos perusahaan dari ayah tiri adalah laki-laki seumuran ayah kandung. Orangnya tegas, tidak perduli kawan atau lawan jika menentang pasti akan didepak dari perusahaan. Wajahnya garang dan berwibawa, jarang tersenyum dan memiliki istri tetapi belum memiliki keturunan.Satu tahun terakhir ini mengetahui bos dari Ayah Wisnu telah bercerai karena istrinya berselingkuh dengan disainer terkenal. Istri dari Tuan Eddriz Bushiry juga seorang disainer kondang yang ada di Jakarta. Karena keduanya bekerja sama sehingga dari rekan kerja menjadi teman kencan walau keduanya sudah memiliki pasangan masing-masing."Silakan duduk, Nona!" perintah Bibi Asih.Raline duduk dan memandangi kamar yang terlihat besar dan mewah. Ukurannya sepuluh kali lipat kamar miliknya. Semua peralatan dan perlengkapan sangat mewah dan berkelas.Raline masih diam dan waspada saja tanpa bertanya ataupun menjawab bibi yang mencoba sok akrab. Dua bibi yang mengatakan untuk menunggu sampai ada perias datang. Mengatakan silakan meminta apapun termasuk makanan atau minuman yang diinginkan.Satu jam, dua jam sampai mununggu lebih dari empat jam Raline masih terdiam dan membisu. Disuguhi minum atau pun kue, sama sekali tidak Raline sentuh. Ditawari menu makan hanya menggelengkan kepala saja.Pukul tiga sore, kepala pelayan masuk kamar dengan membawa dua koper besar dan kecil. Yang besar di letakkan di dekat lemari pakaian. Koper yang kecil diletakkan di meja dekat sofa yang Raline duduki."Nona, perkenalkan nama saya Pak Basri. Ini koper milik perias pengantin yang sebentar lagi orangnya akan masuk ke sini. Silakan Anda mandi dulu!"Raline menggelengkan kepala dan enggan bangun dari tempat duduk. Hanya melirik jam yang ada di atas pintu kamar. Biasanya jika di rumah akan mandi sore sekitar pukul lima sore."Cepat bangun dan silakan mandi, Nona. Perias akan segera datang. Akad nikah akan dilaksanakan satu jam lagi!""Siapa yang akan menikah?" tanya Raline kaget.Pak Basri tergelak mendengar pertanyaan Raline. Pasalnya laki-laki jangkung itu tidak tahu asal-usul Raline. Yang dia tahu hanya tuannya saat ini akan menikah dengan gadis belia yang ada dihadapan secara diam-diam hari ini. "Anda ini bagaimana sih, Nona. Masak Anda tidak tahu hari pernikahan sendiri?" tanya Pak Basri sambil menggelengkan kepala. Raline mengerutkan keningnya teringat nama bos dari Ayah Wisnu adalah laki-laki dewasa. Hanya menebak berarti akan dinikahkan dengan putra angkat atau anak dari saudaranya. Atau mungkin akan dinikahkan dengan anak buah bos yang dipanggil Tuan Ed. "Eee, cepat dan jangan melamun, Nona!" perintah Pak Basri mengagetkan Raline yang sedang melamun. "Iya." Raline masih tetap tidak bertanya dan hanya menjawab sekedarnya enggan untuk bertanya akan menikah dengan siapa. Di kamar mandi semua peralatan sudah lengkap disediakan. Raline mandi dan kembali memakai baju yang tadi dipakainya tanpa menyentuh barang yang ada di kamar mandi. Ke luar dari kama
