Pak Basri tergelak mendengar pertanyaan Raline. Pasalnya laki-laki jangkung itu tidak tahu asal-usul Raline. Yang dia tahu hanya tuannya saat ini akan menikah dengan gadis belia yang ada dihadapan secara diam-diam hari ini.
"Anda ini bagaimana sih, Nona. Masak Anda tidak tahu hari pernikahan sendiri?" tanya Pak Basri sambil menggelengkan kepala.Raline mengerutkan keningnya teringat nama bos dari Ayah Wisnu adalah laki-laki dewasa. Hanya menebak berarti akan dinikahkan dengan putra angkat atau anak dari saudaranya. Atau mungkin akan dinikahkan dengan anak buah bos yang dipanggil Tuan Ed."Eee, cepat dan jangan melamun, Nona!" perintah Pak Basri mengagetkan Raline yang sedang melamun."Iya." Raline masih tetap tidak bertanya dan hanya menjawab sekedarnya enggan untuk bertanya akan menikah dengan siapa.Di kamar mandi semua peralatan sudah lengkap disediakan. Raline mandi dan kembali memakai baju yang tadi dipakainya tanpa menyentuh barang yang ada di kamar mandi. Ke luar dari kamar mandi dalam keadaan seperti semula memakai baju kebaya dan baju toga hanya dipegang di tangan kanan, tas dislempangkan di badan.Pak Basri berdiri di depan pintu kamar mandi saat Raline ke luar kamar mandi, "Eee, mengapa masih memakai baju itu lagi, Nona?""Maaf, Ra tidak membawa baju, Pak.""Semua yang ada di dalam kamar mandi itu disediakan untuk Anda, ayo kembali dan ganti pakai baju yang sudah disediakan!""Baik."Dengan terpaksa Raline berganti baju seperti yang diperintahkan Pak Basri. Gaun pendek tanpa lengan dengan panjang sampai lutut dan pas dibadan. Nyaman dipakai, tetapi rasaya canggung karena tidak terbiasa memakai baju pendek.Raline kembali duduk di sofa sambil melihat Pak Basri yang berdiri di depan pintu kamar. Laki-laki Jangkung itu selalu melipat kedua tangan di belakang badan saat berdiri. Pandangan matanya tajam seolah sedang mengawasi seorang siswa yang melakukan ujian.Dua bibi membawa menu makan dan minum diletakkan di meja depan Raline. Pak Basri datang dan berdiri di hadapan Raline yang masih terdiam, "Anda harus makan dulu sebelum dirias, Nona!""Ra belum lapar, Pak.""Jangan menolak, Nona. Apa perlu Bibi yang akan menyuapi Anda?"Raline mulai kesal dengan mengambil napas panjang. Selalu dipaksa untuk melakukan hal yang tidak dimengerti sama sekali. Namun, setelah teringat dengan ayah tiri durjana langsung menurunkan emosi.Terlintas dalam pikiran yang terpenting terlepas dari ayah tiri durjana walau nasibnya kini sedang diujung tanduk. Tidak tahu akan menikah dengan siapa. Sudah tergadai oleh ayah tiri durjana hanya demi untuk membayar hutang.Raline makan dengan terpaksa dan tidak menikmati rasanya. Hanya sekedar dimasukkan mulut, dikunyah dan ditelan. Bahkan hanya kurang dari sepuluh menit nasi dan minuman sudah ludes pindah ke perut, "Sudah selesai!""Susu itu juga harus dihabiskan, Nona!""Hhmm." Satu gelas susu tandas dalam satu tenggak.Dalam waktu satu jam perias pengantin mengubah Raline yang lugu menjadi wanita dewasa yang cantik dan anggun. Badannya yang putih bersih sangat cocok dengan kebaya putih rancangan disainer kondang yang dikenakan. Tubuhnya yang tinggi menambah semakin sempurna penampilan Raline dalam balutan baju kebaya pengantin.Pintu kamar dibuka lebar, terdengar ada suara berisik orang datang. Suara teriakan bodyguard mempersiapkan pernikahan terdengar jelas dari kamar yang ditempati Raline. Hanya sayangnya, Raline dilarang ke luar kamar sebelum akad nikah selesai dan dijaga oleh dua bibi.Sayup-sayup terdengar suara akad nikah di ucapkan oleh seorang laki-laki dengan wali hakim. Mas kawin kalung lima puluh gram dan perlengkapan solat. Dan yang membuat tercengang adalah yang mengucapkan ijab qobul adalah Eddriz Bushiry.'Haaa, laki-laki tua itu yang