Share

Bab 3. Tergadai Setelah Akad

Pak Basri tergelak mendengar pertanyaan Raline. Pasalnya laki-laki jangkung itu tidak tahu asal-usul Raline. Yang dia tahu hanya tuannya saat ini akan menikah dengan gadis belia yang ada dihadapan secara diam-diam hari ini.

"Anda ini bagaimana sih, Nona. Masak Anda tidak tahu hari pernikahan sendiri?" tanya Pak Basri sambil menggelengkan kepala.

Raline mengerutkan keningnya teringat nama bos dari Ayah Wisnu adalah laki-laki dewasa. Hanya menebak berarti akan dinikahkan dengan putra angkat atau anak dari saudaranya. Atau mungkin akan dinikahkan dengan anak buah bos yang dipanggil Tuan Ed.

"Eee, cepat dan jangan melamun, Nona!" perintah Pak Basri mengagetkan Raline yang sedang melamun.

"Iya." Raline masih tetap tidak bertanya dan hanya menjawab sekedarnya enggan untuk bertanya akan menikah dengan siapa.

Di kamar mandi semua peralatan sudah lengkap disediakan. Raline mandi dan kembali memakai baju yang tadi dipakainya tanpa menyentuh barang yang ada di kamar mandi. Ke luar dari kamar mandi dalam keadaan seperti semula memakai baju kebaya dan baju toga hanya dipegang di tangan kanan, tas dislempangkan di badan.

Pak Basri berdiri di depan pintu kamar mandi saat Raline ke luar kamar mandi, "Eee, mengapa masih memakai baju itu lagi, Nona?"

"Maaf, Ra tidak membawa baju, Pak."

"Semua yang ada di dalam kamar mandi itu disediakan untuk Anda, ayo kembali dan ganti pakai baju yang sudah disediakan!"

"Baik."

Dengan terpaksa Raline berganti baju seperti yang diperintahkan Pak Basri. Gaun pendek tanpa lengan dengan panjang sampai lutut dan pas dibadan. Nyaman dipakai, tetapi rasaya canggung karena tidak terbiasa memakai baju pendek.

Raline kembali duduk di sofa sambil melihat Pak Basri yang berdiri di depan pintu kamar. Laki-laki Jangkung itu selalu melipat kedua tangan di belakang badan saat berdiri. Pandangan matanya tajam seolah sedang mengawasi seorang siswa yang melakukan ujian.

Dua bibi membawa menu makan dan minum diletakkan di meja depan Raline. Pak Basri datang dan berdiri di hadapan Raline yang masih terdiam, "Anda harus makan dulu sebelum dirias, Nona!"

"Ra belum lapar, Pak."

"Jangan menolak, Nona. Apa perlu Bibi yang akan menyuapi Anda?"

Raline mulai kesal dengan mengambil napas panjang. Selalu dipaksa untuk melakukan hal yang tidak dimengerti sama sekali. Namun, setelah teringat dengan ayah tiri durjana langsung menurunkan emosi.

Terlintas dalam pikiran yang terpenting terlepas dari ayah tiri durjana walau nasibnya kini sedang diujung tanduk. Tidak tahu akan menikah dengan siapa. Sudah tergadai oleh ayah tiri durjana hanya demi untuk membayar hutang.

Raline makan dengan terpaksa dan tidak menikmati rasanya. Hanya sekedar dimasukkan mulut, dikunyah dan ditelan. Bahkan hanya kurang dari sepuluh menit nasi dan minuman sudah ludes pindah ke perut, "Sudah selesai!"

"Susu itu juga harus dihabiskan, Nona!"

"Hhmm." Satu gelas susu tandas dalam satu tenggak.

Dalam waktu satu jam perias pengantin mengubah Raline yang lugu menjadi wanita dewasa yang cantik dan anggun. Badannya yang putih bersih sangat cocok dengan kebaya putih rancangan disainer kondang yang dikenakan. Tubuhnya yang tinggi menambah semakin sempurna penampilan Raline dalam balutan baju kebaya pengantin.

Pintu kamar dibuka lebar, terdengar ada suara berisik orang datang. Suara teriakan bodyguard mempersiapkan pernikahan terdengar jelas dari kamar yang ditempati Raline. Hanya sayangnya, Raline dilarang ke luar kamar sebelum akad nikah selesai dan dijaga oleh dua bibi.