Mulut Eddriz Bushiry memerintahkan untuk Raline tersenyum bahagia walau tanpa suara. Tangan kiri laki-laki yang sekarang ini menjadi suaminya menarik kebaya bagian belakang dengan kencang. Wajahnya yang garang terlihat semakin garang saat mata melotot melakukan ancaman yang tidak terlihat kamera. Dengan sengaja Raline mengikuti perintah laki-laki yang sekarang ini menjadi suami. Tersenyum dengan tulus sambil melambaikan tangan. Sengaja pura-pura melirik pada pemilik ponsel sambil mengedikpan mata. Tangan Eddriz belum melepas kebaya Raline setelah kamera diarahkan ke wajah diri sendiri, "Kami baru saja melangsungkan akad nikah, tunggu undangan resmi dari kami, bye!" Ponsel dimatikan dengan tangan kanan. Raline langsung berbalik badan dan menarik tangan Eddriz serta memutarnya sedikit, "Kalau meminta bantuan tidak perlu memaksa, Pak Tua!" "Aaauw sakit, Bocah. Lepaskan!" teriaknya. Raline melepas tangan Eddriz sambil mendorong perlahan, "Lain kali minta baik-baik, tidak perlu memaksa
Raline ditarik dengan paksa oleh Eddriz, tidak perduli gadis itu memakai high heels. Tangan Raline mencengkeram legan Eddriz agar tidak terjatuh. Disamping tidak pernah memakai sepatu hak tinggi, gaun yang dikenakan juga pas dibadan sehingga tidak leluasa bergerak bebas. "Jangan mencari perhatian, jangan menjawab hal yang tidak tahu. Cukup mengangguk dan tersenyum saja, mengerti?" pesan Eddriz sambil terus melangkah. Raline masih menyeimbangkan cara berjalan Eddriz yang cepat. Tidak menjawab apa yang perintahkan oleh suami dadakan. Laki-laki itu tidak memperhatikan Raline yang berjalan hampir setengah berlari. "Kalau ditanya menjawab?" Eddriz semakin mencengkeram tangan Raline dengan keras. "Hhhmm." Mungkin bagi wanita yang tidak mengenal bela diri pasti akan kesakitan. Namun, tidak bagi Raline karena cengkeraman itu dengan mudah akan bisa di lepas. Hanya sayangnya, Mereka tepat berada di depan tamu dan harus berpura-pura bahagia dan ramah. "Selamat malam dan selamat datang d
Bukan hanya kepala saja yang sakit karena terjun bebas dari tempat tidur. Raline juga mengusap bok*ngnya setelah mengusap kepala. Rasanya panas karena terjatuh dengan keras didorong dengan kaki menggunakan kekuatan penuh."Kamu tidak berhak tidur di sini, Arum. Aku sangat membencimu!" teriak Eddriz berjalan sempoyongan dan ingin naik ke tempat tidur.Raline langsung bangun dan terduduk. Melihat Eddriz sampai memicingkan mata. Laki-laki berumur itu memanggil nama mantan istri bukan nama Raline. "Ooo, mabuk ternyata Pak Tua ini," monolog Raline setelah memperhatikan gerak-geriknya.Raline tersenyum devil saat melihat Eddriz ingin naik ke tempat tidur, tetapi seolah kakinya sudah menginjak atas tempat tidur padahal masih jauh. Alhasil kaki itu hanya menyentuh pinggiran tempat tidur dan kaki kembali menginjak lantai."Kamu jangan menjauh seperti Arum, diam aku mau naik, bodoh!" Kaki Eddriz berkali-kali diangkat ingin naik di tempat tidur dan berkali-kali juga turun ke lantai lagi."Arum,
Ada bantal dan guling melayang ke arah Raline sebagai akibat jawabannya yang asal. Untung Raline langsung menangkis dan terjatuh tergeletak begitu saja bantal dan guling itu. Disertai nyengir kuda Raline karena ditatap tajam oleh pemilik kamar."Kamu siapkan di kamar mandi, aku mau mandi!" perintahnya kesal.Dengan gontai Raline berjalan menuju kamar mandi. Belum tahu yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan kamar mandi seperti yang diinginkan. Eddriz Hanya mengingat posisi dan cara para pelayan kemarin saat mau mandi.Raline mengikuti semua cara pelayan mempersiapkan kamar mandi. Dari handuk yang diambil dari lemari yang ada di ujung kamar mandi. Mempersiapkan bath-up dengan sabun aroma terapi. Sampai sampo, sikat gigi, dan odol yang dipersiapkan dengan teliti, baik tempat atau arah letaknya."Semoga ini tidak mengecewakan, Ra belum pernah menyiapkan mandi mewah seperti ini," monolog Raline sendiri dan ke luar kamar mandi.Baru melangkah sampai pintu kamar mandi, Raline terdorong ma
