Bukan hanya kepala saja yang sakit karena terjun bebas dari tempat tidur. Raline juga mengusap bok*ngnya setelah mengusap kepala. Rasanya panas karena terjatuh dengan keras didorong dengan kaki menggunakan kekuatan penuh.
"Kamu tidak berhak tidur di sini, Arum. Aku sangat membencimu!" teriak Eddriz berjalan sempoyongan dan ingin naik ke tempat tidur.Raline langsung bangun dan terduduk. Melihat Eddriz sampai memicingkan mata. Laki-laki berumur itu memanggil nama mantan istri bukan nama Raline."Ooo, mabuk ternyata Pak Tua ini," monolog Raline setelah memperhatikan gerak-geriknya.Raline tersenyum devil saat melihat Eddriz ingin naik ke tempat tidur, tetapi seolah kakinya sudah menginjak atas tempat tidur padahal masih jauh. Alhasil kaki itu hanya menyentuh pinggiran tempat tidur dan kaki kembali menginjak lantai."Kamu jangan menjauh seperti Arum, diam aku mau naik, bodoh!" Kaki Eddriz berkali-kali diangkat ingin naik di tempat tidur dan berkali-kali juga turun ke lantai lagi."Arum, kamu tahu aku sangat mencintai kamu. Tega sekali kamu mengkhianati." Eddriz semakin merancu tidak karuan menumpahkan semua isi hati.Saat Raline berjalan mendekat, tiba-tiba Eddriz berbalik badan dan berusaha menggapai tangan Raline, "Sini kalau kamu berani mendekat, aku ingin mematahkan semua tulangmu!"Tangan Eddriz tidak bisa menggapai lengan Raline karena laki-laki itu mabuk berat. Raline hanya dengan menggerakkan badan ke samping, Eddriz seperti sedang menggapai angin. Tidak bisa menseimbangkan keinginan dan kondisi tubuhnya."Bagaimana aku bisa melupakan kamu, Arum. Kamu selalu berputar-putar di pelupuk mata?"Raline beberapa kali menghindar agar tidak menjadi sasaran amukan orang yang tidak sadar. Pikiran dan tindakan yang dilakukan selalu saja tidak sejalan. Membuat Raline semakin geram mendengar selalu menyebut nama mantan istri."Enaknya diapakan ini orang mabuk?""Ha ha ha, kamu sedang mabuk ya?" rancu Eddriz menertawakan Raline yang berbicara sendiri.Raline teringat dulu pernah melihat Almarhumah Ibu Rayya menyiram air satu ember kepada Ayah Wisnu yang pulang tengah malam dalam keadaan mabuk berat, "Raline punya ide!"Orang yang mabuk tidak sadar sama sekali. Saat raline menarik tangan Eddriz, laki-laki berumur itu hanya tergelak dan terus merancu tidak karuan, "Kamu mau mengajak aku ke mana, Arum?""Ke neraka!" teriak Raline kesal."Kamu saja yang ke sana, kamu yang selingkuh, bodoh!" Eddriz tidak kalah berteriak ditambah suara gelak tawa yang keras."Duduk sini, diterapi sebentar!" Raline menarik Eddriz dan membantu duduk di bawah shower."Mau ngapain kita di gudang?" rancu Eddriz lagi.Raline tidak menjawab pertanyaan orang mabuk. Hanya menggerutu sendiri dengan kesal. Kamar mandi super mewah dikatakan gudang.Raline membuka shower dengan air hangat. Airnya mengalir tepat di kepala, membasahi badan dan pakaian Eddriz. Namun, laki-laki berumur itu tidak mampu bergerak dan pasrah begitu saja.Hampir setengah jam, Eddriz berada di bawah shower. Mulutnya mulai terdiam dan tidak merancu lagi. Badan basah kuyup dan mulai kedinginan.Raline mematikan shower, kemudian menarik Eddriz yang masih terduduk di lantai, "Terapinya selesai, ayo ganti baju!"Eddriz mulai seperti anak kecil yang sedang dimandikan oleh ibunya. Dibuka baju yang basah satu per satu termasuk celana segitiga yang menutupi barang kramat yang tertidur pulas. diperintahkan untuk duduk di piggir closed duduk yang ada disamping shower.Dikeringkan dengan handuk baik badan ataupun rambutnya tetap diam dan tidak membantah. Untung sudah ada satu stel baju tidur plus celana segitiga yang dipersiapkan bibi. Dengan mudah Raline memakaikan satu per satu tanpa kendala."Ayo