menjadi suami Ra sekarang? Ya Allah sekarang Ra benar-benar tergadai setelah akad nikah ini!' batin Raline sendiri mendengar ijab qobul selesai dan dikatakan sah oleh saksi.Hati dan perasaan Raline mulai tidak enak. Lepas dari ayah durjana kini menjadi istri bos killer. Seperti ke luar dari kandang macan, kini buaya siap menelan hidup-hidup.Tadi terlintas dipikiran merasa bersyukur bisa lepas dari percobaan ayah tiri yang ingin menggagahi. Sekarang ini tidak tahu nasib yang akan dihadapi. Hanya bisa pasrah dan menerima dengan terpaksa."Selamat, Nyonya. Semoga Anda bisa membantu Tuan Ed," ucap Bibi Asih."Membantu apa, Bi?""Nanti Nyonya tahu sendiri, Bibi Asih tidak berhak cerita saat ini.""Ayo, kami antar menemui Tuan Ed, Nyonya!" Bibi Lia dan Bibi Asih menggandeng dan mengapit Raline ke luar kamar.Raline menatap semua orang yang ada di ruang tamu. Ada dua pegawai penghulu yang salah satunya sedang membaca doa. Ada pengantin pria dan sekitar sepuluh bodyguard yang menjaga. Pak Basri dan dua pembantu berdiri di samping meja prasmanan.Doa selesai bertepatan Raline dipersilahkan duduk. Semua orang memandang Raline dengan kagum. Hanya pengantin laki-laki yang tidak memandang Raline sama sekali."Silakan Anda mencium tangan suami, Nyonya?" perintah Pak Penghulu.Tangan Raline spontan mencium punggung tangan seorang laki-laki yang pantas dipanggil dengan sebutan ayah. Namun, tidak dipungkiri wajahnya masih terlihat tampan. Laki-laki itu hanya menatap tajam Raline tanpa ekspresi sama sekali."Serahkan mas kawin Anda, Tuan!" Wakil penghulu mengambil kotak mas kawin kepada Eddriz Bushiry.Raline menerima kotak mas kawin dengan terdiam tanpa senyum dan tanpa kata. Bahkan, mengucapkan terima kasih saja tidak terucap dari mulut Raline. Ekspresi wajah pengantin pria membuat Raline juga ikut jutek dan diam tanpa kata.Setelah tanda tangan, pembacaan taqlik nikah dan berfoto, para tamu menikmati hidangan prasmanan. Raline kembali diantar ke kamar oleh dua bibi. Sedangkan pengantin pria ikut menikmati hidangan bersama.Di dalam kamar Raline termenung terdiam tanpa melakukan apapun. Pikirannya kosong setelah tahu dipersunting laki-laki yang umurnya pantas menjadi ayah. Nasib kini berada diujung tanduk tidak memiliki keluarga dan dijual ayah tiri durjana.Ingin rasanya lari dari kamar villa. Namun penjagaan sangat ketat, tidak ada celah untuk kabur. Apalagi waktu masih terang tidak mungkin bisa lolos dengan mudah.Dua bibi masih menjaga dengan duduk di samping pintu kamar. Pintu kamar tidak di tutup rapat, masih terbuka sedikit. Raline masih bisa mendengar suara dua bibi itu sedang berbincang."Ya, Allah. Mengapa nasib Ra seperti ini?" monolog Raline sendiri.Raline mendengar ada suara kursi yang bergeser karena dua bibi yang di luar berdiri, "Selamat malam, Tuan," sapa Dua Bibi bersamaan.Raline tidak mendengar orang yang disebut tuan itu menjawab sapaan dua bibi. Namun, mendengar suara laki-laki yang berbicara sendiri. Kemungkinan suara itu sedang berbincang menggunakan ponsel."Siapa bilang aku tidak bisa move on dari kamu?" teriaknya.Tiba-tiba pengantin pria masuk kamar dan mengarahkan ponsel ke wajah Raline, "Lihatlah istriku lebih cantik dan muda dari kamu!"Mulut Eddriz Bushiry memerintahkan untuk Raline tersenyum bahagia walau tanpa suara. Tangan kiri laki-laki yang sekarang ini menjadi suaminya menarik kebaya bagian belakang dengan kencang. Wajahnya yang garang terlihat semakin garang saat mata melotot melakukan ancaman yang tidak terlihat kamera. Dengan sengaja Raline mengikuti perintah laki-laki yang sekarang ini menjadi suami. Tersenyum dengan tulus sambil melambaikan tangan. Sengaja pura-pura melirik pada pemilik ponsel sambil mengedikpan mata. Tangan Eddriz belum melepas kebaya Raline setelah kamera diarahkan ke wajah diri sendiri, "Kami baru saja melangsungkan akad nikah, tunggu undangan resmi dari kami, bye!" Ponsel dimatikan dengan tangan kanan. Raline langsung berbalik badan dan menarik tangan Eddriz serta memutarnya sedikit, "Kalau meminta bantuan tidak perlu memaksa, Pak Tua!" "Aaauw sakit, Bocah. Lepaskan!" teriaknya. Raline melepas tangan Eddriz sambil mendorong perlahan, "Lain kali minta baik-baik, tidak perlu memaksa