Sayup-sayup terdengar suara akad nikah di ucapkan oleh seorang laki-laki dengan wali hakim. Mas kawin kalung lima puluh gram dan perlengkapan solat. Dan yang membuat tercengang adalah yang mengucapkan ijab qobul adalah Eddriz Bushiry.

'Haaa, laki-laki tua itu yang menjadi suami Ra sekarang? Ya Allah sekarang Ra benar-benar tergadai setelah akad nikah ini!' batin Raline sendiri mendengar ijab qobul selesai dan dikatakan sah oleh saksi.

Hati dan perasaan Raline mulai tidak enak. Lepas dari ayah durjana kini menjadi istri bos killer. Seperti ke luar dari kandang macan, kini buaya siap menelan hidup-hidup.

Tadi terlintas dipikiran merasa bersyukur bisa lepas dari percobaan ayah tiri yang ingin menggagahi. Sekarang ini tidak tahu nasib yang akan dihadapi. Hanya bisa pasrah dan menerima dengan terpaksa.

"Selamat, Nyonya. Semoga Anda bisa membantu Tuan Ed," ucap Bibi Asih.

"Membantu apa, Bi?"

"Nanti Nyonya tahu sendiri, Bibi Asih tidak berhak cerita saat ini."

"Ayo, kami antar menemui Tuan Ed, Nyonya!" Bibi Lia dan Bibi Asih menggandeng dan mengapit Raline ke luar kamar.

Raline menatap semua orang yang ada di ruang tamu. Ada dua pegawai penghulu yang salah satunya sedang membaca doa. Ada pengantin pria dan sekitar sepuluh bodyguard yang menjaga. Pak Basri dan dua pembantu berdiri di samping meja prasmanan.

Doa selesai bertepatan Raline dipersilahkan duduk. Semua orang memandang Raline dengan kagum. Hanya pengantin laki-laki yang tidak memandang Raline sama sekali.

"Silakan Anda mencium tangan suami, Nyonya?" perintah Pak Penghulu.

Tangan Raline spontan mencium punggung tangan seorang laki-laki yang pantas dipanggil dengan sebutan ayah. Namun, tidak dipungkiri wajahnya masih terlihat tampan. Laki-laki itu hanya menatap tajam Raline tanpa ekspresi sama sekali.

"Serahkan mas kawin Anda, Tuan!" Wakil penghulu mengambil kotak mas kawin kepada Eddriz Bushiry.

Raline menerima kotak mas kawin dengan terdiam tanpa senyum dan tanpa kata. Bahkan, mengucapkan terima kasih saja tidak terucap dari mulut Raline. Ekspresi wajah pengantin pria membuat Raline juga ikut jutek dan diam tanpa kata.

Setelah tanda tangan, pembacaan taqlik nikah dan berfoto, para tamu menikmati hidangan prasmanan. Raline kembali diantar ke kamar oleh dua bibi. Sedangkan pengantin pria ikut menikmati hidangan bersama.

Di dalam kamar Raline termenung terdiam tanpa melakukan apapun. Pikirannya kosong setelah tahu dipersunting laki-laki yang umurnya pantas menjadi ayah. Nasib kini berada diujung tanduk tidak memiliki keluarga dan dijual ayah tiri durjana.

Ingin rasanya lari dari kamar villa. Namun penjagaan sangat ketat, tidak ada celah untuk kabur. Apalagi waktu masih terang tidak mungkin bisa lolos dengan mudah.

Dua bibi masih menjaga dengan duduk di samping pintu kamar. Pintu kamar tidak di tutup rapat, masih terbuka sedikit. Raline masih bisa mendengar suara dua bibi itu sedang berbincang.

"Ya, Allah. Mengapa nasib Ra seperti ini?" monolog Raline sendiri.

Raline mendengar ada suara kursi yang bergeser karena dua bibi yang di luar berdiri, "Selamat malam, Tuan," sapa Dua Bibi bersamaan.

Raline tidak mendengar orang yang disebut tuan itu menjawab sapaan dua bibi. Namun, mendengar suara laki-laki yang berbicara sendiri. Kemungkinan suara itu sedang berbincang menggunakan ponsel.

"Siapa bilang aku tidak bisa move on dari kamu?" teriaknya.

Tiba-tiba pengantin pria masuk kamar dan mengarahkan ponsel ke wajah Raline, "Lihatlah istriku lebih cantik dan muda dari kamu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status