sekarang beristirahat!""Iya, Mom. Terima kasih.""Ha ...!" Raline tersentak kaget mendengar jawaban Eddriz.Walau mabuk menyebut nama Arum tanpa henti. Setelah mandi dan bersih sekarang memanggil mommy. Ucapan orang mabuk tidak bisa ditebak.Sampai di tempat tidur, Raline menepuk bantal,"Tidurlah di sini!"Dengan lembut Eddriz menarik tangan Raline, "Mom, Ed pingin tidur di pangkuan. Ed sangat merindukan Mommy,"Raline mengikuti semua ajakan Eddriz yang membimbing agar duduk meluruskan kaki. Dengan perlahan kepala Eddriz diletakkan di pangkuan Raline, "Ed sangat merindukan belaian tangan Mommy."Dengan spontan Raline mengusap Rambut Eddriz dengan lembut. Eddriz semakin terlena seolah sedang terlelap sambil dibelai oleh ibu tercinta.Hampir satu jam, Eddriz terlelap dalam pangkuan. Kaki Raline mulai kesemutan dan kram. Mencoba menarik kaki perlahan agar Eddriz tidak terjaga dan mengganti kaki dengan bantal.Setelah terlepas, Raline mencoba merilekskan kaki dengan berlari di tempat. Menengok jam dinding sudah melebihi waktu sepertiga malam. Bergegas Raline mengambil air bersih untuk wudlu.Bermunajat, mengadu nasib buruk yang menimpanya. Memohon ampun untuk ibu tercinta. Dengan linangan air mata mengadukan persoalan yang kini dihadapi.Menjelang fajar menyingsing, Raline memilih menonton film laga di televisi yang ada di kamar paling ujung. Hampir tidak membunyikan suara televisi agar tidak membangunkan suami yang sedang terlelap. Tidak juga ke luar dari kamar bukan takut, tetapi enggan berinteraksi kepada siapapun yang tidak dikenalnya.Sampai pukul delapan pagi, Eddriz belum juga terjaga. Tidurnya terlihat pulas dan tenang. Raline membersihkan diri mandi dan berganti baju, belum juga dia terbangun.Raline kembali duduk di depan televisi dan melihat berita. Perut rasanya sudah keroncongan minta diisi, tetapi tidak seorang pun yang mengetuk pintu untuk mengantar sarapan, "Anggap saja puasa atau diet, Ra." Raline mengusap perutnya yang berbunyi.Raline tersentak kaget tiba-tiba Eddriz berteriak saat terbangun dan langsung terduduk, "Mommy!""Astagfirullah," ucap Raline sambil mengusap dada.Raline hanya mengintip Eddriz dari balik sandaran sofa. Laki-laki itu tampak kebingungan mencari seseorang. Pandangan mata berakhir pada dirinya yang ketahuan mengintip."Kemarilah!" teriaknya."Anda panggil Ra?" tanya Raline menunjuk pada diri sendiri."Iyalah, di sini cuma ada kamu. Cepat kemari!"Saar Raline berjalan mendekati Eddriz. Laki-laki itu melihat penampilannya sendiri. Memegangi kepala yang terasa pusing dan mengerutkan keningnya mengingat kejadian tadi malam."Siapa yang mengganti bajuku tadi malam?""Apakah Anda tidak ingat sama sekali?""Eee ditanya malah ganti tanya, bocah gemblung. Mana mungkin tanya kalau aku ingat!""Ooo maaf, Anda tidak merasa dimandikan dan dinina bobokkan oleh seseorang begitu?"Eddriz memicingkan matanya karena kesal, "Kamu ini ditanya kembali bertanya terus, bikin kesal saja di mana Mommy karena semalam aku seperti mandi dan tidur bersama Mommy?""Di kuburan," jawab Raline asal.Ada bantal dan guling melayang ke arah Raline sebagai akibat jawabannya yang asal. Untung Raline langsung menangkis dan terjatuh tergeletak begitu saja bantal dan guling itu. Disertai nyengir kuda Raline karena ditatap tajam oleh pemilik kamar."Kamu siapkan di kamar mandi, aku mau mandi!" perintahnya kesal.Dengan gontai Raline berjalan menuju kamar mandi. Belum tahu yang harus dikerjakan untuk mempersiapkan kamar mandi seperti yang diinginkan. Eddriz Hanya mengingat posisi dan cara para pelayan kemarin saat mau mandi.Raline mengikuti semua cara pelayan mempersiapkan kamar mandi. Dari handuk yang diambil dari lemari yang ada di ujung kamar mandi. Mempersiapkan bath-up dengan sabun aroma terapi. Sampai sampo, sikat gigi, dan odol yang dipersiapkan dengan teliti, baik tempat atau arah letaknya."Semoga ini tidak mengecewakan, Ra belum pernah menyiapkan mandi mewah seperti ini," monolog Raline sendiri dan ke luar kamar mandi.Baru melangkah sampai pintu kamar mandi, Raline terdorong ma