Raline ditarik dengan paksa oleh Eddriz, tidak perduli gadis itu memakai high heels. Tangan Raline mencengkeram legan Eddriz agar tidak terjatuh. Disamping tidak pernah memakai sepatu hak tinggi, gaun yang dikenakan juga pas dibadan sehingga tidak leluasa bergerak bebas. "Jangan mencari perhatian, jangan menjawab hal yang tidak tahu. Cukup mengangguk dan tersenyum saja, mengerti?" pesan Eddriz sambil terus melangkah. Raline masih menyeimbangkan cara berjalan Eddriz yang cepat. Tidak menjawab apa yang perintahkan oleh suami dadakan. Laki-laki itu tidak memperhatikan Raline yang berjalan hampir setengah berlari. "Kalau ditanya menjawab?" Eddriz semakin mencengkeram tangan Raline dengan keras. "Hhhmm." Mungkin bagi wanita yang tidak mengenal bela diri pasti akan kesakitan. Namun, tidak bagi Raline karena cengkeraman itu dengan mudah akan bisa di lepas. Hanya sayangnya, Mereka tepat berada di depan tamu dan harus berpura-pura bahagia dan ramah. "Selamat malam dan selamat datang d
Bukan hanya kepala saja yang sakit karena terjun bebas dari tempat tidur. Raline juga mengusap bok*ngnya setelah mengusap kepala. Rasanya panas karena terjatuh dengan keras didorong dengan kaki menggunakan kekuatan penuh."Kamu tidak berhak tidur di sini, Arum. Aku sangat membencimu!" teriak Eddriz berjalan sempoyongan dan ingin naik ke tempat tidur.Raline langsung bangun dan terduduk. Melihat Eddriz sampai memicingkan mata. Laki-laki berumur itu memanggil nama mantan istri bukan nama Raline. "Ooo, mabuk ternyata Pak Tua ini," monolog Raline setelah memperhatikan gerak-geriknya.Raline tersenyum devil saat melihat Eddriz ingin naik ke tempat tidur, tetapi seolah kakinya sudah menginjak atas tempat tidur padahal masih jauh. Alhasil kaki itu hanya menyentuh pinggiran tempat tidur dan kaki kembali menginjak lantai."Kamu jangan menjauh seperti Arum, diam aku mau naik, bodoh!" Kaki Eddriz berkali-kali diangkat ingin naik di tempat tidur dan berkali-kali juga turun ke lantai lagi."Arum,
Ada bantal dan guling melayang ke arah Raline sebagai akibat jawabannya yang asal. Untung Raline langsung menangkis dan terjatuh tergeletak begitu saja bantal dan guling itu. Disertai nyengir kuda Raline karena ditatap tajam oleh pemilik kamar."Kamu siapkan di kamar mandi, aku mau mandi!" perintahnya kesal.Dengan gontai Raline berjalan menuju kamar mandi. Belum tahu yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan kamar mandi seperti yang diinginkan. Eddriz Hanya mengingat posisi dan cara para pelayan kemarin saat mau mandi.Raline mengikuti semua cara pelayan mempersiapkan kamar mandi. Dari handuk yang diambil dari lemari yang ada di ujung kamar mandi. Mempersiapkan bath-up dengan sabun aroma terapi. Sampai sampo, sikat gigi, dan odol yang dipersiapkan dengan teliti, baik tempat atau arah letaknya."Semoga ini tidak mengecewakan, Ra belum pernah menyiapkan mandi mewah seperti ini," monolog Raline sendiri dan ke luar kamar mandi.Baru melangkah sampai pintu kamar mandi, Raline terdorong ma