Setelah drama memasang dasi pagi itu selesai, tiba-tiba Eddriz menghilang selama tiga hari. Tidak menapakkan batang hidungnya sekalipun. Hari-hari dilalui Raline hanya bersantai dan belajar menjadi seperti pelayang yang khusus melayani suami tuanya.Semakin akrab dengan dua pembantu yang ada di villa. Sering bercanda, makan bersama dan menikmati hari dengan suka cita. Hanya satu yang tidak bisa dilakukan adalah keluar dari villa karena bodyguard tetap menjaga villa dengan ketat dan dilarang ke luar.Kebahagiaan Raline seolah hanya sekejap mata saat malam hari ini Eddriz datang di waktu tengah malam dalam keadaan mabuk berat. Merancu dan selalu memanggil mantan istri yang tidak bisa dilupakannya."Mengapa kamu masih tidur di sini, Arum. Sana minggat!" teriaknya sambil menarik selimut yang Raline kenakan.Penampilan Eddriz terlihat acak-acakan. Dasi hanya melingkar di leher dan hampir terlepas. Kancing baju sudah terbuka sebagian. Jas hanya terpakai pada lengan sebelah kanan saja.Rambu
Raline segera turun dari tempat tidur melewati sisi lain Eddriz datang. Melihat laki-laki dewasa itu berpenampilan acak-acakan dan merancu tidak karuan. Selalu tentang mantan istri yang keluar dari mulutnya yang berbau alkohol."Aku sangat membencimu apalagi ketika melihat kamu menyajikan coklat panas pada selingkuhanmu itu, dasar brengsek!" teriak Eddriz sambil menunjuk Raline."Ooo, karena itu pak tua ini marah tadi pagi," monolog Raline mendengarkan rancuan Eddriz.Eddriz tanpa sadar melempar bantal dan guling ke arah Raline yang berdiri di sisi tempat tidur, "Wanita gila, mengapa hanya diam dan memandang seperti itu, mau aku colok matamu!"Raline hanya bisa melindungi diri dengan menangkis setiap bantal dan guling yang melayang ke arahnya. Setiap Eddriz mabuk pasti tidak akan sadar apa yang dilakukan. Mulai dari merancu, mencoba menyakiti dan berkata kasar. Sampai ingin selalu menumpahkan kegundahan hati dengan cara mengamuk dan memecahkan barang yang ada di kamar.Hampir satu bul
Eddris menyentuh punggung Raline saat membangunkan gadis yang tertidur di sebelahnya. Raline langsung mendesis karena tepat menyentuh luka. Mata Raline langsung berkaca-kaca menahan rasa sakit. "Apa yang terjadi?" Eddriz mengulang pertanyaannya. "Lupakan saja, tunggu akan Ra panggilkan dokter!"Raline berbalik badan sambil mengusap air mata. Rasa nyeri saat lukanya di sentuh hanya ditahan dengan diam. Tidak ingin membagi rasa sakit yang dirasakan pada laki-laki yang telah menyakiti tadi malam.Tidak hanya Dokter Daniel yang datang. Asisten Wibi dan pimpinan bodyguard Bang Jack Barron juga ikut masuk. Sedangkan Raline memilih duduk di meja makan sambil termenung.Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan Raline memang tidak seberat saat bersama dengan ayah tiri. Namun, dulu setidaknya ada dua sahabat yang selalu memberikan semangat. Sekarang ini benar-benar merasa sendiri sebatang kara.Ponsel milik Raline sampai sekarang dibiarkan mati. Sengaja tidak ingin lagi mengenal dunia luar s