Setelah drama memasang dasi pagi itu selesai, tiba-tiba Eddriz menghilang selama tiga hari. Tidak menapakkan batang hidungnya sekalipun. Hari-hari dilalui Raline hanya bersantai dan belajar menjadi seperti pelayang yang khusus melayani suami tuanya.Semakin akrab dengan dua pembantu yang ada di villa. Sering bercanda, makan bersama dan menikmati hari dengan suka cita. Hanya satu yang tidak bisa dilakukan adalah keluar dari villa karena bodyguard tetap menjaga villa dengan ketat dan dilarang ke luar.Kebahagiaan Raline seolah hanya sekejap mata saat malam hari ini Eddriz datang di waktu tengah malam dalam keadaan mabuk berat. Merancu dan selalu memanggil mantan istri yang tidak bisa dilupakannya."Mengapa kamu masih tidur di sini, Arum. Sana minggat!" teriaknya sambil menarik selimut yang Raline kenakan.Penampilan Eddriz terlihat acak-acakan. Dasi hanya melingkar di leher dan hampir terlepas. Kancing baju sudah terbuka sebagian. Jas hanya terpakai pada lengan sebelah kanan saja.Rambu
Raline segera turun dari tempat tidur melewati sisi lain Eddriz datang. Melihat laki-laki dewasa itu berpenampilan acak-acakan dan merancu tidak karuan. Selalu tentang mantan istri yang keluar dari mulutnya yang berbau alkohol."Aku sangat membencimu apalagi ketika melihat kamu menyajikan coklat panas pada selingkuhanmu itu, dasar brengsek!" teriak Eddriz sambil menunjuk Raline."Ooo, karena itu pak tua ini marah tadi pagi," monolog Raline mendengarkan rancuan Eddriz.Eddriz tanpa sadar melempar bantal dan guling ke arah Raline yang berdiri di sisi tempat tidur, "Wanita gila, mengapa hanya diam dan memandang seperti itu, mau aku colok matamu!"Raline hanya bisa melindungi diri dengan menangkis setiap bantal dan guling yang melayang ke arahnya. Setiap Eddriz mabuk pasti tidak akan sadar apa yang dilakukan. Mulai dari merancu, mencoba menyakiti dan berkata kasar. Sampai ingin selalu menumpahkan kegundahan hati dengan cara mengamuk dan memecahkan barang yang ada di kamar.Hampir satu bul
Eddris menyentuh punggung Raline saat membangunkan gadis yang tertidur di sebelahnya. Raline langsung mendesis karena tepat menyentuh luka. Mata Raline langsung berkaca-kaca menahan rasa sakit. "Apa yang terjadi?" Eddriz mengulang pertanyaannya. "Lupakan saja, tunggu akan Ra panggilkan dokter!"Raline berbalik badan sambil mengusap air mata. Rasa nyeri saat lukanya di sentuh hanya ditahan dengan diam. Tidak ingin membagi rasa sakit yang dirasakan pada laki-laki yang telah menyakiti tadi malam.Tidak hanya Dokter Daniel yang datang. Asisten Wibi dan pimpinan bodyguard Bang Jack Barron juga ikut masuk. Sedangkan Raline memilih duduk di meja makan sambil termenung.Rasa sakit dan penderitaan yang dirasakan Raline memang tidak seberat saat bersama dengan ayah tiri. Namun, dulu setidaknya ada dua sahabat yang selalu memberikan semangat. Sekarang ini benar-benar merasa sendiri sebatang kara.Ponsel milik Raline sampai sekarang dibiarkan mati. Sengaja tidak ingin lagi mengenal dunia luar s