Setelah drama memasang dasi pagi itu selesai, tiba-tiba Eddriz menghilang selama tiga hari. Tidak menapakkan batang hidungnya sekalipun. Hari-hari dilalui Raline hanya bersantai dan belajar menjadi seperti pelayang yang khusus melayani suami tuanya.Semakin akrab dengan dua pembantu yang ada di villa. Sering bercanda, makan bersama dan menikmati hari dengan suka cita. Hanya satu yang tidak bisa dilakukan adalah keluar dari villa karena bodyguard tetap menjaga villa dengan ketat dan dilarang ke luar.Kebahagiaan Raline seolah hanya sekejap mata saat malam hari ini Eddriz datang di waktu tengah malam dalam keadaan mabuk berat. Merancu dan selalu memanggil mantan istri yang tidak bisa dilupakannya."Mengapa kamu masih tidur di sini, Arum. Sana minggat!" teriaknya sambil menarik selimut yang Raline kenakan.Penampilan Eddriz terlihat acak-acakan. Dasi hanya melingkar di leher dan hampir terlepas. Kancing baju sudah terbuka sebagian. Jas hanya terpakai pada lengan sebelah kanan saja.Rambu
Raline segera turun dari tempat tidur melewati sisi lain Eddriz datang. Melihat laki-laki dewasa itu berpenampilan acak-acakan dan merancu tidak karuan. Selalu tentang mantan istri yang keluar dari mulutnya yang berbau alkohol."Aku sangat membencimu apalagi ketika melihat kamu menyajikan coklat panas pada selingkuhanmu itu, dasar brengsek!" teriak Eddriz sambil menunjuk Raline."Ooo, karena itu pak tua ini marah tadi pagi," monolog Raline mendengarkan rancuan Eddriz.Eddriz tanpa sadar melempar bantal dan guling ke arah Raline yang berdiri di sisi tempat tidur, "Wanita gila, mengapa hanya diam dan memandang seperti itu, mau aku colok matamu!"Raline hanya bisa melindungi diri dengan menangkis setiap bantal dan guling yang melayang ke arahnya. Setiap Eddriz mabuk pasti tidak akan sadar apa yang dilakukan. Mulai dari merancu, mencoba menyakiti dan berkata kasar. Sampai ingin selalu menumpahkan kegundahan hati dengan cara mengamuk dan memecahkan barang yang ada di kamar.Hampir satu bul
Eddris menyentuh punggung Raline saat membangunkan gadis yang tertidur di sebelahnya. Raline langsung mendesis karena tepat menyentuh luka. Mata Raline langsung berkaca-kaca menahan rasa sakit. "Apa yang terjadi?" Eddriz mengulang pertanyaannya. "Lupakan saja, tunggu akan Ra panggilkan dokter!"Raline berbalik badan sambil mengusap air mata. Rasa nyeri saat lukanya di sentuh hanya ditahan dengan diam. Tidak ingin membagi rasa sakit yang dirasakan pada laki-laki yang telah menyakiti tadi malam.Tidak hanya Dokter Daniel yang datang. Asisten Wibi dan pimpinan bodyguard Bang Jack Barron juga ikut masuk. Sedangkan Raline memilih duduk di meja makan sambil termenung.Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan Raline memang tidak seberat saat bersama dengan ayah tiri. Namun, dulu setidaknya ada dua sahabat yang selalu memberikan semangat. Sekarang ini benar-benar merasa sendiri sebatang kara.Ponsel milik Raline sampai sekarang dibiarkan mati. Sengaja tidak ingin lagi mengenal dunia luar s
Raline mendengar semua percakapan Eddriz, Asisten Wibi dan Dokter Daniel dari awal sampai akhir dibalik pintu. Awalnya tidak berniat menguping pembicaraan mereka. Hanya sekedar ingin mengetahui keadaan suami yang sedang dijahit telapak kakinya.Raline langsung teringat pada ayah tiri durjana. Jika benar akan diadakan pesta pernikahan yang sangat mewah. Pasti ayah tiri akan mendapatkan pukulan telak.Pasti menganggap sekarang bahagia dan bukan seperti hidup di neraka seperti yang diinginkan. Akan mempersiapkan hati untuk bersandiwara dengan baik. Ini seperti pernikahan mutualisme nantinya karena memiliki tujuan masing-masing.Setelah mulai jelas dan mengetahui mengapa laki-laki yang menjadi suaminya sering mabuk. Raline kembali duduk di tempat semula yaitu ruang makan. Bibi Asih langsung berlari mendekat, "Mengapa Anda kembali lagi ke sini, Nyonya?""Tolong buatkan sesuatu yang membuat pusing kepala ini hilang, Bibi. Kepala Ra rasanya mau pecah!""Waduh, apa ya obatnya, Bibi tidak tahu