Raline mendengar semua percakapan Eddriz, Asisten Wibi dan Dokter Daniel dari awal sampai akhir dibalik pintu. Awalnya tidak berniat menguping pembicaraan mereka. Hanya sekedar ingin mengetahui keadaan suami yang sedang dijahit telapak kakinya.Raline langsung teringat pada ayah tiri durjana. Jika benar akan diadakan pesta pernikahan yang sangat mewah. Pasti ayah tiri akan mendapatkan pukulan telak.Pasti menganggap sekarang bahagia dan bukan seperti hidup di neraka seperti yang diinginkan. Akan mempersiapkan hati untuk bersandiwara dengan baik. Ini seperti pernikahan mutualisme nantinya karena memiliki tujuan masing-masing.Setelah mulai jelas dan mengetahui mengapa laki-laki yang menjadi suaminya sering mabuk. Raline kembali duduk di tempat semula yaitu ruang makan. Bibi Asih langsung berlari mendekat, "Mengapa Anda kembali lagi ke sini, Nyonya?""Tolong buatkan sesuatu yang membuat pusing kepala ini hilang, Bibi. Kepala Ra rasanya mau pecah!""Waduh, apa ya obatnya, Bibi tidak tahu
Raline terdiam seketika saat mendengar Eddriz mulai emosi. Padahal dari tadi sudah bisa bicara manis dan terdengar ramah. Wajahnya kembali terlihat garang dan memerah karena mulai emosi."Ayo, sini dekat!" Eddriz kembali menurunkan suara setelah melihat wajah Raline yang terlihat takut."Hhmm.""Mulai sekarang Ra hanya boleh memanggil Abang saja, mengerti?""Iya.""Abang akan berterus terang, sebentar lagi Abang akan mengadakan resepsi pernikahan kita. Ingat pernikahan ini Abang anggap saling menguntungkan.""Apa maksud, Anda?" tanya Raline pura-pura tidak tahu rencana yang dibicarakan tadi dengan dokter dan asisten pribadi.Eddriz bercerita sekilas tentang rencana seperti tadi. Berjanji akan mengatakan tentang rahasia yang disembunyikan tentang ayah tiri. Akan dikatakan setelah acara resepsi dilaksanakan dengan sukses."Kapan resepsi itu akan diselenggarakan, Tuan. Eee, salah. Abang?"Eddriz tergelak dan mengusap rambut Raline, "Belum dipastikan, yang jelas setelah Abang bisa berjala
Setelah Raline selesai membantu Eddriz buang air kecil, Eddriz kembali berbaring dan beristirahat. Raline hanya duduk diam tanpa melakukan apa-apa. Tangannya diketukkan di lutut berkali-kali iseng agar tidak borring.Eddriz melihat Raline dengan heran, biasanya gadis seumuran dia jarang terlepas dari ponsel, "Ponsel Ra di mana?""Ra tidak punya ponsel, sudah mati dari kemarin."Eddriz meraih ponselnya yang berada disamping bantal. Mengirim pesan WA kepada asisten pribadi untuk membelikan ponsel buat Raline. Ponsel terbaru dengan fitur tercanggih yang baru dikeluarkan oleh merk ponsel terkenal.Keesokan harinya, Asisten Wibi datang dengan membawa ponsel untuk Raline yang paling canggih dan terbaru. Atas rekomendasi dari tuannya yangmembuat asisten pribadi itu lebih semangat melakukan perintah. Mungkin awal yang baik yang dilakukan tuannya untuk istri muda yang rela merawat dengan tulus."Ini ponsel untuk Anda, Nyonya." Asisten Wibi memberikan ponsel setelah mereka makan siang di villa.
Raline memandang Bagas Pratama dengan kesal. Langsung mendekati Eddriz dan sengaja meraih lengan suami yang berdiri di sampingnya. Sengaja tangan menggelayut manja menunjukkan kekuasaan yang kini di miliki.Hanya dengan kekuasaan bisa melawan polisi gadungan yang selama dua tahun ini sering membohongi sahabat satu sekolah yaitu Shafea. Untung teman satu kelas itu bisa menjaga diri sampai lulus kemarin. Sekarang ini tidak tahu bagaimana nasibnya Shafea dan Hana."Jadi selama ini Aa membohongi Fea? dengan seragam security dirubah menjadi seragam polisi. Aa tidak takut di tangkap pihak yang berwajib menggunakan seragam palsu?"Bagas Pratama menunduk tidak berani menjawab pertanyaan sahabat kekasih gelap. Melihat Raline pun sama sekali tidak berani. Bukan takut kepada Raline, tetapi takut kepada Eddriz majikan tempatnya mencari nafkah selama ini.Tidak hanya Eddriz yang kaget mendengar pertanyaan Raline. Pak Basri dan pegawai yang lain juga tidak menyangka security itu bermain api dengan g